Pakar Hukum:”Hukuman mati belum tentu bisa cegah aksi ‘terorisme’ di Indonesia”

Hukuman dan tindakan tegas, bahkan hukuman mati sekalipun terhadap pelaku “terorisme”, belum tentu mampu mencegah aksi-aksi “terorisme”. Demikian yang diungkapkan pakar hukum Prof Amzulian Rifai.

Dekan Fakultas Hukum Unsri itu saat berbicara pada seminar kemitraan Polri dan masyarakat dalam menangani radikalisme, di Palembang, Kamis (23/6/2011) mengungkapkan dalam menangani “terorisme” harus mengetahui akar permasalahannya, bila tidak maka “teroris” akan tetap ada.

“Oleh karena itu penyelenggara negara tidak boleh melakukan tindakan keras terhadap pelaku radikal tersebut,” lanjutnya.

Ia berpendapat, hal terpenting yang harus dilakukan adalah menemukan akar permasalahan dari “radikalisme” dan “terorisme” tersebut. Karenanya harus ditanyakan secara mendalam apa sesungguhnya akar permasalahan “radikalisme” dan “terorisme” tersebut.

Lebih lanjut dia mengatakan, mengapa orang melaksanakan tindakan kekerasan dan memilih aksi teror hingga tidak memiliki perasaan takut terhadap alat penyelenggara negara.

“Intinya perlu disepakati bahwa negara harus fokus juga terhadap akar permasalahan yang sedang terjadi sekarang ini,” kata dia.

 

Profesor Rifai menilai, akar permasalahan bisa jadi karena ketidakpercayaan kepada negara, putus asa terhadap keadaan seperti kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Bahkan “terorisme” bisa saja dipicu oleh pendapat yang menilai negara sudah gagal melakukan intervensi dalam berbagai kebijakan untuk mensejahterakan rakyatnya.

Karena itu harus ada penelitian secara ilmiah atas terjadinya kasus kekerasan, termasuk “terorisme” yang sering terjadi sekarang ini. Hal tersebut menjadi tugas dan kesadaran bersama untuk melakukan evaluasi kepada masing-masing.

Yang perlu diperhatikan, bahwa tindakan “terorisme” tidak hanya dilakukan oleh satu pihak saja, banyak pihak yang mempunyai kepentingan tersendiri dalam melakukan terorisme. Kepentingan politik, stigma negatif terhadap kelompok tertentu, atau seperti yang diungkapkan oleh Profesor diatas, “ketidak becusan negara dalam mengurusi rakyat” karena masih setia dengan hukum buatan manusia.  Wallohua’lam.

sumber: armh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *