Perwakilan khusus PBB untuk tindak kejahatan seksual saat perang, Zainab Bangura, menuturkan kisah mengerikan dari para wanita yang menjadi korban penyekapan kelompok militan Islamic State of Iraq and al Sham (ISIS). Bangura menyebut seorang wanita berusia sekitar 20 tahun dibakar hidup-hidup karena menolak diajak untuk berhubungan intim dengan gaya ekstrem.
Laman International Business Times, Senin 25 Mei 2015, melansir Bangura mengetahui kisah itu ketika membaca harian independen regional Middle East Eye pada pekan ini.
“Mereka (ISIS) melakukan tindak pemerkosaan, perbudakan, prostitusi paksa dan tindakan brutal serta ekstrem lainnya. Kami mendengar satu kasus seorang wanita berusia 20 tahun yang dibakar hidup-hidup karena menolak melakukan aksi seks yang ekstrem,” ujar Bangura.
Dia mengetahui banyak perbuatan seks sadis lainnya. Bangura mengaku tak habis pikir dengan kondisi mental para pelaku yang bisa begitu kejam.
ISIS menggunakan alasan sunnah untuk membenarkan semua perbuatan mengerikan itu. Padahal, di dalam Islam tidak diajarkan perbuatan demikian.
Tes Keperawanan
Tidak cukup sampai di situ. Dia juga menjelaskan bagaimana proses seorang wania perawan diculik oleh anggota kelompok militan itu lalu dijual di sebuah pelelangan terbuka.
“Setelah menyerang sebuah desa, (ISIS) memisahkan para wanita dari laki-laki serta mengeksekusi mati anak laki-laki berusia 14 tahun atau lebih. Wanita dan para ibu dipisahkan,” tutur Bangura.
Para wanita tersebut, Bangura melanjutkan, ditelanjangi, kemudian dilakukan tes keperawanan. Ukuran dada dan tingkat kecantikan pun juga diperiksa.
Bangura mengatakan wanita yang berusia paling muda dan dianggap paling cantik maka akan ditawar dengan harga tinggi lalu dikirim ke pusat kekuasaan ISIS di Raqqa. Begitu tiba di sana, wanita itu diberikan sesuai dengan ketentuan hierarki yang berlaku. Yang berhak untuk memilih adalah para penguasa (syekh), lalu komandan (emir) baru para pejuang di tingkat bawah.
Anggota ISIS ini tidak puas hanya dengan satu wanita. Mereka kerap membawa tiga hingga empat wanita sekaligus. Para wanita tersebut ditawan di sana selama sekitar satu bulan, lalu dilelang kembali.
Di tempat pelelangan, calon pembeli menawar dengan harga paling murah. Tidak hanya itu, mereka juga mengkritik tampilan fisik wanita yang tengah dilelang dalam keadaan bugil dengan mengatakan “dadanya rata” atau “kurang menarik”.
“Kami mendengar kisah seorang gadis yang telah diperdagangkan sebanyak 22 kali, bahkan lebih. Dia berhasil kabur dan mengatakan penculiknya menulis nama dia di belakang tangan gadis ini untuk menunjukkan dia adalah properti si penculik,” Bangura menjelaskan.
Diperkirakan ada sekitar 3.000 hingga 5.000 wanita yang diperbudak oleh ISIS. Banyak di antara mereka etnis minoritas Yazidi yang kerap dianggap sebagai pemuja setan.
Ratusan wanita Yazidi berupaya kabur dengan berbagai cara dari penculik mereka entah dengan lari atau dijadikan sandera lalu diselamatkan oleh keluarga mereka. ISIS tak segan memasang harga senilai US$5.000 atau Rp65 juta jika anggota keluarga mereka mau dibebaskan.
Bagi yang tak bisa kabur, kematian adalah jalan yang dianggap lebih baik. Beberapa dari mereka yang putus asa, memilih menggunakan jilbab untuk gantung diri. Sebab itu, ISIS melarang penggunaan jilbab bagi wanita di beberapa wilayah.
“Saya dengar ada tiga gadis yang mencoba bunuh diri dengan meminum racun tikus, yang ditinggal di sebuah ruangan. Mereka mulai muntah dan dilarikan ke rumah sakit dan dirawat. Namun, ketika mereka pulang, ketiganya malah diserang oleh si penculik secara brutal,” papar Bangura.
Para gadis ini juga digunakan ISIS sebagai iming-iming imbalan yang akan diterima calon anggota jika bersedia bergabung. Oleh sebab itu, Bangura memohon masyarakat internasional untuk membantu memberikan pengobatan yang baik dan dukungan psikososial kepada para korban yang telah mengalami pengalaman mengerikan itu.
sumber : viva.co.id