Program Deradikalisasi di Tengah Masyarakat Butuh Pendampingan Secara Rutin dan Berkala

Medan – Program deradikalisasi di Indonesia saat ini berfokus pada area pemberdayaan di dalam dan di luar Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Khusus untuk diluar lapas yang selanjutnya kita sebut dengan bina masyarakat, yang mana program deradikalisasi ini berfokus kepada para mantan teroris, keluarga, dan jejaringnya

Selain itu yang juga perlu mendapatkan perhatian yakni kepada anak-anak mantan teroris beserta dengan Foreign Terrorist Fighters (FTF) atau para pelaku teror yang kembali dan akan pergi dari Syria atau wilayah konflik yang bernuansa terorisme untuk kembali ke Indonesia.

Untuk itu melalui Subdit Bina Masyarakat pada Direktorat Deradikalisasi di Kedeputian I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar Rapat Koordinasi Pembentukan Kelompok Pendamping Sasaran Deraradikalisasi di Wilayah Sumatera.

“Dalam pelaksanaannya selama ini, program deradikalisasi melalui Subdit bina masyarakat sudah mendapatkan banyak pencapaian baik dari tahap identifikasi, kemudian pembinaan keagamaan dan wawasan kebangsaan, serta pembinaan kewirausahaan,” ujar Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, MA, dalam arahannya di hadapan peserta

Lebih lanjut Prof. Irfan Idris mengatakan, meskipun program deradikaliasi luar lapas ini telah mendapatkan pencapaian yang baik, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam prosesnya, tantangan dari program ini mulai dirasakan. “Tantangan yang dihadapi dari program deradikalisasi bina masyarakat adalah perlunya optimalisasi pendampingan kepada sasaran deradikalisasi secara rutin dan berkala,” ujarnya

Menurutnya, sulitnya melakukan pengawasan menjadi latar belakang adanya kebutuhan akan program pendampingan. Hal ini karena sebelumnya pasca rangkaian program deradikalisasi, pelaksana program deradikalisasi cukup sulit untuk melakukan proses pendalaman kepada peserta karena kendala sumber daya, sehingga frekuensi pertemuan dan pembinaan jadi terkendala.

“Dengan adanya program pendampingan ini diharapkan menjadi solusi dari permasalahan pelaksanaan deradikalisasi serta dapat membentuk individu mantan teroris, mantan narapidana teroris, keluarga, jejaring, dan Foreign Terrorist Fighters (FTF) mulai menjauhi radikalisme yang berujung pada terorisme,: ujanrya

Dikatakan alumni pasca sarjana UIN Syarief Hidayatullah Jakarta ini, adanya pendampingan ini bukan hanya bertujuan untuk memberikan pendalaman terhadap berbagai materi counter-radicalism saja, namun juga menjadi perpanjangan tangan BNPT di setiap daerah yang dapat memberikan informasi terbaru terkait perkembangan seluruh peserta program.

Baca juga : Seluruh Komponen Bangsa Harus Ikut Terlibat dalam Mencegah Aksi Terorisme

“Berdasarkan penjelasan mengenai pentingnya pendampingan, maka BNPT melalui direktorat deradikalisasi melakukan inisiatif untuk membentuk kelompok kerja yang beranggotakan instansi terkait sehingga memudahkan dalam melakukan pendampingan deradikalisasi di lapangan,” ujarnya.

Untuk itu diirnya menjelaskan bahwa Rakor pembentukan Pokja pendamping sasaran radikalisme ini memiliki tujuan untuk menyamakan pemahaman para pelaksana sehingga kegiatan deradikalisasi dapat dilaksanakan secara optimal, tertib, dan lancar sesuai target yang ingin dicapai sekaligus sebagai sarana monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian hasil yang diinginkan.

“Pendampingan ini berfungsi sebagai sarana untuk mengetahui keadaan terbaru dari para peserta. Berbagai informasi terbaru yang diperoleh secara berkala melalui pendampingan ini, kemudian akan dijadikan bahan untuk menentukan langkah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi peserta,” ujanrya.

Tidak hanya itu, menurut Prof Irfan, pendampaingan ini nanti sekaligus menguatkan kerjasama dengan instansi dan tokoh masyarakat/agama di daerah yang terkait dengan mantan teroris, keluarga, jaringan, FTF dan anak-anaknya. “Ini agar terjalin hubungan kemasyarakatan yang harmonis dengan warga sekitarnya,: ujar Direktur Deradikalisasi ini mengakhiri arahannya.

Seperti diketahui, Rakor yang dikuti sekitar 160 orang peserta ini melibatkan beberapa instansi terkait seperti TNI (Kodam dan Korem), Polri (Polda dan Polres), Badan Intelijen Negara Daerah (Binda), Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama (Kantor Wilayah Tingkat Provinsi dan Kab/Kota), Pemerintah Daerah Provinsi, Dinas Sosial Tingkat Provinsi dan Kab/Kota yang semuanya berada di wilayah pulau Sumatera.