Beberapa waktu lalu masyarakat dikejutkan beredarnya video sekelompok anak usia sekolah dasar sedang dilatih menggunakan senjata api. Mereka tampak bersemangat dan mahir dalam memainkan senjata berbahaya tersebut. Video ini pasti membuat miris, terutama bagi masyarakat Indonesia yang mencintai dan menjunjung tinggi perdamaian. Apalagi sempat muncul isu bahwa anak-anak yang ada dalam video tersebut adalah warga negara Indonesia, karena beberapa dari mereka dapat berbicara menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, plus wajah dari anak-anak tersebut yang sekilas tampak ‘sangat Indonesia’.
Benarkah demikian? Jawabannya bisa saja tidak, mengingat tidak semua dari anak-anak tersebut berbicara menggunakan bahasa Indonesia, sehingga muncul juga kemungkinan bahwa mereka adalah warga negara lain, terutama yang berasal dari kawasan asia, khususnya Asia Tenggara. Sangat mungkin pula video tersebut dibuat di luar Indonesia. Sehingga muncul juga kemungkinan anak-anak yang ada di video tersebut adalah anak-anak yang lahir dari keluarga WNI yang tinggal di luar Indonesia, tidak menutup kemungkinan pula bahwa anak-anak tersebut belum pernah (atau tidak akan pernah lagi) datang ke Indonesia.
Bendera Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang menjadi latar video tersebut mungkin awalnya ditujukan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa kelompok ini telah benar-benar siap untuk mendirikan negara Khilafah, karena mereka bahkan telah menyiapkan anak-anak yang kelak akan bergabung dalam perang. Tapi, lagi-lagi, benarkah demikian? Bukankah pelibatan anak-anak merupakan tanda kecemasan dan bahkan mungkin kepanikan dari kelompok pimpinan Abu Bakar al Baghdady ini? Karena melibatkan anak-anak dalam urusan ‘orang dewasa’ adalah pertanda bahwa kelompok ini kekurangan orang dewasa yang sesungguhnya.
Hal ini jelas sangat bisa dimengerti, karena ISIS sesungguhnya tidak mendapat respon positif dari dunia muslim internasional, sehingga wajar jika mereka akhirnya panik. Meski mengklaim diri sebagai organisasi Islam besar, ISIS nyatanya tidak mendapat sambutan yang positif dari kalangan muslim di Suriah sendiri. Hal ini terutama karena apa yang dilakukan oleh ISIS bertentangan dengan tradisi-budaya masyarakat Suriah yang menjunjung tinggi kehidupan yang toleran, aman, dan harmonis (Biladus-Syam).
Oleh karenanya, propaganda yang disebar ISIS dengan video berisi anak-anak dengan adegan ala latihan perang seperti yang sempat tersebar beberapa waktu lalu tidak perlu ditanggapi dengan serius. Anak-anak usia sekolah dasar tentu masih gemar dengan permainan yang melibatkan aktifitas fisik, terutama main perang-perangan, sehingga ketika mereka ‘benar-benar’ diajari cara ‘berperang’ oleh orang dewasa, ditambah dengan senjata api yang ternyata bukan mainan, tentu mereka akan sangat bersemangat. Dengan kata lain, anak-anak belum tentu mengerti apa yang diinginkan oleh orang dewasa. Bisa saja, maksud menebar teror yang diinginkan oleh orang dewasa dalam video tersebut hanya dipahami sebatas ajang gagah-gagahan oleh anak-anak, sehingga apa yang tampak dalam video tersebut hanya acting saja.
Masyarakat perlu mengerti bahwa ‘kecerobohan’ ISIS dengan melibatkan anak-anak dalam misi propaganda justru menunjukkan bahwa ISIS sedang berada di ambang kehancuran. Pasukan atau pengikut mereka semakin banyak yang mati, sehingga mereka harus segera mencari pengganti. Dus, masyarakat tidak perlu cemas dengan teror yang dihembuskan oleh kelompok ini. Mari terus melakukan kebaikan dan menjauhi kebathilan. Tentang kelompok ISIS, mereka sudah berada di ambang kehancuran.