Kalah di Suriah dan Irak, ISIS Masih Bertenaga dan Mematikan di Negara Lain

Baghouz – Kelompok teroris Islamic State (ISIS) sudah kehilangan Baghouz, daerah yang menjadi kantong pertahanan terakhir mereka di Suriah timur.

Kendati begitu, hal tersebut tak mengartikan aktivitas kelompok tersebut tamat. Beberapa pihak menilai, ISIS masih punya tenaga dan bisa melakukan serangan mematikan di negara-negara lain.

Kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi dan kaki tangannya terus aktif di berbagai negara, mengklaim serangan setiap hari melalui media propagandanya di dunia maya.

Data yang dikumpulkan oleh BBC Monitoring yang dikutip pada Rabu (27/3) menunjukkan, meskipun telah kehilangan sebagian besar wilayahnya di Suriah dan Irak pada akhir 2017, ISIS, melalui platform medianya, mengklaim setidaknya 3.670 serangan di seluruh dunia tahun lalu – rata-rata 11 serangan per hari dan 502 serangan di dua bulan pertama awal 2019.

Baca juga : Terkait Penembakan di Selandia Baru, Rumah Aktivis Sayap Kanan di Austria Digerebek

Itu terjadi ketika Baghouz, jantung pertahanan terakhir mereka di Suriah, tengah dikepung.

Dari total 3.670 serangan ISIS yang diklaim di seluruh dunia pada tahun 2018, 1.767 terjadi di Irak (48 persen) dan 1.124 terjadi di Suriah (31 persen).

Ada puncak klaim serangan ISIS pada September 2018. Ini kemungkinan telah dikaitkan dengan sebuah operasi oleh aliansi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung Amerika Serikat untuk mengambil alih Hajin di utara Baghouz yang masih diduduki ISIS pada awal bulan September.

Dalam sebuah pesan baru-baru ini, kepemimpinan ISIS mengolok-olok pernyataan Presiden AS Donald Trump pada bulan Desember yang bertekad akan mengalahkan mereka. Kelompok besutan Abu Bakr al-Baghdadi tersebut bersikeras bahwa mereka masih jauh dari selesai.

Namun demikian, model kekhalifahan ISIS telah berakhir sejak akhir 2017, ketika mereka kehilangan jantung kekuasaannya di Mosul, Irak dan Raqqa, Suriah. Setelah itu, kelompok tersebut berjuang untuk memproyeksikan citra negara yang berfungsi dan berkembang – yang telah membentuk dasar klaimnya untuk menghidupkan kembali ‘kekhalifahan Islam’. Namun, aktivitas kelompok itu di luar negeri masih ada.

Kelompok teroris ISIS dan yang terafiliasi umumnya meningkatkan aktivitas dan klaim-klaim atas peristiwa kekerasan tertentu di belahan dunia lain sebagai tanggapan terhadap serangan yang mereka derita di Irak dan Suriah, di daerah yang dikepung atau di tempat lain, untuk mengalihkan perhatian atau sumber daya dari sana.

Meskipun Irak dan Suriah terus menjadi bagian terbesar dari klaim serangan ISIS, aktivitas mereka juga terus terpantau ada secara teratur di wilayah lain.

Selain Irak dan Suriah, ISIS secara resmi menyatakan kehadirannya di negara-negara dan wilayah berikut: Libya, Mesir, Yaman, Arab Saudi, Aljazair, Khorasan (wilayah Afghanistan-Pakistan), Kaukasus, Asia Timur (kebanyakan aktif di Filipina), Somalia, dan Afrika Barat (kebanyakan aktif di Nigeria).

Pada tahun 2018, ISIS mengklaim 316 serangan di Afghanistan, 181 di semenanjung Sinai Mesir, 73 di Somalia, 44 di Nigeria, 41 di Yaman dan 27 di Filipina, BBC Monitoring melaporkan.

Jumlah klaim serangan oleh ISIS di Provinsi Afrika Barat di Nigeria telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Tentara telah menjadi sasaran utama, mungkin karena kelompok itu berusaha untuk merebut persenjataan dan pada gilirannya meningkatkan kemampuannya.

ISIS telah mengklaim 44 serangan di Nigeria dalam tiga bulan pertama tahun 2019, sesuai dengan jumlah total serangan yang diklaimnya sepanjang tahun di 2018.

Dalam sebuah video propaganda yang dirilis pada bulan Januari, ISIS Provinsi Afrika Barat meminta umat Islam untuk bermigrasi ke wilayah tersebut dan bergabung dengan cabangnya, menandakan bahwa mereka siap menerima rekrutmen asing.

Pada 22 Maret 2019, ISIS Provinsi Afrika Barat mengumumkan untuk pertama kalinya bahwa kehadirannya di Burkina Faso – sebuah negara di mana saingannya Al Qaeda telah melakukan beberapa serangan.

Selain itu, baru-baru ini, ISIS mengisyaratkan melalui propagandanya untuk meningkatkan aktivitasnya di Tunisia, sebuah negara di mana sejauh ini gagal membuat terobosan setelah serangan Sousse 2015 yang diklaim ISIS di sebuah museum dan resor pantai negara itu.

Pengumuman tentang Tunisia dan Burkina Faso menunjukkan bahwa setidaknya dalam hal propaganda, ISIS ingin menunjukkan bahwa mereka ‘tetap ada dan berkembang’, seolah-olah kelompok itu ingin mengkompensasi kerugiannya di Irak dan Suriah, serta untuk mengingatkan orang-orang bahwa mereka juga beroperasi di luar Timur Tengah.

Kendati demikian, beberapa cabang, seperti Aljazair dan Arab Saudi, nyaris tidak mengklaim aktivitas apa pun, dan yang lain seperti Kaukasus jarang mengklaim serangan.