Belakangan ini, kelompok teroris internasional ISIS justru menunjukan gejala kian eksis. Hal ini ditunjukan pada tanggal 25 oktober 2016 lalu militer filiphina menyerbu sarang Abu Sayyaf di Baranggay Maligaya dan menewaskan dua belas tentara pilihan. Dari sini, Al Bagdadi sebagai pemegang pucuk pimpinan tertingi ISIS menilai bahwa pimpinan kelompok Abu Sayyaf memiliki kepiawaian dalam memimpin, cocok untuk memimpin ISIS di wilayah Asia Tenggara.
Untuk itu, melalui koran ISIS An Naba, pimpinan kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Tatoni Hapilon ditunjuk sebagai pimpinan provinsi jauh ISIS (Wlayat Filipina) dengan nama panggilan Syeikh Mujahid Abu Abdullah al Filipini. Untuk menggerakkan kelompoknya, Hapilon menghidupkan dewan perwakilan, semacam DPR, yang dinamakan Ahlus Shura. Sementara untuk efektifitas serangan, Hapilon membentuk empat batalyon tempur, masing masing; (1) Batalyon Anshar al-Syariah yang dipimpin oleh Abu Anas al Muhajir dari Malaysia, (2) Batalyon Mara’kah al Anshar dipimpin oleh Abu Amar, tokoh kelompok Abu Sayyaf Radilan Shahiron, (3) Batalyon Anshar Khilafah yang dipimpin oleh Abu Safiro dari suku Tagalog, dan (4) batalyon al- Kharakatu al Islamiyah.
Kekuatan ISIS di Filipina juga semakin kuat setelah kelompok Moute melakukan serangan brutal di kota Davao pada tanggal 2 September 2016 lalu. Dalam serangan ini, 15 warga sipil tidak berdosa tewas dan 70 orang lainnya mengalami luka. Pada tanggal 28 Desember 2016, kelompok ini melakukan dua pengeboman di Hilongas serta menyerbu penjara di Lanao de Sur dan membebaskan tahanan teroris untuk selanjutnya berbaiat kepada al Bagdadi (ISIS).
Posisi kelompok Moute selalu dipandang sangat menguntungkan, utamanya karena mereka menguasai daerah otonomi khusus ARMM (Atonomous Region of Moslem Mindanao). Moute sendiri adalah pecahan dari BIFF (Bangsa Moro Freedom Fighter) yang merupakan pecahan dari MILF (Moro Islamic Liberation Front).
Sumbangsih Asean Bagi ISIS
Para Mujahidin Indonesia, di bawah pimpinan Bahrun Naim membuat kelompok Paguyuban Mujahidin dengan nama Katibah Nusantara. Kelompok ini pada awal berdirinya dipimpin oleh tiga serangkai, yakni Bahrumsyah, Bahrun Namin dan Salaim Mubarok alias Abu Jandal.
Yang paling dominan tampil dan secara masif menyerukan propaganda heroik dan maskulinitas dalam bingkai perjuangan agama di sosial media adalah Bahrun Naim. Dalam berbagai komunikasi kepada jaringannya, dia menyerukan lima hal; 1) seranglah dan targetkan orang asing dan polisi, 2) yakinlah teror yang kita lakukan adalah seruan Rassullullah Saw, 3) Agar singa-singa Indonesia giat melakukan jihad, 4) anjuran untuk membunuh 5) Anjuran terendah adalah menawan orang yang tidak seidiologi, menyerang secara serentak, atau minimal memata-matai pemerintah dan aparat penegak hukum.
Dalam perjalanannya, Katibah Nusantara mengalami pelemahan. Hal ini dipicu oleh kabar tewasnya dua pimpinan pucuk kelompok ini, yakni; Abu Jandal dan Bahrumsyah yang tewas akibat bom bunuh diri yang prematur. Meski begitu, hilangnya dua mujahidin Indonesia itu tidak berarti melemahnya kekuatan katibah Nusantara di Iraq dan Suriah, karena tidak lama setelah kabar kematian dua orang di atas, Muhamad Faiz alias Muhamad Saefudin yang bernama baru Abu Walid, seorang mantan narapidana terorisme di Filipina berkewarganegaraan Indonesia, bergabung.
Ia adalah kekuatan baru yang mendukung ISIS di Irak dan Suriah. Lelaki berumur 34 tahun asal kelompok Solo itu pernah dipenjara di Filipina dengan pidana kurungan selama sembilan tahun. Saudara kembarnya, yang juga teroris, tewas di Ambon tahun 2000-an. Setelah bebas dan dideportasi ke Indonesia, ia menikahi adik kandung Urmah alias Budi (teroris yang menyembunyikan dan membantu Noordin M top), ia pun akhirnya berangkat ke Suriah untuk memperkuat Katibah Nusantara.
