Jakarta- Tereduksinya nilai kebangsaan tidak dapat dihindarkan, banyaknya faktor yang mempengaruhi terekduksi kebangsaan yang harus diwaspadai, tidak menutup kemungkinan kepada para calon dan aparatur negara.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Nasional Peanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Drs. Suhardi Alius, MH saat menghadiri acara Bedah Buku, “Resonansi Kebangsaan: Membangkitkan Nasionalisme dan Keteladanan” yang diadakan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara Jakarta (STIA LAN Jakarta), Selasa, (26/03/2019).
“Aparatur negara tentunya yang mengawal organisasi bangsa ini dan sebagian besar mengelola bangsa ini. Mereka perlu dibekali dengan paham-paham yang benar-benar bersih, dimana dengan kemajuan teknologi informasi digital, terjadi reduksi kebangsaan yang sangat luar biasa,” ungkap Komjen Pol Suhardi Alius di acara tersebut.
Lebih lanjut Kepala BNPT menjelaskan, tentunya dibutuhkannya treatment dan kewaspadaan terhadap faktor yang mempengaruhi tereduksinya nilai kebangsaan itu sendiri, sehingga membuat dirinya berkeinginan untuk menulis buku terkait resonansi kebangsaan.
“Potret tereduksinya nilai kebangsaan itu saya tulis dalam catatan Resonansi Kebangsaan, beserta juga dengan treatmentnya. Kita bangun awareness nya, apa yang menyebabkan tereduksinya nasionalisme kita itu, termasuk juga di aparatur negara. Kembali lagi keteladanan dan kebangsaan menjadi pilar dalam rangka menghadapi era kompetisi global dalam mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkapnya.
Baca juga : Kepala BNPT Paparkan Strategi Penanggulangan Terorisme Terkini di Depan MPR
Alumni Akpol tahun 1985 ini menegaskan, sebagai aparatur negara yang akan bertugas mengelola Lembaga dan organisasi negara, nilai kebangsaan dan ketaladan adalah hal yang mutlak dan harus dibangkitkan. Karena jika tidak, tentunya bangsa Indonesia akan mengalami krisis kepemimpinan. Nasionalisme dan keteladanan itu menurutnya harus dibangkitkan.
“Apalagi teman-teman sekalian akan jadi aparatur, tolong sesuaikan apa yang kamu ucapkan dengan apa yang kamu perbuat, kalau tidak krisis kepemimpinan kita itu, coba berikan keteladanan, mulai dari diri sendiri, hak dan kewajiban itu suatu rangkaian. Tapi tolong dibalik dalam menjalankan tugas. Dahulukan kewajiban baru hak, wewenang dan tanggung jawab, dahulukan tanggung jawab dulu. Ini malah ributin wewenang melulu, giliran ditanya tanggung jawab pada lepas tangan semua, mau kemana kita ini. Jangan pernah teriak-teriak perubahan pada orang lain kalau diri sendiri belum berubah,“ ungkapnya.
Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas RI ini menjelaskan bahwa buku yang ia tulis ini merupakan bagian dari pengalaman dan fakta yang ia temukan dilapangan, walaupun tidak memiliki kemampuan literatur dalam menulis, ia mengungkapkan ini adalah bentuk keprihatinnya dan upayanya dalam memperbaiki nilai kebangsaan anak bangsa.
“Semua buku yang saya tulis itu berdasarkan pengalaman dan realitas, walupun mungkin tulisannya tidak karu-karuan, tapi tangkaplah esensinya. Ada hal yang harus dibenahi, kita salah juga, kita permisif, ah sudah biasa, biasa, eh jadi kultur, sekarang kita harus berusaha merubah itu,” ungkapnya
Sementara itu menurut Ketua STIA LAN, Dr. Makhdum Priyatno, M.A, menjelaskan bawha kegiatan Bedah Buku ini merupakan bagian dari kegiatan akademik STIA LAN setiap tahunnya.
“Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan akademik STIA LAN setiap tahunnya, kami mengadakan rapat dengan berbagai macam tema yang kita bahas, lalu mengerucut menjadi 5 dan kemudian menjadi 3 dan menjadi satu, yaitu buku dari Bapak Suhardi Alius,” kata Dr. Makhdum Priyatno usai acara.
Ketika ditanya terkait alasan memilih membedah buku dari Komjen Pol Suhardi Alius, ia mengungkapkan karena adanya rasa keingintahuan atas judul dari buku tersebut, mengingat judulnya terkait Resonansi Kebangsaan sehingga diputuskanlah bahwa tema itulah yang akan dipilih.
“Mengapa kami pilih ini, karena dari judulnya saja semua orang sudah curious, apa isinya, kemudian penulisnya memberi batasan bahwa ini catatan loh, catatan Suhardi Alius tentang Resonansi Kebangsaan. Ternyata Resonansi Kebangsaan yang beliau tulis itu memasuki relung ruang rapat kami, hingga akhirnya kami putuskan untuk kami pilih menjadi tema,” ungkapnya.