JAKARTA- Beberapa pengamat komunikasi mendukung adanya pemblokiran situs radikal oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoinfo). Beberapa situs yang dikhabarkan diblokir masih bisa diakses melalui laptop dan komputer.
Pemblokiran beberapa situs radikal di Indonesia sangat tepat dilakukan. Dalam kehidupan beradab dan berdemokrasi tidak dibenarkan tindakan radikal, apalagi mengatasnamakan agama,” kata pengamat komunikasi Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing kepada media, Selasa (31/3/2015).
Menurutnya di negara demokrasi seperti Indonesia, tidak boleh ada usaha-usaha mendorong, menciptakan dan melakukan tindakan radikal oleh satu kelompok ke kelompok lain. “Setajam apapun konflik, tidak dibenarkan mengambil tindakan melalui kekerasan dari atau ke siapapun juga. Dalam berperang sekalipun ada aturan dan etika yang harus ditaati oleh banyak pihak,” kata Emrus yang juga menjabat sebagai CEO Survey Lintas Nusantara.
Karena itu menurut Emrus, penutupan situs-situs radikal itu sudah tepat. Radikalisme tidak boleh ditanamkan melalui teknologi komunikasi misalnya internet. “Teknologi informasi harus digunakan untuk kemaslahatan manusia bukan untuk menyebarkan faham radikalisme yang dapat menghancurkan sesuatu,” kata Emrus yang juga mengingatkan pemerintah akan adanya situs-situs yang terlihat moderat tapi sebenarnya mengandung unsur radikalisme.
“Sangat tepat pemerintah mengawasi dan melawan radikalime yang tersebar di Indonesia melalui dunia maya seperti Kemenkoinfo dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),” kata Emrus. Menurutnya ada dua keahlian utama yang dibutuhkan pada lembaga ini, yaitu keahlian Information Teknologi (IT) yang mengurusi teknologi komunikasi, termasuk memblokir dan menghadapi serangan virus yang dapat merusak jaringan internet yang kita gunakan melawan faham radikalisme.
Kedua menurut Emrus adalah keahlian menganalisa, merancang pesan yang mampu melawan dan ‘menjinakkan’ isi pesan radikal yaitu ilmuan komunikasi. Kemasan pesan yang dibangun juga harus mampu menciptakan deradikalisme di tengah masyarakat. Sementara itu pakar komunikasi dari Universitas Pembangunan Nasional
(UPN) Veteran Surabaya, Catur Suratnoaji mengatakan bahwa selain memakai media sosial, upaya membendung faham radikal juga harus melalui komunikasi interpersoanal. ‘Deradikalisasi juga harus dikombinasikan dengan pengaruh key person kepada sekelompok orang dengan diskusi dan beberapa upaya persuasi secara personal,” kata
Catur.