Melihat perkembangan situasi global saat ini, kekuatan ISIS, khususnya dengan jaringan teroris Aseannya justru tampak sedang menggeliat bangkit. Seorang anggota ISIS warga negara Malaysia yang berada di Suriah atasnama Muhamad Wanddy alias Muhamad Jeddi diketahui telah ikut bergabung. Ia ikut merekrut orang-orang dari Indonesia, Thailand dan Banglades untuk berangkat ke Suriah atau ke Filipina.
Mengamati hal ini, otoritas Malaysia lantas melakukan respon cepat agar tidak kecolongan. Berberkal informasi dari banyak negara sahabat, negeri Jiran tersebut lantas mengadakan operasi besar-besaran guna mencegah terorisme. Pada tanggal 13 sampai 19 Januari 2017 misalnya, Polisi Diraja Malaysia melalukan operasi teroris besar-besaran dan berhasil menggagalkan rencana perkuatan ISIS kelompok Filipina pimpinan Isnilon Tatoni Hapilon. Malaysia berhasil menangkap warga negara Filipina berumur 31 tahun sebagai penunjuk jalan, dua orang dari Bangladesh, dan seorang wanita malaysia berumur 27 tahun sebagai fasilitor keberangkatan. Hasil operasi ini juga mengungkap indikasi keterlibatan jaringan Sabah, Mahmoed Achmad dalam kelompok Isis di Asean.
Amarah Sang Presiden
Berbeda halnya dengan Filipina. Presiden Filipina Duterte dua bulan yang lalu memerintahkan militer untuk menggempur markas Abu Sayyaf yang sudah berafiliasi dengan ISIS. Banyak analisis mengatakan bahwa pimpinan ISIS Isnillon Tatoni Hapilon telah tewas. Namun alih-alih melemah, teroris ISIS Filipina justru nampak semakin kuat. Awal maret 2017, Batalyon infantri ke 41 Filipina gagal menyerbu markas-markas kecil Abu Sayyaf di Talipoa, Sulu, Filipina.
Bisa dibayangkan, 32 prajurit terluka parah hanya untuk menghadapi 80 militan ISIS kelompok Abu Sayyaf. Sehingga dengan geram Presiden meyakinkan bahwa Isnilon Sudah tewas dua bulan lalu. Tanggal 3 maret 2017 di istana Malacanang beliau berulang mengatakan, “Baka patay na Isnilon Tatoni Hapilon” yang artinya “Isnilon Tatoni Hapilon telah mati”.
Baca: Baka Patay Na Isnillon Tatoni Hapilon
Jaringan ISIS di Indonesia memang banyak, dan tersebar di seluruh wakalah (wilayah), namun ISIS juga membaca bahwa aparat Indonesia sangat alert dan jeli serta siap melakukan penangkapan bagi siapapun terkait terorisme dan ISIS.
Sekilas Penegakàn Hukum dan Terorisme di Indonesia Tahun 2016 Dan 2017
Tidak bisa dihindari bahwa maraknya penangkapan teroris akhir-akhir ini membuat masyarakat terhenyak dan terkaget kaget betapa teroris itu senantiasa ada ditengah-tengah kita. Masyarakat hampir dipastikan tidak bisa mengenali dan tidak mengetahui aktivitas keseharian mereka terkait jaringan terorisme. Mereka berbaur di tengah komunitas sosial sebagaimana yang dilakukan masyarakat pada umumnya. Biasanya kita baru terheran-heran saat teroris –tetangga kita tersebut— ditangkap oleh aparat.
Seperti halnya penjemputan terhadap seorang deportan terduga ISIS dari Turki yang dialami oleh seorang anggota DPRD kabupaten Pasuruan bernama Muhamad Nadir Umar di terminal 2 Bandara Internasional Juanda yang tiba jam 15.21 WIB beberapa waktu lalu. Ia dijemput aparat berwajib setelah turun dari pesawat Air Asia nomor penerbangan XT 327 rute Kuala Lumpur-Surabaya dari Turki.
Kasus menarik lainnya terjadi pada hari Jumat 7 April 2014 lalu, masyarakat tiba-tiba dihebohkan saat tiga teroris dari kelompok Jamaah Asharut Daulah (JAD) pimpinan Aman Abdurrahman ditangkap oleh Densus 88 AT di Kecamatan Paciran, Lamongan. Tiga teroris itu adalah Zainal Anshori (ZA), Adi Bramadinata (AB), dan Zainal Hasan (ZH). Zainal Anshori selama ini diketahui dan teridentifikasi sebagai pimpinàn kelompok ini . Dia pernah mengikuti latihan militer di Filipina. Pernah juga melakukan pembelian senjata api di Filipina. Bahkan Dua dari lima senjata api miliknya dipakai saat peristiwa bom Thamrin 2016 tahun lalu.
