Makassar – Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Barat (Sulbar) dan Sulawesi Tengah (Sulteng) dianggap sebagai daerah rawan dan memiliki potensi konflik yang tinggi. Selain itu ancaman paham radikalisme di 3 daerah ini juga terus mengancam masyarakat.
“Poso, Sigi, Bonggala, Bual, dan beberapa daerah di Sulteng lainnya masih banyak hal yang perlu diperhatikan, termasuk yang tidak boleh dilupakan yaitu ancaman terorisme,” ujar Kapolri Jenderal Badrodin Haiti usai memberikan pengarahan kepada prajurit TNI-Polri di Markas Komando Yonif 700/Raiders, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar, Senin 11 Mei 2015.
“Tak hanya itu, Sulsel dan Sulteng ini masih berstatus sebagai daerah basis mereka, sehingga kita tidak boleh gegabah dan terus meningkatkan kewaspadaan serta bekerja keras,” sambung Badrodin.
Badrodin mengatakan paham radikalisme di Tanah Air terdapat 17 paham, yang sudah tersebar di beberapa daerah. “Dari data yang ada sekitar 17 paham radikalisme yang ada, di antaranya Mujahidin, Laskar Jundullah, ISIS, dan masih banyak lainnya. Pokoknya ada 17 paham menurut data kami,” ujar Badrodin.
Karena itu Badrodin mengimbau agar semua personel Polri di daerah masing-masing memberdayakan seluruh potensi yang ada, sehingga mampu meredam besarnya tingkat konflik di daerahnya.
“Tim-tim terpadu sudah dibentuk di tiap daerah. Dan ke depannya saya berharap seluruh tim ini memanfaatkan betul kinerjanya untuk dapat meredam besarnya tingkat konflik di daerah masing-masing, ” kata dia.
Menurut Badrodin, anggota Polri berada hingga tingkat pedesaan. Sehingga harus memberdayakan seluruh hubungan komunikasi dengan elemen pemerintahan dan masyarakat.
“Paham radikalisasi tidak berhenti dengan melakukan penindakan, melainkan harus dilakukan upaya-upaya dialogis. Karena paham radikalisasi itu bermain dalam pemikiran dan gampang memengaruhi pemikiran masyarakat,” ujar dia.
Untuk mengantisipasinya, kata Badrodin, personel Polri di lapangan harus memberdayakan semua elemen masyarakat seperti ulama, ustadz, dan para tokoh masyarakat.
“Terus membangun komunikasi memberi pemahaman nasionalisme kepada masyarakat yang belum terkontaminasi dengan paham radikal. Serta melakukan upaya dialogis kepada mereka yang sudah terkontaminasi untuk kembali ke pangkuan NKRI, makanya upaya sebelumnya kita harus bisa melakukan pemetaan,” pungkas Badrodin. (Rmn)