Medan – Penaggulangan terorisme di Indonesia yang diterapkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan menggunakan pola soft approach (pendekatan lunak) dinilai lebih efektif dalam meredam aksi maupun penyebaran paham radikal terorisme dibanding dengan pola hard approach (pendekatan keras/penegagakan hukum) yang justru malah menjadi reproduksi teroris.
Hal tersebut dikatakan Ketua Pansus Revisi Undang Undang (RUU) terorisme, HR Muhammad Syafi’i, SH, M.Hum, saat memberikan pidato kunci pada acara Rapat Koordinasi (Rakor) Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pendamping Sasaran Deraradikalisasi di Wilayah Sumatera yang digelar oleh Subdit Bina Masyarakat, Direktorat Deradikalisasi BNPT.
“Saya kira memang wajah pemberantasan terorisme hari ini dengan pola soft approach disertai dengan pendekatan pendekatan Humanis seya kira ini berhasil dan lebih efektif. Karena pendekatan hard approach pada hari ini justru, yang terjadi adalah reproduksi teroris,” kata HR Muhammad Syafi’i, SH, M.Hum, di Hotel Emerald Garden, Medan, Rabu (23/1/2019) .
Menurutnya, dengan pola soft approach itu dirinya melihat ada ‘keajaiban’ di dua lokasi yakni di Desa Tenggulun Lamongan dan di Sei Mencirin Deli Serdang yang mana di lokasi tersebut kelompok teroris yang dulunya benci terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), namun kini telah berbalik untuk setia pada bangsa ini.
“Kini mereka bisa mengeluarkan air mata dengan melakukan penghormatan kepada Merah Putih dengan membela NKRI yang mana sebelumnya menjadi narapidana, dan bahkan sekarang mereka menjadi narasumber untuk membantu BNPT bagi pemberantasan terorisme di Indonesia,” ujarnya
Lebih lanjut dirinya mengatakan, penguatan kelembagaan yang sekarang ini dimiliki BNPT dengan telah disahkannya UU No.5 tahun 2018 memberikan peran yang lebih kuat bagi BNPT untuk membuat program, mengkoordinasikan seluruh Kementeraian/Lembaga (K/L) untuk melaksanakan program dalam rangka memberantas terorisme akan menjadi sangat strategis.
Baca juga : Seluruh Komponen Bangsa Harus Ikut Terlibat dalam Mencegah Aksi Terorisme
“Karena tidak dimungkinkan oleh UU ini bahwa BNPT tidak memiliki cabang sampai ke daerah tentunya akan membuat kelompok-kelompok pendamping seperti ini saya kira menjadi langkah yang antisipatif. Ini supaya keterbatasan kelembagaan yang hanya ada di pusat bisa teratasi dengan adanya kelompok kelompok pendamping yang dibentuk di setiap daerah di seluruh Indonesia. Saya mengapresiasi program BNPT di dalam rangka mencegah tumbuh dan berkembangnya terorisme di Indonesia,” ucapnya..
Untuk itu dirimya berharap bagi instasi terkait yang ada di daerah dapat bersinergi dengan BNPT dalam menjalankan tugas untuk menjalankan program deradikalisasi ini “Kepada semua K/L tidak terkecuali yang hari ini memang memiliki kewajiban untuk melakukan koordinasi dengan BNPT dalam rangka pemberantasan terorisme, saya kira memang harus menyiapkan program yang spesifik,” ucap pria yang biasa disapa Romo ini.
Menurutnya program yang spesifik ini untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan yang kemudian nantinya dikoordinasikan dengan BNPT baik itu dengan Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama dan kementerian lainnya.
“Sehingga apa yang menjadi sebab orang menjadi terorisme itu yang harus kemudian diantisipasi. Karena orang yang menjadi penyebab terorisme ini selama ini merasa dimarjinalkan, tertekan, kemiskinan, kebodohan dan lain-lain,” ujar Romo
Dan hal tersebut menurutnya tidak bisa dilakukan oleh BNPT sendiri, namun harus dijalankan dengan melakukan sinergitas dengan semua K/L terkait yang ada. “Oleh karena itu semua K/L harus memiliki respon yang positif untuk menyiapkan program, menyahuti tugas, kewenangan dan fungsi dari BNPT itu sendiri,” kata Romo mengakhiri.