MPR Sosialisasikan Empat Pilar Tangkal Radikalisme

Bogor – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) MPR RI menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan dalam upaya mencegah radikalisme, yang diikuti sekitar 100 orang peserta dari sejumlah elemen masyarakat dan mahasiswa, di Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu.

“Sosialisasi empat pilar kebangsaan melalui seminar nasional Upaya Penanggulangan Radikalisme Melalui Imunisasi Ideologi diharapkan dapat memperluas pemahaman masyarakat tentang faham radikal tersebut,” kata Pimpinan Fraksi PKS MPR RI, Tb Soenmadjaja, saat membuka seminar.

Ia mengatakan, yang perlu diluruskan adalah etimologi tentang radikalisme yang harus disampaikan secara jujur. Karena radikal itu baik, selama tidak ada “isme” yang menjadi persoalan.

“Karena radikal ini muncul banyak faktor, bisa karena ekonomi, pendidikan, pemikiran, dan kesejahteraan,” katanya.

Menurut Tb Soenmadjaja, dalam menyikapi radikalisme, pemerintah harus adil memaknai radikalisme di bangsanya sendiri. Pentingnya upaya radikalisme dan penguatan ideologi menjadi prioritas perhatian dan perlu digalakkan serta disosialisasikan kepada semua pihak.

Pengamat dari STT, Nurul Fikri Jakarta, Sapto Waluyo, mengatakan, aksi bakar diri oleh salah seorang buruh pada peringatan Hari Buruh Internasional di Gelora Bung Karno beberapa waktu lalu merupakan bagian dari radikalisme.

“Dari pemberitaan menyebutkan buruh yang membakar diri itu dari pabrik makanan. Ia mengungkapkan banyak karyawan di perusahaan mengalami kecelakaan kerja tapi tidak mendapat perhatian, keprihatinan memuncak hingga nekad melakukan aksi seperti itu,” katanya.

Sapto mengklasifikasikan tindakan bunuh diri oleh buruh tersebut sebagai aksi radikal, dan hal tersebut bisa terjadi meluas di negara manapun, termasuk Indonesia.

“Militansi industri ini harus diwaspadai, karena bisa menjadi gerakan radikal,” katanya.

Sementara itu, Rektor Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Ending Bahrudin mengatakan, permasalahan radikalisme disebabkan oleh lima faktor, yakni ekonomi, pendidikan, hukum, psikologi, dan politik.

“Solusi penanganan radikalisme harus dilakukan secara cepat, cermat, dan tepat, sehingga tidak menimbulkan radikalisme baru atau perilaku yang tidak bijak,” katanya.

Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Mahfud Sidik mengingatkan agar terorisme atau radikalisme jangan diproyeknisasi, karena penanganannya tidak akan pernah selesai.

“Akan susah ditanggulangi manakala terorisme dijadikan proyek. Maka penanggulangan terorisme tidak boleh dijadikan proyek,” katanya.

Wakil Ketua Fraksi PKS, Ahmad Zaenudin menambahkan, terorisme sudah terjadi sejak dulu dengan nama berbeda-beda, bahkan di era Presiden Soeharto disebut ekstrimisme dan fundamentalisme.

“Terorisme itu barangnya sama, tapi beda namanya saja,” katanya.

Ia menyebutkan pula bahwa radikalisme adalah akar dari terorisme. Munculnya terorisme dimulai sejak kejadian bom di gedung kembar World Trade Center (WTC) yang langsung dikaitkan dengan Alqaeda. Sejarah Alqaeda sudah ditinggalkan, kini berganti menjadi ISIS.

“Perlu melihat akar permasalahan munculnya terorisme, radikalisme, dan harus diantisipasi,” katanya.[tar]

sumber : inilah.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *