Damailahindonesiaku.com, Banyumas — Hamparan sawah-sawah yang baru saja selesai di panen menjadi pemandangan khas ala pedesaan mengiringi perjalanan menuju sebuah kampung kecil bernama Sirau. Kampung yang masuk wilayah Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, terlihat memang sangat bersahaja. Termasuk kehidupan warganya yang sebagian besar adalah warga Nadhlatul Ulama (NU).
Di Sirau inilah terdapat Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin yang dipimpin KH Ahmad Mukhzis Nur. Seperti kondisi kampung Sirau yang masih asli, Ponpel Roudlotut Tholibin juga sangat bersahaja. Bahkan pondok yang menaungi beberapa lembaga pendidikan, tidak terlihat seperti pesantren umumnya, karena menyatu dengan rumah-rumah pendudukan dan membelah jalan kampung.
Kamis, 28 Mei 2015, wajah Sirau dan Ponpes Roudlotut Tholibin sedikit bersolek. Sejak memasuki gerbang desa yang sangat asri ini, jajaran bendera NU dan GP Ansor terpasang rapi. Bahkan saat memasuki Ponpes yang tidak ada pintunya, dua petugas Banser NU berjaga-jaga dan menyambut setiap tamu yang hadir.
Ya hari itu, Ponpes Roudlotut Tholibin tengah menjadi tuan rumah sebuah kegiatan dalam rangka untuk menciptakan kedamaian di Bumi Nusantara. Halaqoh atau bisa diartikan diskusi bertema “Menanggulangi Kekerasan Atas Nama Agama, Mengajarkan Islam Damai di Bumi Nusantara”. Memang ‘hajatan’ itu berada di sebuah desa yang dikelilingi persawahan tersebut, namun faktanya ‘hajatan’ itu memiliki bobot dan level nasional.
Bayangkan halaqoh yang diikuti ratusan santri, masyarakat sekitar, puluhan pemuda anggota GP Ansor, serta puluhan anggota Banser NU dari Banyumas dan sekitarnya., menghadirkan ‘tamu-tamu’ spesial. Mereka adalah anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB H Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Dr Irfan Idris MA, perwakilan Ponpes Krapyak KH Rokib, mantan aktivis Jamaah Islamiyah (JI) Ustadz Abdurrahman Ayub, serta Pimpinan Densus 99 Banser Nurul Zaman.
Para tokoh tersebut tumplek bek demi untuk menggelorakan semangat perdamaian demi untuk mencegah dan memerangi paham radikalisme dan terorisme. Meski dihelat dengan acara sangat sederhana, halaqoh tersebut mampu ‘menyihir’ para santri dan warga yang tidak beranjak dari awal acara sampai akhir.
KH Ahmad Mukhzis Nur selaku tuan rumah mengatakan, sejak didirikan sebelum kemerdekaan, Ponpel Roudlotut Tholibin sudah menjadi pioner dalam memerangi radikalisme yang saat ini berwujud penjajah Belanda.
“Kami tidak pernah takut dan gentar dengan segala macam yang berbau radikal atau kekerasan. Kalau dulu penjajah, kini kita dihadapkan pada gangguan paham-paham yang ingin merusak kehidupan damai di Bumi Indonesia,” tutur KH Mukhzis saat memberi sambutan dihadapan para tamunya.
Tidak hanya menggelorakan semangat Islam damai dan menggaungkan anti radikalisme, acara halaqoh juga diisi dengan sosialasi media damai oleh Pusat Media Damai (PMD) BNPT dibawah komando Drs Sujatmiko, Nanang Prasetyo, Dedi, Fachrul Rozy dan Pimred PMD Dicky Ahmad Sofyan. Meski cukup singkat, acara mampu ‘menyadarkan’ para anak muda dan penggiat sosial media tentang pentingnya perdamaian di dunia maya.
Intinya, dua kegiatan di tempat bersahaja tersebut, Ponpel Roudlotut Tholibin, berjalan dalam suasana damai dan tentram, seperti suasana khas pedesaan yang berada di sekitarnya. Semoga hembusan angin damai dari Sirau ini bisa membawa dan mewujudkan misi damai di Bumi Nusantara. Damailah Indonesiaku!!!