Tiga lainnya masih dalam setatus DPO (Daftar Pencarian Orang). Mereka adalah bagian dari kelompok Suryadi Mas’ud (alias Abu Ridho) yang sudah lebih dahulu ditangkap. Sementara peran Adi Bramadinata ( AB) adalah yang membuat perencanaan penyerangan Polsek Brondong di Lamongan. Sedangkan Zainal Hasan bersama Zainal Anshori terlibat dalam aksi pidana terorisme karena melakukan transaksi senjata api di Sangir, Talaut, Sulawesi utara.
Belum lebih dari sehari setelah kasus lamongan,pada hari Sabtu tgl 8 April 2017, enam teroris JAD sisa kelompok Paciran Lamongan melakukan penembakan di Pos Polisi Pereng, Jati Peteng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. Dengan mengendarai mobil rental APV warnah putih Nopol H 9037 BZ, mereka menepikan kendaraan di depan Pos Polisi dan pelaku yang duduk di bangku tengah mengeluarkan pistol dan menembak ke arah Pos Pol tiga kali.
Aiptu Yudi yang melihat seorang mengeluarkan pistol dari dalam mobil kemudian mendorong temannya Aiptu Tata untuk berlindung dari tembakan. Melalui alat komunikasi sang Aiptu melporkan kepada kasat lantas, empat anggota polsek Jenu yang memonitor segera melakukan penyekatan jalan. Tahu kalau mereka disekat, mobil pelaku masuk ke dalam SPBU dan memutar balik, dan terjadilah kejar-kejaran. Bahkan polisi sempat sengaja menabrakan kendaraan untuk menghentikan. Sambil menodongkan pistol, pelaku tetap tidak mau berhenti dan bahkan tancap gas. Sampai ke kebun jagung mereka berhenti dan berlari. Kontak tembak terjadi 5 jam sampai akhirnya keenam pelaku dapat ditembak. Lima pelaku tidak membawa identitas, satu pelaku memiliki paspor bernama Satria Aditama, umur 19 tahun, beralamat di Semarang.
Dari tangan pelaku ditemukan enam pucuk senjata rakitan dan dua senjata api pistol bareta 9mm yang diduga digunakan untuk menyerang Pos Polisi. Kesemua pelaku dipastikan sebagai kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Di samping penangkapan aktual tersebut, sebetulnya masih banyak penangkapan-penangkapan yang kurang terekspos oleh media, seperti penangkapan di Bekasi, Majalengka, Tangerang Selatan, Batam, Ngawi, Solo, Purworejo, Paya Kumbuh, Deli Serdang, Purwakarta dan di berbagai tempat lainnya. Sedangkan dalam tahun 2000–September 2015 saja, sebagai contohnya, aparat telah melakukan penindakan terhadap total 1.143 orang. Dengan rincian; 501 orang sudah selesai menjalani hukuman, dan 328 orang masih menjalani hukuman.
Kasus-kasus terorisme yang terladi sepanjang 2016 dan 2017 , yang sempat membuat masyarakat bergetar dan ingin marah, adalah enam kasus, yakni; Kasus bomb Thamrin, bomb Mapolreta Solo, Kasus Penyerangan Polisi Tangerang, Medan dan Kasus Samarinda. Sungguh pun keenam kasus tersebut dibuat dengan kualitas bom yang rendah, tapi tetap saja sangat menakutkan masyarakat. Dan itulah tujuan terorisme; menebar ketakutan di tengah masyarakat. Namun demikian , banyak pengamat dunia yang mencatat bahwa hanya otoritas Indonesia yang mampu menggagalkan semua perencanaan teror isis.
Menengok Teror Dari Mesir Sampai Paris yang Gagal Diantisipasi
Serangan teror di Mesir yang terjadi pada Minggu tanggal 9 April 2017 lalu sangat mengejutkan dunia, termasuk Indonesia. Serangan yang menimpa Jemaat Gereja Kristen Koptik St George di Kota Tanta itu menewaskan puluhan orang dan melukai banyak orang lainnya. Serangan ini juga menguak luka lama, tepatnya pada Desember lalu, di mana Gereja katedral Koptik di Cairo diserang kelompok ekstrimis dan menewaskan 25 orang serta melukai 45 lainnya.
