Indonesia adalah negara besar, kekayaan alam dan keunikan manusianya membuat kita patut bersyukur telah diberi kesempatan untuk lahir dan tumbuh di negeri ini. Hamparan tanah yang merentang dari Sabang sampai Merauke adalah tanah subur yang bisa ditanami apa saja. Di atas hamparan tanah itu, berbagai suku dan budaya tinggal. Mereka adalah bagian dari Indonesia yang mencintai dan menjunjung tinggi negeri ini dengan cara mereka masing-masing.
Indonesia nyatanya memang tidak pernah memaksa masyarakat dari suku tertentu untuk mencintai negeri ini dengan cara-cara kaku yang tidak mereka mengerti. Karena melestarikan budaya lokal, bukannya malah larut dalam budaya asing, adalah wujud dari kecintaan terhadap negeri ini dalam level yang paling tinggi. Keindahan dan kekayaan negeri ini adalah anugerah terindah yang kita miliki. Kita bersyukur karena kita yang diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk menikmati dan melengkapi seluruh keindahan ini.
Cobalah untuk bertanya pada diri sendiri, apa sih yang kurang dari negeri ini? Iklim kita tropis, hingga kita tidak perlu merasakan perubahan cuaca yang drastis. Tanah kita subur, memungkinkan kita untuk hidup makmur. Kita kaya akan budaya dan tradisi lokal yang membuat kewarasan dan kearifan kita tidak mudah terjungkal. Tidak banyak negeri di dunia ini yang memiliki kekayaan serupa Indonesia, itulah sebabnya tidak sedikit dari mereka yang terus-terusan berusaha untuk merebut kekayaan kita.
Jika dahulu usaha pencaplokan tersebut dilakukan melalui cara-cara kekerasan seperti penjajahan, maka kini usaha tersebut dilakukan melalui perubahan pola pikir dan kepercayaan, termasuk pemikiran-pemikiran tidak berdasar yang diatasnamakan agama. Bukti dari hal ini telah begitu nyata ada di depan hidung kita, dimana tidak sedikit dari kita yang terus menerus dipaksa untuk percaya bahwa kebudayaan dan nilai-nilai lokal kita bertentangan dengan ajaran agama. Beberapa dari kita juga sudah ‘dianiaya kewarasannya’ untuk percaya bahwa sistem pemerintahan kita yang menghargai perbedaan adalah sesuatu yang menentang kehendak Tuhan.
Mereka, para penjajah kewarasan itu, ingin kita berpikir bahwa negeri kita yang indah ini telah ternoda; kita telah terlalu lama tenggelam dalam kubangan dosa. Mereka ingin kita segera melakukan perubahan, sesuatu yang dikira akan menyenangkan Tuhan. Yakni dengan mulai memusuhi tetangga dan saudara hanya karena mereka memiliki pemikiran dan keyakinan yang berbeda. Disadari atau tidak, sebagian dari kita telah diarak untuk selalu sibuk ‘rebutan surga’. Akibatnya mulai banyak dari kita yang dengan angkuhnya berani mengklaim diri sebagai pemegang kebenaran tunggal, seolah hanya mereka saja yang paling mengerti apa yang Tuhan kehendaki.
Tetapi, apakah begini Indonesia? Mulai kapan budaya dan tradisi kita mengajari untuk memusuhi?
Indonesia menjadi bangsa besar bukan karena kita senang berlaku onar; kita tumbuh menjadi bangsa penuh wibawa karena kita mencintai sesama. Permusuhan dan perpecahan tidak pernah ada dalam agenda Indonesia.
Kita menyadari bahwa negeri ini bukan negeri sempurna, masih ada banyak hal yang perlu ditata. Namun hal itu bukan berarti bahwa Indonesia boleh disiksa, karena Indonesia adalah kita!
Tuhan telah mempercayakan Indonesia pada kita, mari kita jaga agar keindahan dan kemakmuran Indonesia dapat tetap dirasakan bahkan oleh generasi-generasi setelah kita.