Mendikbud Akui Intoleransi dan Radikalisme Masih Ada di Sekolah

Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengakui, sikap atau pola pikir intoleransi serta radikalisme di satuan pendidikan masih ada di tingkat dasar hingga atas dan saat ini sedang dalam proses penanganan.

“Saya tidak mengatakan bahwa intoleransi dan radikalisme itu telah selesai. Tapi pemerintah, khususnya Kemendikbud dan Kemenag yang memiliki domain di sekolah dan madrasah, terus meningkatkan cara-cara untuk mengatasi agar jangan sampai praktik yang tidak baik terutama pemikiran dan paham berbahaya mengancam ideologi nasional” kata Muhadjir di Kantor Pusat Kemendikbud, Jakarta, seperti dikutip Detik.com, Kamis (2/5/2019).

Meski demikian, Muhadjir mengatakan hal-hal tersebut tidak terlalu signifikan, jika dibandingkan dengan jumlah peserta didik yang ada di Indonesia saat ini.

“Kita punya 46 juta siswa, kalau ditambah PAUD bisa 53 juta dan jumlah satuan pendidikannya ada di atas 200 ribu. Memang ini urusan besar, bukan kecil. Sehingga kalau ada kasus satu-dua, mohon dipahami itu suatu hal yang kasuistis,” ujarnya.

Baca juga : Densus 88 Tangkap 4 Terduga Teroris di Bekasi, Satu Ditembak Mati

Ia menilai, urusan pendidikan adalah hal yang besar sehingga apabila ada kejadian yang tidak diinginkan di sekolah harus diselesaikan dengan cara fokus terhadap kasus tersebut. “Penyelesaiannya perkasus bukan karena satu persoalan sistemik,” kata dia.

Muhadjir mengakui permasalahan ini masih belum selesai ditangani. Namun, Kemendikbud terus meningkatkan cara-cara untuk mengatasi agar jangan sampai praktik yang tidak baik terjadi di lembaga pendidikan. Ia mengatakan, demi terwujudnya hal tersebut harus ada kerja sama antara pemerintah dan masyarakat.

“Tapi tentu saja ini perlu kerja keras. Tidak bisa ditekankan kepada Kemendikbud tapi juga peran masyarakat keseluruhan dan selalu saling memantau, memberi informasi sehingga ketika ada gejala langsung bisa diatasi,” ujarnya.

Ia menjelaskan, saat ini pemerintah memiliki tiga peta jalan yang sudah disiapkan untuk memperbaiki pendidikan karakter. Pertama, pendidikan anak usia dini (PAUD) difokuskan pada kesiapan anak untuk memasuki jenjang sekolah dasar (SD). Penguatan karakter kemudian dilakukan di jenjang SD. Muhadjir mengatakan, semuanya ini telah ada payung hukumnya dan akan terus berjalan.

“Semuanya ada landasan hukumnya dan ada sistemnya dan tentu saja ketika dilaksanakan ada penyempurnaan di sana-sini itu perlu waktu dan kita akan terus kawal itu,” kata dia.