Menag: Ini Provokasi Murahan

 

JAKARTA- Bom yang terjadi di Vihara Ekayana, Jalan Mangga II/8, Kelurahan Duri Kepa, Jakarta Barat, Minggu (4/8), diduga ada kaitannya dengan konflik sektarian yang terjadi di Myanmar. Bukti keterkaitan dengan konflik di Myanmar itu yakni adanya secarik kertas bertuliskan ”Kami Menjawab Jeritan Rohingnya”. Hal itu dibenarkan oleh Menteri Agama Suryadharma Ali saat mengunjungi Vihara Ekayana, kemarin.

”Dalam bom itu terdapat kertas bertuliskan ‘Kami Menjawab Jeritan Rohingya’,” kata SDAsapaan akrab Suryadharma Ali kepada wartawan. Dia mengaku menerima informasi adanya kaitan teror bom di Vihara Ekayana dengan konflik Myanmar. Informasi tersebut berasal dari pengurus vihara, yang menunjukkan rekaman closed circuit television (CCTV).
 
Dalam rekaman itu terlihat pelaku meninggalkan pesan dalam bungkusan bom. Namun demikian, ia tak mau gegabah menuduh pelaku berasal dari kelompok radikal Islam yang berupaya membalas dendam untuk kaum muslim Rohingya, Myanmar. ”Ini hanya provokasi murahan,” ujarnya.
 
Suryadharma menilai pelaku bom itu tidak menghargai bulan Ramadan dan bisa dikategorikan perbuatan biadab. Menag menilai peledakan bom tersebut sebagai upaya adu domba antarumat beragama di Indonesia. ”Saya mohon umat islam dan umat Budha jangan terpancing. Jangan mau diadu domba, diprovokasi, sehingga timbul konflik. Alhamdulillah ledakan tidak menimbulkan korban jiwa. Tapi kejadian tersebut sangat melukai kerukunan umat beragama di Indonesia,” kata Menag.
 
Sejauh ini polisi masih menelusuri mo-tif bom yang meledak di Vihara Ekayana. Polisi juga belum bisa menyimpulkan apakah pengeboman itu terkait dengan konflik sektarian yang terjadi di Rohingnya, Myanmar atau tidak. Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Komjen Pol Sutarman mengatakan, masih menganalisis orang, kelompok, dan tujuannya dari pengeboman itu. ”Yang jelas bahan peledak ditaruh di depan pintu kaca dan tidak ada korban, cuma lecet sedikit,” ujar dia. Ada dua lokasi ledakan dalam vihara tersebut.
 
Lokasi ledakan pertama terjadi di dalam ruang ibadat, bom diletakkan di bawah meja persis di pintu masuk ruangan. Ledakan kedua terjadi di luar ruangan, tepatnya di dekat rak sepatu milik jemaat. Saat kejadian, dua ledakan itu berlangsung tak berselang lama. Dua bom berdaya ledak rendah meledak pada sekitar pukul 19.00. Ledakan ini melukai seorang pengunjung vihara. Ia terluka lecet di lengannya. Satu bom lainnya diledakkan polisi, pukul 22.00.
 
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memastikan bom yang meledak di Vihara Ekayana, Jakarta Barat, sama mirip dengan bom di Polsek Rajapolah, Tasikmalaya. Panci presto digunakan sebagai material. ”Bom menggunakan panci presto,” kata Kepala BNPT Irjen (Purn) Ansyaad Mbai. Menurut Ansyaad, terdapat dua bom dengan casing yang berbeda. Selain bom panci, bom juga dibuat dari pipa paralon seperti di Pesantren UBK NTB, Beji Depok dan Tambora. ”Ada kesamaan dengan kelompok pelaku yang pernah diungkap,” ujarnya.
 
Selain itu, Ansyaad menduga pelaku memiliki kaitan dengan pelaku teror yang beberapa waktu lalu dibekuk di Bendungan Hilir yang menargetkan Kedubes Myamar. Ansyaad berharap masyarakat Indonesia tidak khawatir pasca ledakan yang terjadi. ”Percayakan kepada petugas untuk mengungkapkannya. Jangan saling menuding,” ujarnya. Pimpinan tertinggi Vihara Ekayana, Bhiksu Aryamaitri Mahasthavira, tidak ada korban jiwa akibat ledakan tersebut. Hanya satu orang yang luka lecet itu juga langsung diobati dan tidak sampai dirawat. Pada saat kejadian setidaknya ada 300 umat Budha sedang melakukan sembahyang.
 