Begitupun kasus di Stockholm beberapa hari sebelumnya, di mana sebuah truk ditabrakan oleh teroris ke kerumunan orang di sebuah pusat perbelanjaan di wilayah Drottninggatan, pusat kota Stockholm, Swedia. Pemerintah Swedia melakukan antisipasi dengan menutup stasiun kereta api bawah tanah.
Pada hari selasa tanggal 4 April 2017, kota St Petersberg, Rusia juga diguncang aksis teror yang menewaskan setidaknya 14 orang. Tanggal 22 Maret 2017 Inggris juga berduka cita saat seorang teroris menabrakan kendaraan dengan membabi buta. Ia menabrak pejalan kaki. Seorang polisi yang sedang berjaga juga ditikam. Walaupun pelaku berhasil ditembak mati, lima orang tewas dan yang lainnay mengalami luka berat dalam kasus yang dikenal sebagai kasus “Jembatan Westminster” itu.
Pada tanggal 26 Juli 2016, dua pelaku anggota ISIS menyerang gereja di Perancis. Pelaku menyandera lima orang yang sedang melaksanakan misa pagi. Seorang pendeta jadi korban aksi ini, namun pelaku berhasil ditangkap dan semua sandera berhasil dibebaskan. 28 Juni 2016 Turki juga diserang. Bandara Atarturk Istambul di Bom, 37 orang tewas akibat serangan bunuh diri yang dilakukan oleh tiga militan ISIS.
Kembali di Perancis, kota Nice mengalami serangan mau teror pada tanggal 14 Juli 2006 usai seorang pelaku menabrakan truk ke sebuah kerumunan orang, akibatnya, 80 orang meningal. Tanggal 22 Maret 2016, tiga ledakan terjadi di Kota Brusel, Belgia. Dua ledakan di Bandara Zaventem dan sebuah ledakan di stasiun kreta api bawah tanah dekat kantor pusat Uni Eropa. 150 orang tewas. Tanggal 13 November 2015, 130 orang tewas dalam sebuah serangan membabi buta di cafe, restoran, tempat konser, hingga stadion olah raga.
Bagaimana Dengan Jaringan ISIS di Asia Tenggara?
Seiring dengan melemahnya ISIS di Irak dan Suriah, di wilayah Asia Tenggara justru ISIS menunjukkan kekuatannya. Seiring dengan perintah juru bicara ISIS, Abu Muhamad al Muhajeer, yang menggantikan al Adnani yang tewas pada Agustus 2016, kepada pengikut setia Al Baghdadi di berbagai negara, yakni untuk beramaliyah bisa dilaksanakan di negaranya masing-masing tanpa perlu berangkat ke Suriah atau Irak. Perintah ini membuat sel-sel teroris yang tidur kembali bangkit. Pengikut tokoh-tokoh penting teroris Malaysia yang telah meninggal tahun 2015 seperti; Machmoed Achmad seorang dosen kajian Islam di Universitas Malaka, Much Jaraimee Awang alias Abu Nur, Mohamad Najib bin Husin, dan Abu Anas al Muhajir, kembali merapatkan barisan menyusun kekuatan.
Akibatnya tidak tanggung-tanggung, pada bulan juni 2016 beredar luas di youtube seorang warga negara Malaysia bernama Mohamad Pati Udin dan seorang Warga negara Indonesia Mohamad Karim Yusuf Faiz bersumpah setia (bai’at) kepada Isnilon Tatoni Hapillon, pemimpin Abu sayaf Group. Hal mana tentu akan sangat menguntungkan Abu Sayyaf mengingat Malaysia sudah bertahun-tahun menjadi sumber pendanaan dan personal Abu Sayyaf.
Malaysia secara spesifik punya hubungan dengan Abu Sayyaf basilan dan semenanjung Malaysia yang personalnya berpendidikan lebih tinggi. Indikator yang menunjukan bahwa di Malaysia pun ISIS menguat adalah dengn lahirnya sarana Media ISIS beripa surat kabar Al Fatin pada tanggal 20 junin2016. Ide pendirian koran tersebut adalah untuk menampung mujahidin serumpun melayu (Indonesia, Malaysia, Brunai Darusalam dan Singapura ). Edisi perdana surat kabar berisi tentang jihad sebagai tema Ramadhan yang berisi pesan-pesan dari para idiolog media. Sedangkan isi yang umum adalah tentang perkembangan ISIS di Irak dan Suriah.
