Jakarta – Terorisme merupakan kejahatan extra ordinary oleh karenanya kejahatan terorisme telah menjadi perhatian dunia, hampir semua negara tidak ada yang benar-benar dapat dipastikan aman dari serangan terorisme, oleh karena itulah kesiapan perangkat hukum untuk mengantisipasi kejahatan tersebut harus benar-benar disiapkan, langkah kesiapan tersebut telah dimulai oleh BNPT melalui Direktorat Penegakan Hukum BNPT yang menggelar Rapat Koordinasi Antar Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme “FGD Pembahasan Landasan Hukum Internasional Perkara Tindak Pidana Terorisme”. Hari ini, Senin (11/04/2019). Bertempat di Hotel Ambahara, Jakarta.
Brigjen Pol. Edy Hartono, S.IK. Direktur Penegakan Hukum BNPT. Saat membuka kegiatan menceritakan pengalamanya saat bertugas di Jawa Barat, terdapat seorang anak kecil yang diberikan bungkusan oleh seseorang dan ternyata isi bungkusan tersebut merupakan bom yang meledak, anak malang tersebut sempat dirawat namun ternyata dia tidak dapat bertahan hingga akhirnya wafat.
“Pasca ledakan tersebut Indonesia kembali diguncang oleh berbagai ledakan teror mulai dari bom Bali I dan II, bom Gereja di malam natal dan beberapa ledakan lainya, rentetan bom tersebut membuat Indonesia tersadar bahwa ternyata perangkat hukum harus segera dipersiapkan”. Ujarnya dihadapan peserta FGF.
Baca juga : Kasus Hambali, Dalam Perspektif Hukum Internasional
Lebih lanjut mantan Penyidik IT dan Cyber Crime (Penyidik Madya) Unit Dit II Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri tersebut menyebutkan bahwa keberhasilan aparat menangkap gembong teroris yang meledakkan Bali dan beberapa tempat tidak serta merta menjadikan Indonesia aman dari serangam teroris, hal tersebut dikarenakan jaringan teroris yang bermain di Indonesia begitu banyak dan tersambung dengan jaringan luar negeri, dalam hal ini ternyata Salah seorang warga Indonesia bernama Hambali alias Encep Nurjaman yang sampai kini masih ditahan di Amerika Serikat (AS) karena terkait kasus terorisme juga merupakan jaringan yang ada di Indonesia.
“Persoalannya kemudian Hambali meskipun merupakan seorang tokoh jaringan kelompok radikal teroris, namun tidak pernah secara langsung melakukan aksi di Indonesia, dia lebih banyak bermain diluar negeri”. Ujar mantan Kapolres Hulu Sungai tersebut.
Hambali menggunakan jaringan global untuk melaksanakan aksinya, namun demikian bukan berarti Hambali tidak pernah berada di Indonesia, dia sempat beberapa kali berkomunikasi dan bertemu dengan kelompok Amrozi dkk.
Lebih lanjut pria yang pernah betugas di
Kabid Investigasi Densus 88 Polri ini menjeladkan bahwa apakah pernah berkomunikasi dengan kelompok teror dapat dijadikan sebagai sebuah bukti permulaan yang cukup untuk menjerat yang bersangkutan dengan UU tindak pidana terorisme.
“Bukti keterlibatan Hambali harus dipastikan, sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat”. Ujar mantan Wakadensus 88/Antiteror Polri tersebut.
Lebih jauh Brigjen Pol. Edy Hartono menjelaskan bahwa pada titik inilah semua stake holder yang terkait harus dapat mencari solusi serta memecahkan persoalan yang ada ditengah terdapat wacana untuk dapat memulangkan Hambali ke Indonesia agar dapat diadili di Indonesia, sehingga nantinya pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat.
Terkait persoalan warga Uighur yang pernah bergabung dengan jaringan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Brigjen Pol. Edy Hartono mengatakan bahwa harus dipastikan paspornya dan harus ada pembandingnya sehingga terkait Uighur pemerintah dapat mengambil langkah yang bijak.
Jika terdapat pihak atau negara yang menginginkan untuk mengektradisi warga Uighur harus dipastikan kelengkapan berkasnya dan dipastikan secara benar sehingga tidak menimbulkan persoalan dikemudian hari, terlebih persoalan Uighur kerap kali dibawa keranah politik. Tutupnya.
Dalam kegiatan Rapat Koordinasi Antar Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme “FGD Pembahasan Landasan Hukum Internasional Perkara Tindak Pidana Terorisme”. Hadir dari berbagai instansi terkait diantaranya, Densus 88 Polri, Kejaksaan Agung dan Kementerian Luar Negeri.