Jakarta – Sepanjang 2023 hingga Juni 2024 tidak ada serangan teroris
terbuka. Namun telah terjadi peningkatan proses radikalisasi pada 3
kelompok rentan, yakni perempuan, anak, dan remaja.
“Terjadi fenomena yang muncul di permukaan terkait dengan peningkatan
konsolidasi sel-sel teror dan peningkatan proses radikalisasi pada
generasi muda yaitu perempuan, anak, dan remaja atau pada kelompok
rentan,” ungkap Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme Republik Indonesia (BNPT) Bangbang Surono memaparkan dalam
rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Senin
(9/9/2024).
Tak hanya itu, Bangbang terjadi juga peningkatan migrasi radikalisasi
di kalangan remaja yang semula toleran menjadi intoleran pasif.
“Kemudian meningkat menjadi intoleran aktif, kemudian juga menjadi
terpapar [radikalisme],” lanjut dia.
Menilik data BNPT, sebanyak 70,2% remaja atau siswa SMA masuk dalam
kategori remaja toleran, 22,4% merupakan remaja intoleran pasif, 5%
merupakan remaja intoleran aktif, dan 0,6% merupakan remaja yang
berpotensi terpapar radikalisme.
Data tersebut juga menyebutkan bahwa remaja pada kategori intoleran
pasif bertransformasi menjadi intoleran aktif sebesar 2,4% pada 2016
menjadi 5% pada 2023. 7 Langkah BNPT Radikalisme pada Perempuan, Anak,
dan Remaja
Untuk merespons hal tersebut, BNPT sudah menyusun tujuh program
prioritas yang terdiri atas program perlindungan perempuan, anak, dan
remaja, program pembentukan desa siap siaga, program pembentukan
sekolah damai, program pembentukan kampus kebangsaan. Selanjutnya ada
program asesmen sispam objek vital prioritas dan pegawai dengan tugas
risiko tinggi, program penanganan warga negara Indonesia yang
terafiliasi foreign terrorist fighter (FTF).
“Yang ketujuh, program reintegrasi dan re-edukasi mitra
deradikalisasi, serta keluarga di luar lapas,” pungkas Bangbang.
Lebih lanjut, Bangbang menjelaskan untuk pertama kalinya PBB
mengadopsi proposal penanggulangan terorisme Indonesia untuk dijadikan
model dan aturan dunia.
“Alhamdulillah PBB juga sudah menyetujui proposal Indonesia dalam
bidang penanggulangan terorisme terkait penanganan anak-anak yang
terasosiasi dengan kelompok terorisme,” ujar dia.
Proposal tersebut diterima secara aklamasi dalam sidang ke-33 UN
Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ) yang
diorganisasi oleh UNODC di Wina pada 17 Mei 2024.
“Nantinya akan disahkan menjadi resolusi majelis umum PBB yang memuat
prinsip dan pedoman terkait penanganan anak yang terasosiasi kelompok
teroris,” tutur Bangbang.