Bagi Malaysia, hal terkait dengan semua pergerakan kelompok teroris pro ISIS itu merupakan ancaman nyata. Pada bulan juni 2016, terjadi pelemparan granat Barrage di Puchong yang melukai delapan orang. Sejak 2013, Malaysia telah menangkap 230 tersangka yang terkait dengan ISIS, 200 di antaranya berkewarganegaraan Malaysia. 90 orang berangkat ke Suriah, 21 tewas dan 7 orang tercatat sebagai pelaku bom bunuh diri.
Apa Keunggulan Indonesia Di Mata Negara-Negara Sahabat?
Pertama, indonesia adalah negara Asean yang paling menderita akibat serangan terorisme. Gerakan NII, dan DI-TII yang basis Idiologinya sama, yakni untuk mendirikan negara teologis.
Kedua, Indonesia dalam menanggulangi terorisme telah menggunakan berbagai pendekatan, mulai pendekatan militer pada orde lama, pendekatan intelijen pada orde baru dan sekarang pendekatan hukum. Hasilnya, ribuan tersangka sudah tertangkap, sementara pada jaman orde lama dan orde baru kelompok teroris baru terungkap dalam 8 tahun terakhir.
Ketiga,regulasi dalam rangka penegakan hukum dan pembinaan senantiasa mengalami ketertinggalan. Orde lama menuntut lahirnya UU no 11 PNPS tahun 1963 tentang tindak pidana subversif. Orde baru menggunakan UU no 11 PNPS tahun1963, namun root causes tidak pernah terungkap hingga tuntas.
Keempat, tuntutan reformasi menghendaki pemisahan alat pertahanan dan penegakan hukum, akibatnya Abri pernah menjadi TNI dan Polri (tap MPR no 6 dan no 7 tahun 2000). Konsekuwensinya, penanganan teror bom Bali, Mariot dan kedubes Australia jadi babak belur. Maka lahirlah UU no 11 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme yang ternyata tidak mampu menjangkau aktifitas dan perencanaan dan returnis ISIS. Maka muncul desakan untuk regulasi baru.
Kelima, keunggulan Indonesia di mata dunia adalah;
1) indikator kualitatif menunjukan bahwa sejak merdeka, Indonesia mengalami kemajuan pesat dalam menangani kejahatan terorisme. Betapa pada 2016 sampai dengan 2017 di Indonesia tidak ada satupun bom yang menggunakan bahan high explosive. Pelaku menunjukan keragu-raguan untuk bunuh diri.
Hal ini tentu sangat berbeda dengan Heri Golun, Asmar Latin Sani, Salik Firdaus, dan anggota JI dulu. saat orde baru ada pembajakan Woyla, ada penyerangan masif pada 4 kedutaan dalam satu rangkaian teror. Sementara di masa orde lama, teror dengan menembak istana dengan pesawat Mig 17. Di orde baru juga terjadi pelemparan granat terhadap presiden.
Yang penting untuk dicatata adalah, bom-bom kelompok JI dan DI-TII dibuat dengan bahan-bahan high explosive. Pada bom bali misalnya, JI membuat bom dengan bahan peledak amunium nitrat seberat 1200 kg, sementara bom pada 2016 dan 2017 dibuat dengan bahan sederhana; black powder.
2) indikator kuantitatif menunjukkan bahwa jumlah kasus pengeboman tahun 2016 dan 2017 hanya 6 kasus. sangat kecil bila dibandingkan pasca terungkapnya jaringan JI pasca reformasi, orde lama dan orde baru yang memiliki ribuan kasus.
3) Indikator kemampuan Negara, khususnya pada fakta bahwa hanya sebagian kecil saja dari teroris yang telah menjalani hukuman kembali masuk pada jaringan teroris. Jikapun ada yang masuk kembali ke jaringan lamanya, rata-rata diakibatkan oleh kekecewaan karena penolakan/stigma negatif dari masyarakat atau karena kesulitan ekonomi.
Program hard aproach yang dilaksanakan pemerintah, berupa penangkapan, dilakukan secara masif dan paralel dengan program soft aproach dalam bentuk derad, rehab, re-edukasi, dan preventif justice yang dilakukan dengan apik dan rapi.
4) pendekatan idiologis, kultur sosiologis dilakukan misalnya dengan menikahkan terpidana teroris di dalam sel. Melakukan kunjungan rutin terhadap mantan napi teroris dalam bingkai family visit. membangun mesjid dan pdsantren bagi tokoh prominent yg dijadikan guru dengan merekrut anak-anak mantan teroris. Hal-hal luar biasa ini mungkin hanya dilakukan di Indonesia. Dan hanya Indonesia yang tokoh-tokoh inti dalam berbagai generasi teroris bisa berdialog dan dekat dengan aparat yang dulu dianggapnya “Thogut”.
Semoga bermanfaat.