Jakarta – Koordinasi antar Aparat Penegak Hukum dalam menangani narapidana kasus tindak pidana terorisme baik dimulai dari tingkat penyidikan yang dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Teror, penuntutan oleh Kejaksaan hingga putusan pengadilan oleh hakim sampai menjalani masa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) selama ini dirasakan sudah terintegarasi secara bagus.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Pembinaan Narapidana Permasyarakatan dan Latihan Kerja Produksi pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Drs. Harun Sulianto, Bc.IP, S.H., M.Si disela sela acara Koordinasi Antar Aparat Penegak Hukum terkait Penempatan Narapidana Terorisme. Rakor tersebut digelar oleh Subdit Hubungan Antar Lembaga Aparat Penegak Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Hotel Gran Mahakam, Jakarta, Rabu (7/11/2018)
“Dan ini yang membanggakan. Secara pribadi saya menilai bahwa dibandingkan dengan napi kasus kriminal lainnya, hanya penanganan napi terorisme yang sampai hari ini yang terintegrasi. Jadi data mulai dari identifikasi di penyidikan, kemudian penuntutan dan assesment itu sudah dilakukan secara bersama-sama,” ujar Drs. Harun Sulianto, Bc.IP, S.H., M.Si
Lebih lanjut dirinya mengatakan, demikian halnya ketika akan memberikan hak narapidana dengan memberikan asimilasi juga sudah terintegrasi dengan tim secara bersama. “Apaagi dengan adanya Undang-Undang terorisme yang baru yakni Undang-undang No.5 tahun 2018 dimana kebetulan kami juga ikut membahasnya Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tindaklanjut dari UU terorisme itu, khusus menangani dengan pasal tentang deradiklaisasi itu,” katanya..
Baca Juga : BNPT Gelar Pertemuan Rutin Antar Aparat Penegak Hukum untuk Bahas Penempatan Napi Terorisme
Dirinya merinci bahwa saat ini ada sebanyak 445 orang napi dan tahanan terorisme yang tersebar Lapas maupun Rutan yang ada di Indonesia. Dari segi jumlah mungkin sedikit, dibanding dengan 250 ribu lebih napi dan tahanan kasus kriminal lainnya. Namun demikian penanganan napi terorisme ini menurutnya agak berbeda, sehingga perlu penanganan secara terintegrasi dengan antar aparat penegak hukum.
“Untuk itu kami dari Ditjen PAS berterima kasih karena selama ini chamistry yang dibangun bersama Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Teror, Kejaksaan Agung, Pengadilan dan juga BNPT dalam rangka pembinaan dan penaganan napiter ini bisa berjalan secara terintegrasi,” ujarnya.
Dirinya mengaku kalau selama ini tidak ada kendala-kendala secara prinsip dalam upaya untuk menempatkan para napi teroris tersebut dikarenkan semua tim sudah bekerja dengan baik. Namun demikian menurutnya kalau sampai salah dalam menempatkan napi terorisme tersebut tentunya juga akan menjadi persoalan.
“Tetapi ada kebijakan dari Ditjen PAS, untuk lapas Pasir Putih akan ditempati napiter yang beresiko tinggi. Dan saat ini sedang dibangun Lapas di Karanganyar yang juga berada di Nusa Kambangan untuk yang Super Maksimum Security termasuk untuk yang napi terorisme. Jadi mereka yang masih kriteria militan dan high risk akan ditempatkan di sana. Tapi ketika meraskan assement dan evaluasi tim ini grade atau tingkat radikalismenya menurun akan ditempatkan di Lpas yang tidak high risk lagi,” katanya..
Untuk itu pihaknya juga berterima kasih kepada BNPT yang selama ini sudah menginisiasi Rakor Penegakkan Hukum yang telah digelar selama ini dalam rangka penanganan napi terorisme “Mudah mudahan kedepan sinergi ini akan terus berlanjut dengan baik,” ujarnya mengakhiri