Damailahindonesiaku.com, Jakarta – Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dinilai sebagai ancaman yang serius karena ISIS menggunakan tameng agama Islam untuk perluas pengaruhnya. Meski menjadikan Islam sebagai tameng, ISIS dinilai bukan agama tapi gerakan politik.
“Secara geopolitik, ISIS bukan agama jadi jangan mau ditipu-tipu. ISIS itu gerakan politik yang dibungkus dengan Islam transnasional. Apapun yang dicanangkan mereka dengan menjual agama, itu pasti salah karena itu gerakan politik,” ujar Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh P Daulay saat Dialog Mahasiswa Menangkal ISIS Atas Nama Agama di Universitas Hamka Uhamka), Jakarta, Selasa (19/5/2015).
Menurutnya, beberapa ciri gerakan politik yang dilakukan ISIS. Pertama adanya sistem pemerintahan dengan keberadaan Abubakar Al Baghdadi sebagai pemimpin mereka. “Selain itu mereka juga punya struktur dan wilayah yaitu separuh Irak dan separuh Suriah. Jadi teritorialnya ada, kemudian sistem politik juga yaitu khilafah islamiyah. Itu tiga ciri negara sudah ada dalam genggaman ISIS. Jadi jelas mereka bukan gerakan agama, tapi politik. Masak kita yang tidak ada sangkut pautnya dengan politik negara mereka mau mendukung gerakan ISIS,” terang Saleh.
“Mahasiswalah yang paling rentan dengan ‘serangan’ ISIS termasuk melalui teknologi dan melalui tipuan-tipuan yang menggunaakan ayat Al Qur’an. Sebagai perumpamaan, mahasiswa seperti domba sesat yang perlu digembalakan oleh orang-orang ISIS. Jadi harus ada upaya serius dan terus menerus untuk perangi ISIS ini baik di kalangan mahasiswa maupun seluruh masyarakat ,” ungkapnya.
Selain itu, faktor ekonomi juga mempengaruhi orang ikut ISIS. Untuk itu pemerintah harus bisa memberdayakan ekonomi yang baik, terutama kepada aktivis dan pemuda.
Hal senada juga diungkapkan Ahmad Fuad Fanani, dosen Universitas Hamka dan Peneliti Maarif Institute. “Kelahiran ISIS itu terkait dengan konflik di sebuah tempat. Ketika di sebuah tempat terjadi kevakuman kekuasaan, seperti di Suriah saat ini, mereka justru senang dan bisa masuk membawa pengaruh dan kekuatannya. Tapi ketika negara aman seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, mereka sebenarnya susah untuk bisa masuk,” kata Fuad.
Ia juga sepakat bahwa propaganda ISIS juga rentan terhadap generasi muda terutama mahasiswa. Untuk itu, ia mendukung digelarnya sosialisasi yang terus menerus, baik itu yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), juga berbagai pihak yang kompeten di Indonesia.
Fenomena ISIS bukan fenomena baru karena banyak pemain lama yang masuk dengan menggunakan muka-muka baru dan cara perekrutan baru. Cara itu jelas digunakan orang yang merasa paling getol sebarkan ISIS di Indonesia yaitu Aman Abdurrahman yang kini di Nusa Kambangan. “ Dia bisa menerjemahkan ucapan Abubakar Al Baghdadi dengan menggunakan telepon genggamnya untuk kemudian disebar ke pengikutnya. Jadi penyebaran ISIS juga tidak lepas dari orang-orang lama seperti Aman Abdurraham ini,” pungkasnya.