Jakarta – Gerakan radikalisme selalu ada di Indonesia dan kian mudah menyebar dengan kemudahan akses via internet. Menangkal hal ini, menurut Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso, harus dilakukan dengan dua cara.
“Caranya adalah lewat penguatan kesejahteraan dan pendidikan masyarakat,” kata Bowo dalam sebuah diskusi bertema radikalisme di Indonesia yang digelar MPR RI, di Medan, Sumatera Utaru, belum lama ini.
Ia mencontohkan fenomena di pilkada, dengan sedikit provokasi gesekan, keributan terjadi dan bahkan ada upaya saling membunuh. Demikian juga dengan radikalisme lebih luas yang bisa dipicu oleh negara-negara luar yang ingin Indonesia tak bisa membangun.
“Di negara maju yang pendidikannya bagus, jarang terjadi radikalisme karena kesejahteraan masih rendah. Kita masih rentan pada radikalisme karena kesejahteraan rendah dan pendidikan rendah,” kata dia.
Ali Taher dari Fraksi PAN mengatakan bahwa peningkatan kualitas pendidikan adalah esensial bagi usaha menghilangkan radikalisasi di Indonesia. Sejauh ini Pemerintah sudah menyediakan anggaran 20 persen bagi pendidikan.
“Masalahnya seberapa besar dana itu digunakan untuk meningkatkan kualitas dibanding untuk sekedar bangun-bangun gedung?” Kata Ali.
Dia juga menilai Pemerintah harus membangun kesejahteraan, keadilan, lapangan kerja, sandang pangan papan, bagi masyarakat. Kerja sama menekan radikalisme bisa dilaksanakan lewat ormas dan organisasi keagamaan. Menurut Ali, kelompok-kelompok itulah yang paling cepat bersentuhan dengan masyarakat.
“Utamanya, dipercepat pertumbuhan ekonomi. Radikalisme dan isme-isme lain itu muncul kalau ada kemiskinan dan pengangguran,” kata Ali.
Markus Junianto Sihaloho/MUT