Polda Lampung Sosilaisasi Pencegahan Paham Radikal pada Kaum Perempuan

Polda Lampung Sosilaisasi Pencegahan Paham Radikal pada Kaum Perempuan

Lampung – Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) melaksanakan kegiatan sosialisasi pemahaman perempuan terhadap bahaya radikalisme melalui pendekatan keluarga di Ruang Sungkai Kompleks Kantor Gubernur Lampung, Kamis (2/5).

Dalam acara sosialisasi yang diselenggarakan oleh BKOW Provinsi Lampung ini, turut menghadirkan beberapa narasumber dan pembicara yaitu Laila Maharani sebagai psikiater, Ketua Umum MUI Lampung Khairuddin Tahmid, dan perwakilan Dirintelkam Polda Lampung AKBP Akbar Ahmad Defyudi.

Laila Maharani dalam materinya mengatakan, peran keluarga dalam penanggulangan radikalisme dan terorisme perspektif psikologi sosial sangat penting. “Maka dari itu saya akan membahas mengapa terorisme sudah melibatkan keluarga, bagaimana proses perspektif psikolog sosial dalam keluarga, dan bagaimana solusinya,” ujarnya.

Untuk itu, lanjutnya, perlunya mengetahui apa itu radikalisme dan bagaimana ciri-ciri sikapnya. “Dan ciri-ciri sikapnya yaitu intoleran, fanatik, eksklusif, dan revolusioner. Dan yang membedakannya adalah prilaku antar pribadi,” ungkapnya.

Sementara itu, AKBP Akbar Ahmad Defyudi menjelaskan saat ini Polda Lampung terus mensosialisasikan bahaya paham radikalisme. Oleh karena itu, Polda Lampung harus memberikan sosialisasi bagaimana peran polri dalam mencegah dan menangkal penyebaran paham radikal di Lampung.

Baca juga : Potensi Radikalisme di Tingkat Dikdasmen Masih Jadi PR

“Untuk proses radikalisasi itu melalui beberapa tahapan, seperti pendekatan, perekrutan, pembalatan, pembinaan lalu lari melakukan amaliyah jihad,” ujar Akbar, seperti dikutip radarlampung.co.id, (2/5).

Problem utama dalam bahaya paham radikalisme ini bahwa ternyata kelompok teroris saat ini juga melirik wanita seperti kasus bom surabaya. Dengan modus operandi itu bergerak dinamis sekali melihat kultur kita dengan perempuan dan anak-anak sudah mulai didekati.

“Sedangkan untuk generasi muda menjadi ladang penyebaran paham negatif. Ini karena mereka masih proses mencari jati diri,” ungkapnya.

Untuk itu, upaya antisapinya yaitu orang tua bisa melakukan deteksi dini paham negatif di sekitarnya. Berikan pemahaman yang toleran dan kasih sayang terhadap setiap perbedaan, psikologis orang tua memiliki peran strategis dalam membangun jiwa anak yang religius, perianh, dan gembira.

“Dan juga lingkungan dapat mencerminkan hal yang humanis, toleransi, saling menolong, gotong royong, dan mengikis rasa individualisme,” pungkasnya.