Moskow – Pasukan Suriah dilaporkan menewaskan sedikitnya 270 anggota kelompok radikal ISIS atau Daesh dalam ofensi di Al-Suwayda.
Laporan ini dirilis Kementerian Pertahanan Rusia yang memantau sekaligus membantu operasi tempur ini di lapangan, sebagaimana dikutip Sputniknews, Senin (3/12/2018).
Selain menewaskan ratusan ekstremis dari berbagai negara asing itu, pasukan Suriah juga menyita berbagai senjata dan amunisi berat, termasuk 12 rudal TOW buatan AS.
Rudal berbahaya itu ada di gudang-gudang kelompok penyimpanan kelompok ISIS di provinsi itu “Sejumlah besar persenjataan dan amunisi disita,” kata Oleg Makarevich dari Kemenhan Rusia.
Mayoritas anggota ekstremis itu datang dari wilayah Al Tanf, daerah di perbatasan Suriah-Irak yang dikontrol penuh pasukan AS. Pentagon mendirikan pangkalan besar di Al Tanf ini, dan tak begitu jauh dari pangkalan ini terdapat basis-basis pertahanan kelompok ISIS.
Baca juga : Gubernur Papua Barat Tangkal Radikalisme Dengan Pembinaan Keagamaan
Pada Agustus lalu, pertempuran besar pecah antara pasukan Suriah dan kelompok jihadis di wilayah barat daya Provinsi Al-Suwayda. Kelompok bersenjata itu berhasil ditekan keluar dari gurun-gurun pasir di daerah tersebut, dan mereka lari ke perbatasan Suriah-Irak.
Tahun lalu, pemerintah Suriah membebaskan kawasan seluas lebih kurang 1.300 kilometer persegi dari cengkeraman kelompok teroris ISIS.
Berbagai usaha terus dilakukan pasukan Damaskus guna membersihkan Al-Suwayda dari kegiatan para militan bersenjata. Di dataran vulkanik luas Tulul al-Safa, pasukan Suriah memblok pasokan air bersih ke kelompok pemberontak.
Secara resmi, pemerintah Bashar Assad atas bantuan Rusia berhasil merebut kembali Al-Suwayda, Daraa, dan Quneitra pada Agustus lalu. Namun sisa-sisa kelompok militan bersenjata masih berusaha bertahan, dan melakukan serangan sporadis ke wilayah yang sudah dikontrol pasukan pemerintah.
Sebagian besar kelompok militan dan para anggotanya yang bersenjata, telah berpindah ke Provinsi Idlib begitu pasukan Suriah merebut tiga propinsi itu. Sisanya yang menolak direpatriasi, terus angkat senjata bersama kelompok lamanya, atau bergabung dengan ISIS.