MATARAM-Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Pol Sutarman mengatakan, Polri berupaya agar dapat menumpas kelompok teroris sebelum rencana penyerangan dilakukan.
“Kini Polri sudah bisa menangkap atau menumpas mereka (kelompok teroris) sebelum mereka melakukan peyerangan, tetapi sudah merencanakan penyerangan,” kata Sutarman usai peresmian “Laboratorium Cyber Crime Investigation Satellite Office” (CCISO) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan, teknologi CCISO itu sangat membantu polri melacak dan mengejar kawanan teroris yang berkeliaran di wilayah Indonesia, sepanjang para teroris itu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Kini, seluruh polda di Indonesia sudah mengoperasikan laboratorium “cyber crime” dan sudah pula terkoneksi dengan laboraroium CCISO Mabes Polri yang sudah lebih dulu dibangun.
Selain itu, jaringan CCISO di berbagai polda juga telah tersambung dengan pusat pemantauan (monitoring center) atau jaringan JCLEC (Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation), untuk menganalisa komunikasi dari jaringan kejahatan, seperti terorisme, narkotika, pencucian uang, dan korupsi.
“Dengan CCISO dan monitoring center, kita mampu memantau seluruh pergerakan mereka (teoriris),” ujarnya.
Dengan bantuan CCISO itu Polri telah berkemampuan menangkap teroris dan mengamankan bom sebelum meledak. Apalagi, sasaran teroris antara lain tempat perekonomian karena dampaknya akan luar biasa dahsyatnya.
“Makanya, kita harus bisa mencegah mereka jangan sampai menyerang, atau meledakan bom yang direncanakan. Kalau sampai itu terjadi atau sudah menyerang, maka butuh waktu tahunan untuk mengembalikan kepercayaan publik,” tukasnya.
Kendati demikian, Polri pun masih tetap mengandalkan surveyor manual dalam memantau pergerakan jaringan teroris, sehingga aksi penumpasan kawanan teroris itu tidak sia-sia.
Karena itu, setiap kali penggerebekan lokasi persembunyian kawanan teroris, pasti ditemukan bom dan bahan peledak lainnya.
“Makanya saat penggerebekan pun polri harus tegas, kalau tidak mau menyerah langsung dilumpuhkan seperti di Tulungagung, beberapa waktu lalu yang mengakibatkan dua meninggal dua orang lainnya ditangkap hidup,” tandasnya.
Sutarman mengakui, paradigma sasaran teroris pun agak bergeser dari awalnya gambar atau simbol-simbol asing, menjadi sasaran aparat kepolisian atau aparat yang menumpas jaringan terorisme itu.
Ia mencontohkan bom di Bali, Hotel JW Marriott, dan ledakan di sejumlah kedutaan asing di Indonesia.
“Sekarang ini sudah jadi risiko polisi atau aparat keamanan yang menumpas teroris, sehingga kalau belum bisa menangkap seluruhnya maka itu risiko aparat keamanan,” ucapnya. Polri pun tidak segan-segan menembak mati kawanan teroris itu jika terindikasi memiliki bom atau bahan peledak.
“Kalau diimbau menyerahkan diri tidak mungkin kalau teroris, dan itu malah akan membahayakan petugas, kalau tidak tembak maka petugas yang ditembak mati,” ujarnya.(ant/hrb)
sumber: investor online