PEMBINAAN DESA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA ANTI RADIKALISME-TERORISME

Pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

Dalam undang-undang republik Indonesia nomor 6 tahun 2014 tentang desa, diatur 13 poin utama dalam asas desa, yaitu; tentang azas keberagaman, kebersamaan dan kegotongroyongan serta kekeluargaan. Dengan bertujuan  untuk meningkatkan ketahanan sosial dan budaya setempat, masyarakat desa diharapkan mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional,

Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara  BNPT dengan Komisi III DPR-RI pada hari Rabu tanggal 27 Mei 2015 lalu, Erma Ranik, anggota Komisi III mengusulkan agar BNPT melakukan Kerjasama Pencegahan Terorisme dengan beberapa Kementerian sebagai upaya Pencegahan Terorisme. Menurutnya BNPT bisa melakukan semacam MoU dengan kementerian pembangunan desa untuk melakukan semacam sosialisasi dan pelatihan kepada aparat-aparat desa di seluruh provinsi. Jika hal ini dapat diwujudkan, maka upaya ini sangat membantu memaksimalkan upaya BNPT dalam menanggulangi radikalisme yang ada.

Erma melanjutkan, aparat desa memiliki posisi penting karena yang paling  tahu kondisi warga di wilayahnya. Pelatihan ini diharapkan dapat memunculkan kesadaran bagi masyarakat tentang pentingnya menolak radikalisme, sehingga masyarakat dapat terlibat aktif dalam memberantas bibit radikalisme yang berpotensi muncul di wilayah mereka.

Desa merupakan organisasi ruang terkecil dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), selain Pemerintah Pusat, Kabupaten/ Kota, Kecamatan dan Kelurahan. Maraknya aksi radikalisme-terorisme di wilayah Republik Indonesia tidak terlepas dari adanya celah-celah kosong yang menganga dalam masyarakat desa.

Tingkat pendidikan yang rendah serta tingginya angka kemiskinan merupakan celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dalam menjejalkan paham-paham radikal-terorisme terhadap masyarakat. Lemahnya tingkat pendidikan masyarakat menjadi celah utama yang dimasuki dalam menggalang anggota baru. Sasaran utamanya adalah pemuda dan pelajar yang tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan yang baik dalam hal agama.

Mereka yang belum begitu paham dengan ajaran agama akan mudah terbuai dengan propaganda yang dibungkus dalam payung agama. karenanya peran aparatur dan pembangunan sistem aparatur Desa dibutuhkan sebagai benteng pertama dalam menanggulangi segala kemungkinan masuknya pengaruh-pengaruh konta produktif terhadap tujuan kemajuan dan perbaikan bersama.

Paham radikal-terorisme telah menjadi salah satu ancaman nyata bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kecenderungan untuk merasa memiliki kebenaran tunggal, merendahkan kelompok lain yang tidak sepaham dan penghasutan, merupakan agenda yang ditebar untuk membuat bangsa ini bubar.

Dengan demikian, pembinaan desa dan pemberdayaan aparatur desa merupakan hal yang sangat penting terutama untuk menjaga nilai-nilai gotong royong, kekeluargaan dan kebersamaan yang ada pada masyarakat desa.

Pembinaan dan Pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat kurikulum standar, ketahanan nasional, kurikulum pendidikan anti radikalisme, sampai kepada pelatihan aparatur desa untuk mengimplementasikan pemahamannya kepada masyarakat. Dalam hal ini sasaran utamanya adalah pemuda dan pelajar.

Hal ini harus segera dilakukan agar nilai-nilai budaya desa tidak semakin terkikis atau bahkan hilang. Hilangnya nilai budaya pada level desa akan berpengaruh langsung pada ketahanan sosial dan ketahanan nasional yang sangat penting bagi bangsa Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *