Spiritual Happiness

Meneruskan pembahasan sebelumnya tentang tangga kebahagiaan. Tingkat kebahagiaan tertinggi adalah spiritual happiness, mengingat daya dan sumber kehidupan yang paling esensial dalam diri manusia bersifat ruhani atau nurani. Ruhani artinya bersifat ruh. Nurani artinya bersifat nur atau cahaya. Yaitu ruh dan cahaya ilahi yang bekerja dalam diri manusia untuk membimbing agar jiwa nabati, hewani dan insani senantiasa meningkat dan terarah untuk mendukung kehidupan manusia mendekati dan mencintai Tuhan, sumber Cahaya kebenaran. 

Seseorang akan meraih kebahagiaan tertinggi ketika jiwa robbani yang tertinggi berhasil mengemban tugasnya dengan baik mengendalikan nafsu, pikiran dan tindakan seseorang untuk  senantiasa merasakan kedekatan dan disayang Tuhan. Untuk bisa dekat dengan Tuhan yang Suci, maka seseorang haruslah berusaha menjaga kesucian dirinya. Agar disayang Tuhan, seseorang hendaknya senang bebagi kasih sayang pada hamba-hamba Tuhan. 

Jadi, kebahagiaan spiritual diraih melalui perjuangan ruhani untuk selalu menjaga fitrah keruhaniannya untuk memimpin jiwa insani, hewani dan nabati sehingga melahirkan tindakan dan karya-karya kemanusiaan  sebagai partisipasi dan realisasi asma Allah yang Rahman dan Rahim. 

Kebahagiaan spiritual memiliki banyak pintu namun nilainya paling tinggi. Dengan kapasitas intelektualnya seseorang bisa saja memperbanyak karya kemanusiaan sebagai rasa syukur pada Tuhan. Dengan kecerdasannya yang dibimbing oleh jiwa robbani seseorang akan lebih mampu memahami dan menghayati kebesaran Tuhan, sehingga ketika sujud akan lebih khusyuk. Kesadaran spiritual, dengan bantuan jiwa nabati, hewani dan insani, akan sanggup menatap keindahan, kehebatan, keunikan semesta yang akan mendatangkan rasa damai, kagum, optimis, bersyukur, merenung yang membuat hati lega dan bahagia.

Semua yang terbentang ini merupakan ayat-ayat Tuhan, sejak dari lembaran kitab suci, hamparan semesta, sampai seluruh penghuninya yang sanggup membuat kesadaran ruhani bertasbih mensucikan Tuhan. Salah satu bentuk ekpresi dari spiritual happiness adalah bersujud dan menyebarkan salam bagi semua makhluk Tuhan, sebagaimana secara karikatural dibahasakan dalam adegan salat bagi seorang Muslim. Dimulai dengan takbir, mengangkat tangan sambil mengucap  Allahu Akbar, lalu ketika sujud merendahkan kepala dan wajah dengan mencium tanah, dan diakhiri dengan menyebar salam ke kanan dan ke kiri.

Namun sesungguhnya adegan salat ini mestinya juga menjadi sikap hidup dimanapun seseorang berada jika ingin meraih spiritual happiness. Yaitu hati selalu tertuju pada Tuhan, pikiran senantiasa mampu membaca ayat-ayat Tuhan, dan ke manapun pergi selalu menyebar vibrasi salam. Oleh karenanya,spiritual happiness merupakan perkembangan dan buah lanjut dari intellectual happiness, aesthetical happiness dan moral happiness sebagaimana sudah dibahas sebelumnya.   

Ruhani dan nurani akan merasa lega dan bahagia jika orientasi hidup seseorang lebih menyenangi untuk memberi, bukannya mengambil dan menerima. Spiritual happiness akan mudah ditemukan pada pribadi-pribadi altruistik, yaitu mereka yang selalu mensyukuri hidupnya dengan cara berbagi kebahagiaan pada orang lain. Dalam memberi sesungguhnya seseorang akan menerima. 

Bukankah seseorang dikatakan berilmu hanya ketika dia mau berbagi ilmunya pada orang lain? Bukankah dikatakan dermawan dan baik hati hanya jika seseorang senang menolong orang lain? Dalam tindakan memberi dan melayani itulah nilai dan predikat kebajikan dan amal saleh baru akan muncul. Ketika semua itu dilakukan dengan tulus, tanpa paksaan dan terbebas dari keinginan untuk pamer, maka disitulah spiritual happiness akan muncul dan dirasakan. 

Dengan penjelasan singkat di atas, meski seseorang usianya semakin lanjut, di saat fisik dan otaknya semakin menurun, sesungguhnya seseorang akan tetap bisa mendapatkan kebahagiaan hidup dalam bentuk dan kualitas lain, yang justru lebih tinggi. Orang yang beriman yakin bahwa iman dan amal saleh itulah yang akan menjadi sayap dan penunjuk jalan melanjutkan episode kehidupan barunya nanti yang diyakini lebih indah, damai dan berkualitas. Karena hidup adalah sebuah perjuangan dan proses metamorfosis meraih derajat yang lebih tinggi, maka kita mesti selalu optimis dan tidak boleh terkecoh di jalanan agar tidak kehilangan horizon serta peta hidup yang terbentang di depan.   

Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Sumber: metrotvnews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *