Damailahindonesiaku.com, London — Ada berita menarik tentang kenekatan seorang pemuda warga negara Inggris bernama Omar Hussain yang memaksakan diri untuk bergabung dengan kelompok teroris pujaan hatinya, ISIS. ia begitu mendambakan peran sebagai seorang sniper di medan tempur, padahal sepasang matanya rabun. Dalam kesehariannya ia selalu mengenakan kaca mata dengan lensa super tebal. sehingga nyaris tidak mungkin baginya untuk menjadi seorang penembak jitu, karena salah satu syarat wajibnya adalah memiki penglihatan yang tajam.
Tapi dasar Hussain, ia nekat berangkat ke Suriah. Ia tinggalkan pekerjaannya sebagai seorang pelayan di super market Morrison. Dengan hanya bermodal nekad dan tekad, ia ingin membuktikan pada dunia bahwa memiliki mata rabun tidak akan menghalanginya untuk menjadi teroris paling gemblung.
setelah lama tidak terdengar kabarnya, si Hussain akhirnya mengirim email ke seorang rekannya yang masih tinggal di Inggris, Muhammed Saboor. Ia meminta Saboor untuk mengiriminya berbagai perlengkapan alat bantu dan perlindungan mata. Agar temannya tersebut tidak bingung dengan maksud permintaannya ini, Hussain juga sempat pamer dengan bilang bahwa perlengkapan tersebut diperuntukan untuk si “Syekh penembak jitu”, yang tak lain adalah dirinya sendiri. Hussain juga bilang “jika kau bisa melakukan ini, kau akan dapat pahala yang sangat besar”.
Dikibulin begitu, Si Saboor percaya, maka dengan penuh suka cita dan harapan akan mendapat banyak pahala, dia mengirimkan perlengkapan yang dibutuhkan Hussain di Suriah. Sebenarnya si Saboor yang kelihatan begitu lugu ini pernah ragu untuk mengirimkan perlengkapan tersebut, ia pernah bilang ke Hussain dalam sebuah email bahwa perlengkapan yang ia butuhkan sama dengan perlengkapan yang digunakan oleh “tentara-tentara kafir” yang justru memerangi ISIS. Entah apa yang ada di kepalanya saat itu, ia tampak tidak rela teman karibnya yang menurutnya sedang berjuang untuk Islam itu justru terpancing untuk menggunakan alat-alat yang menurutnya ‘tidak Islami’.
Tapi Hussain tidak perduli, ia tetap meminta perlengkapan itu segera dikirimkan ke Suriah. Sepertinya ia sudah tidak tahan untuk ikut merasakan adrenalin berperang. Dan entah apa yang sedang terjadi dengan ISIS hingga mereka membiarkan seseorang dengan mata rabun untuk menjadi penembak jitu, yang jelas Hussain sudah tidak kuat untuk menahan terlalu lama, ia ingin segera ikut angkat senjata.
Tapi sayang, rupanya pemerintah mengawasi komunikasi dua orang ini, hingga akhirnya Muhammad Saboor berhasil ditangkap pada Desember tahun lalu. Gara-gara penangkapan ini pula, fantasi ‘maen perang-perangan’ yang mereka rencanakan hancur berantakan. Saboor tentu menyangkal segala tuduhan terkait dengan pendanaan dan bantuan pengiriman alat-alat perang ke Timur Tengah, namun majelis hakim dapat menunjukkan secara meyakinkan bukti keterlibatan pemuda berusia 25 tahun tersebut dalam jaringan kelompok ISIS. Sementara Hussain sendiri belum tertangkap karena ia telah terbang ke Suriah sejak tanggal 28 Desember silam.
Cerita tentang Hussain dan Saboor di atas terungkap ke publik melalui sebuah persidangan yang digelar tanggal 18 Mei lalu di pengadilan Old Bailey, London. Jika ditilik dari sisi yang lain, kejadian ini sebenarnya sedang menunjukkan keadaan ISIS yang sesungguhnya, yakni betapa mereka sedang begitu kelimpungan setelah banyak dari tentara mereka yang meregang nyawa akibat serangkaian serangan tentara pemerintah.
Sebelumnya kita telah mendengar kabar bahwa ISIS sempat memaksakan diri untuk melatih anak-anak menjadi tentara mereka, hal ini ‘terpaksa’ mereka lakukan lantaran jumlah tentara dewasa yang terus berkurang. Kini kita menyaksikan betapa kelompok teroris ini harus merelakan senjatanya dipegang oleh orang rabun. Benar kata nenek saya, kebenaran dan kebaikan tidak akan mungkin kalah oleh kesombogan dan kejahatan.