Nusa Kambangan – Program deradikalisasi yang telah dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM ( Ditjen PAS, Kemenkum HAM dalam menangani narapidana kasus tindak pidana terorisme selama ini dinilai sudah cukup bagus.
Hal tersebut diungkapan Kasubdit Administrasi Pembinaan dan Evaluasi pada Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi di Ditjen PAS Kemenkum HAM), Catur Budi Fatayatin, Bc.IP, SH, M.Si di sela-sela acara Koordinasi dan Pelaksanaan Pemindahan 67 Narapidana Kasus Terorisme dari Rumah Tahanan (Rutan) Gung Sindur ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang ada di pulau Nusa Kambangan, Cilacap, Rabu (28/11/2018)
“Program-program seperti pada umumnya Lapas-lapas lainnya terutama program pembinaan kepribadian atau kalau di BNPT bisa disebut program deradikalisasi, tentunya kita sudah bekerjasama dengan BNPT selama ini sudah berjalan dengan baik,” ujar Catur Budi Fatayatin, Bc.IP, SH, M.Si
Lebih lanjut dirinya mengatakan, program pembinaan keagamaan terhadap napi terorisme selama ini pihaknya juga telah meminta saran ataupun nasehat dari BNPT terutama dalam menetapkan ustadz-ustadz mana yang bisa menurunkan tingkat daya radikal dari napi terorisme tersebut.
Baca juga : BNPT Lakukan Koordinasi dan Laksanakan Pemindahan 67 Napiter dari Rutan Gunung Sindur ke Nusa Kambangan
“Tentunya hal ini sangat penting karena kasus terorisme ini lebih brkutat pada massalah ideology dan pemahaman agama. Kalau tidak diberikan ustadz-ustadz yang memiliki pemahaman agama yang tinggi maka tetnunya akan sangat berbahaya,” ujar mantan Kepala Lapas Wanita Pondok Bambu ini.
Selain itu dari segi program deradikalisasinya assessment yang dilakukan BNPT terutama adanya bantuan dari psikolog, yang mana BNPT memilliki banyak psikolog. “Sementara dari kami tidak punya banyak, itupun cuma ada di pusat, jadi kedepan kami berharap ada psikolog yang dapat ditepatkan di berbagai Lapas high risk,” ujar Catur
Dengan telah terjalinnya koordinasi yang bagus dirinya berharap kedepan kerjasama ataupun koordinasi antara BNPT dengan Ditjen PAS dapat lebih ditingkatkan lagi, yang mana diharapkan BNPT bisa membantu dalam segi pemindahan narapidana terorisme (napiter) ke Lapas-Lapas high risk yang ada di Nua Kambangan.
Dirinya memberikan contoh seperti napi teroris yang ada di Lapas Nusa Tenggara Timur (NTT) dimana ada tiga orang petugas Lapas yang malah justru terpapar paham radikal oleh napiter.
“Karena di NTT itu jauh dan kalau dipindahkan ke Nusa Kambangan tentunya kami dari Ditjen PAS tidak memiliki anggaran yang cukup. Untuk itu kami mohon adanya bantuan mengenai pemindahan yang tentunya ada pengawalan dari pihak Polri dan sebagainya,” ucapnya.
Terkait pemindahan 67 napiter dari Rutan Gunung Sindur ke Lapas di Nusa Kambangan dikarenakan Rutan Gunung Sindur akan ditempati tahanan-tahanan yang masih menjalani proses persidangan. Sedangkan napiter maupun napi kasus kiriminal umum lainnya yang sudah incracht atau mempunyai status berkekuatan hukum tetap harus dipindahkan dari Rutan high risk Gunung Sindur ke Lapas di Nusa kambangan
“Pengosongan rutan Gunung Sindur itu juga untuk menampung para tahahan terorisme dari Polda Jawa Timur yang informasinya ada sekitar sebanyak 150 orang serta dari Polres-polres sekitar DKI Jakarta yang akan menjalani masa persidangan,” tuturnya.
Dirinya juga beralasan, pemidahan napiter dari Rutan Gunang Sindur ke Lapas high risk yang ada di Nusa Kambangan dikarenakan dari hasil assement yang dilakukan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) baik dari kasus terorisme ataupun narkoba tersebut diketahui beberapa narapidana itu masih memiiki pemikiran paham radikal yang masih sangat tinggi.dimana massih berlevel satu dan dua.
“Sedangkan Lapas-lapas high risk yang ada di Jawa itu adanya di Nusa Kambangan yang mana Lapas Batu untuk Narkoba dan Pasir Putih untuk kasus terorisme. Untuk itu kami pindahkan ke Lapas yang ada di Nusa Kambangan,” ujar wanita yang pernah menjadi Kalapas Anak di Bandung ini mengakhiri.