Jakarta – Keputusan Presiden Joko Widodo membebaskan terpidana terorisme Abu Bakar Ba`asyir menuai apresiasi banyak pihak. Namun begitu, ada juga yang membacanya sebagai langkah yang sarat muatan politis.Bahkan, ada pula yang mulai menyangsikan tekad Jokowi memberantas terorisme.
Menyikapi fenomena ini, Pengamat Terorisme yang juga Rektor IAIN Pontianak M. Syarif menyatakan keputusan tersebut sebaiknya tidak ditanggapi secara reaksioner. Apalagi di luar kerangka politik hukum dan kebijakan.
Sebaliknya, pertimbangan di balik putusan itulah yang sangat penting diuji.
“Pertimbangannya kan kemanusiaan, sudah sepuh 81 tahun, kesehatannya menurun, sakit-sakitan, butuh perawatan khusus bersama keluarga,” katanya dalam pernyataan tertulisnya yang diterima wartawan, Minggu (20/1).
Menurut Syarif, pertimbangan itu cukup bijaksana mengingat aspek kemanusiaan atau Hak Asasi Manusia merupakan salah satu landasan dan paradigma hukum di Indonesia.
Baca juga : Presiden: Kondisi Kesehatan Jadi Satu Pertimbangan Membebaskan Abu Bakar Ba’asyir
Apalagi pada akhir 2018 lalu, Ba`asyir juga sudah waktunya masuk pembebasan bersarat.
Ba`asyir telah menjalani masa hukumannya selama 9 tahun sejak divonis 15 tahun penjara.
Dikatakannya, ketakutan terhadap kemungkinan terjadinya ancaman teror pasca dibebaskannya Ba’asyir sudah sangat berlebihan.
Sebab, terus Syarif, di samping sudah tua, Ba’asyir juga sudah ditinggal pengikut setianya dan sudah terputus dengan jaringan ekstrimis, seperti Jaringan Anshar Daulah (JAD) dan Jaringan Ansharut Syiah (JAS).
“Enggak usah khawatir, aparat kita sangat paham soal ini,” tegasnya.
Menurutnya jika ada indikasi Abu Bakar Ba`asyir akan berbuat teror lagi, tinggal dicabut saja pembebasan bersyaratnya dan ditahan lagi.
“Saya justru heran ketika ada sebagian pihak menyalahkan keputusan itu dan menuduh Jokowi tidak komit terhadap penanggulangan terorisme,” tukas Syarif.
Padahal, sambungnya, justru di era Jokowi lah pencegahan dan penanganan aksi-aksi terorisme berlangsung sangat progresif.
Pola pendekatan Jokowi dalam penanggulangan terorisme, kata Syarif, tak hanya sebatas tindakan represif. Tapi juga sudah mulai masuk ke pola pendekatan kemanusian.
Menurut Syarif, keputusan membebaskan Ba`asyir sama sekali tak ada hubungannya dengan elektabilitas.Juga tak memengaruhi tekad pemerintah dalam menanggulangi terorisme.
“Keputusan membebaskan Ba’asyir jbukanlah bentuk kompromi dengan kelompok teroris,” tegas Syarif.
“Justru keputusan itu menunjukkan pada dunia bahwa penanganan terorisme di Indonesia sangatlah mengedepankan HAM,” tandasnya.