Bhikhu Arya juga mengimbau agar umat Buddha tetap tenang, tetap menjaga hubungan baik sesama agama, dan tetap menjalankan ibadah seperti biasanya. Terekam CCTV Menurut Arya, pria yang diduga melakukan peledakan bom terekam di CCTVVihara Ekayana. ”Sudah terlihat orangnya dari CCTV. pake baju putih, memakai tas selempang sambil membawa bungkusan. Usia sekitar atau dibawah 30-an, kurus, tidak gemuk, berkacamata, dan kulitnya agak putih,” papar Arya.
 
Arya menuturkan, dari rekaman CCTV, diketahui lelaki tersebut merapikan bungkusan ketika jemaat masih ada yang hilir mudik, dan dia pun bergabung dengan mereka yang sembahyang di Vihara. Tak lama berada di ruang kebaktian, pria tersebut meninggalkan vihara. ”Ia hanya sendiri, di CCTVia pulang membawa motor. Nggak lama kemudian ada 2 bom meledak,” kata dia. Di lain pihak, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman menyatakan, ledakan yang terjadi di Vihara Ekayana dapat memicu kondusivitas pengamanan jelang Lebaran.
 
”Sebenanrnya tidak ada kaitannya, tetapi ini dapat menjadi pemicu. Sehingga, hal ini dapat mengganggu kondusivitas dalam lebaran ini,” papar Marciano Norman. Saat disinggung, apakah ledakan di Vihara Ekayana tidak terdeteksi oleh BIN, Marciano mengatakan, tugas dari lembaga intelijen sangat banyak, sehingga wajar jika pergerakan seperti itu bisa luput dari deteksi. ”Masih, banyak hal yang menjadi pekerjaan rumah (PR) kami, semenjak be-lum ditemukannya bahan peledak beberapa hari lalu (250 dinamit). Itu terus harus dikejar, karena itu potensi yang bisa digunakan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan hal-hal se-perti ini,” ungkap mantan Pangdam jaya ini.
 
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta semua pihak tidak menuding kekerasan tersebut identik dengan Islam. Hal ini karena Islam dan MUI tidak mengajarkan kekerasan dan teror. ”MUI tidak menolerir adanya kekerasan dan aksi terorisme. Kalau ada kekerasan jangan pernah mengatakan itu Islam,” ujar Ketua MUI KH Dr Umar Shihab, di sela taushiyah MUI di Sekretariat MUI, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, kemarin.
 
Dalam kesempatan yang sama, Ketua MUI Bidang Kerukunan Antar Umat Beragama, Slamet Effendy Yusuf, mengimbau agar masyarakat jangan terlalu dini membuat kesimpulan, dan langsung apriory kepada pihak tertentu, karena pihak Polri masih menyelidiki kasus tersebut. ”Juga kami minta agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh surat dan selebaran yang ada. MUI minta jangan membuat kasus peledakan bom ini jadi merambat ke hal yang lain. Mari kita serahkan kepada aparat untuk mengusutnya, serta mari kita jaga kerukunan antar umat beragama,” kata Slamet.
 
Sementara itu Pemuda Muham-madiyah menyesalkan kelalaian aparat keamanan dalam mengantisipasi peledakan bom. Pemerintah dinilai gagal melindungi warga negaranya dari aksi-aksi kekerasan yang setiap saat masih selalu mengancam. ”Kalau bom sudah meledak, yang pertama sekali dimintai pertanggungjawabannya ya tentu pihak intelijen. Mengapa mereka sampai kecolongan,” kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Saleh P Daulay dalam siaran persnya, ke-marin.
 
Menurut Saleh, aneh rasanya jika apa-rat intelijen kita tidak berdaya menghadapi kelompok-kelompok kecil. ”Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah meminta agar seluruh komponen umat beragama segera merapatkan ba-risan. Jangan sampai upaya memecah belah yang dilakukan pihak -pihak tidak bertanggung jawab ini meruntuhkan sen-di-sendi kerukunan yang sudah terbangun kokoh di tengah masyarakat,” kata Saleh. Sejalan dengan itu, pihak kepolisian diminta untuk segera menangkap para pelaku peledakan bom tersebut. (F4,D3,ant,dtc-90)
sumber: suara merdeka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *