Prof Hamdi Muluk: Teori dan Lapangan Harus Saling Mengisi Dalam Membina Napi Terorisme

Depok – Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hamdi Muluk MSi menilai tugas melakukan deradikalisasi terhadap narapidana (napi) kasus terorisme cukup sulit. Untuk itu dibutuhkan kombinasi yang pas antara teori dan praktek lapangan agar proses pembinaan (deradikalisasi) bisa berjalan sesuai dengan harapan.

Pernyataan itu diungkapkan Hamdi Muluk usai penutupan Workshop Penyelarasan Modul Identifikasi Dalam Pengembangan Kapasitas dan Penerapan Manajemen Yang Sesuai Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Tindak Pidana Terorisme. Kegiatan yang berlangsung tiga hari di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Selasa-Kamis (21-23/4/2015) ini merupakan hajatan dari Direktorat Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Kombinasi ini sangat penting karena bisa membuka wawasan bagi petugas lapangan dan juga bagi kami para narasumber. Selama ini kita sebagai narasumber kuat dalam teori, konsep, dan juga metodologi tetapi kita kurang dalam data-data di lapangan. Jadi ini merupakan kombinasi yang bagus dan saling mengisi,” ujar Hamdi Muluk.

Dikatakan Hamdi, selama berlangsungnya workshop, keluhan para petugas Lapas di lapangan adalah masalah mendekati agar dapat meraih kepercayaan dari warga binaan yang tersangkut kasus teroris tersebut.

“Ini perlu kesabaran dan perlu kejelian, tetapi sebenarnya tidak ada yang tidak bisa dilakukan karena hal ini bisa dikatakan sebagai seni dalam merangkul orang seperti seni mendekati orang, seni berkomunikasi, seni membangun hubungan baik dengan orang,” katanya.

Namun terlepas dari itu semua sebenarnya yang paling penting itu adalah bagaimana cara melakukan komunikasi yang baik antara petugas Lapas dan warga binaanya yang tersangkut kasus terorisme. Dan inilah yang dipelajari para petugas Lapas selama workshop tersebut.

“Jadi dalam workshop ini kita berikan materi pelatihan seperti bagaimana cara mewawancarai orang, mengamati, mendapatkan data warga binaanya itu. Dan semuanya itu ada ilmu dan seninya. Jadi selama tiga hari ini kita bicara semua terkait teori, prakteknya, seninya, hambatannya bagaimana dan seperti apa itu kita ungkapkan semua lalu kita padukan dengan apa yang terjadi dilapangan selama ini,” terang Hamdi.

Untuk itu, Hamdi Muluk menyarankan agar kegiatan seperti ini secara reguler selama tiga bulan sekali karena perlu adanya evaluasi mengenai kendala-kendala di lapangan. “Evaluasi seperti apakah sasaran yang dicapai bisa terlaksana, kalau tidak dapat kendalanya ada dimana. Jadi ini harus berkelanjutan, kan tidak dapat sekali workshop bisa langsung jadi,” pungkas Hamdi Muluk.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *