Jakarta – Pengamat Teroris asal Universitas Malikussaleh Aceh, Al Chaidar menyebut kelompok kriminal bersenjata (KKB), dalam hal ini Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Teroris Tamkin Papua (KTTP), menjadikan agama sebagai dasar dari pergerakan mereka.
Atas dasar tersebut, kata Chaidar, mereka melakukan aksi teror hingga membunuh 19 orang pekerja Trans Papua di Distrik Yigi, Kabupatan Nduga dan satu anggota TNI.
“OPM memiliki ideologi agama yang menjadi basis pergerakannya. Ideologi ini disebut sebagai ideologi organik oleh Antonio Gramsci (1970). Mereka pakai itu, untuk merekrut calon anggota baru. Rekrutmen anggota teroris Tamkin ini biasa dilakukan di wilayah dalam (negeri), jarang ada yang berasal dari luar (pejuang teroris luar negeri),” paparnya di Jakarta yang disitat Antara, Kamis (6/12).
Ideologi organik oleh Antonio Gramsci, kata Al Chaidar, selalu digunakan untuk menjelaskan fungsi dan peran cendekia di dalam masyarakat sipil. Gramsci membedakan dengan serius, kategori intelektual tradisional dan organik.
Kategori pertama merujuk pada intelektual yang bekerja di belakang meja. Sama sekali tidak mau bersentuhan, apalagi bergesekan dengan dinamika perjuangan kelas-kelas sosial yang terpinggirkan atau terzalimi.
Sementara itu, ideologi organik diperkenalkan sebagai kelas intelektual yang terlibat dalam denyut nadi kehidupan sosial, ekonomi, dan ideologi kelas-kelas yang dimarjinalkan.
Baca juga : Antisipasi Paham Radikal, Unesa Siap Jadi Pusat Pendidikan Pancasila
Gramsci dalam bukunya, menurut Al Chaidar, menempatkan peran dan fungsi ideologi organik di dalam relasi kuasa dan ideologi sistem kapitalisme.
“Nah, adanya keterlibatan ideologi agama dalam denyut nadi kehidupan sosial, ekonomi, dan ideologi kelas-kelas yang dimarjinalkan inilah yang menjadi cara dari Kelompok Teroris Tamkin Papua, merekrut calon anggota baru. Semakin banyak anggota mereka, maka kekuatan semakin kuat,” kata Al Chaidar.
Maka dari itu, ditegaskannya, pemerintah dalam hal ini melalui aparat Kepolisian dan TNI harus bergerak cepat. Harus ada operasi militer untuk mengatasi itu. Jika tidak, tindakan teroris serupa dapat terus berulang.
Meski sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti berapa jumlah mereka, namun menurut Al Chaidar, Kelompok Teroris Tamkin ini memiliki afiliasi di wilayah luar negeri, seperti di Australia, Belanda, dan Papua Nugini. Dan bisa saja, seiring berkembangnya waktu, jumlah anggota mereka dapat terus bertambah.
“Jumlahnya belum diketahui. Rekrutmen anggota teroris Tamkin dilakukan di wilayah dalam, jarang ada yang berasal dari luar. Saya belum tahu pasti, bagaimana rekrutmen dilakukan. Biasanya teroris Tamkin atau teroris organik wilayah hanya merekrut anggota dari suku atau sekte agama yang sama dengan kelompoknya. OPM mungkin hanya merekrut di wilayah Papua saja dan tidak memiliki pejuang teroris luar negeri.
Al Chaidar menegaskan, meski saat ini pemerintah dan aparat penegak hukum tengah disibukkan dengan insiden Distrik Yigi, Kabupetan Nduga, namun dia berharap semua komponen keamanan tidak lengah terhadap potensi aksi terorisme yang bisa saja dilakukan atau terjadi setiap saat. Apalagi, mengingat sebentar lagi akan ada perayaan Natal dan tahun baru.
“Saya harap, meski saat ini tengah fokus menangani situasi di Papua, namun jangan lengah terhadap potensi aksi teror lainnya. Karena, potensi itu selalu ada. Tahun baru dan Natal, merupakan momen vokal yang sering digunakan oleh berbagai kelompok manapun,”ujarnya.
Melihat potensi ancaman aksi teror yang masih cukup tinggi di Indonesia, Al Chaidar, meminta kepada seluruh elemen untuk meningkatkan kewaspadaan. Karena, pergerakan dari setiap jaringan atau kelompok teroris itu senyap dan beragam, hingga memiliki motif yang berbeda-beda pula.