Dulu Garang Wanita ISIS dari AS Menyesal dan Ingin Pulang Kampung

Baghouz – Kelompok radikal ISIS terbukti adalah kelompok teroris yang selama ini menjadikan Islam sebagai ‘topeng’ dalam menjalankan propagandanya. Faktanya semua itu hanya kebohongan, yang ada hanya perang, kekerasan, pembantaian, pemerkosaan, dan kehancuran di Suriah dan Irak yang dulu mereka jadikan wilayah kekhalifahan.

Kini, ISIS telah hancur lebur. Wilayah mereka di Irak sudah habis, sedangkan di Suriah tinggal sedikit. Bahkan ISIS sekarang tinggal menunggu waktu untuk benar-benar terusir dari Irak dan Suriah. Alhasil banyak returnees yang dulu gagah berani berangkat ke Suriah, kini merengek-rengek ingin pulang kampung.

Salah satunya adalah perempuan ISIS asal Amerika Serikat (AS) Hoda Muthana. Ia mengaku menyesal bergabung dengan ISIS. Kini dia memohon agar diizinkan pulang ke kampung halamannya di Alabama, AS.

Dulu, perempuan yang berusia 24 tahun sebelumnya diketahui cukup aktif mengkampanyekan ISIS. Bahkan dia menyerukan di media sosial agar darah orang-orang Amerika tertumpah.

Hoda mengatakan, tindakannya tahun lalu meninggalkan AS merupakan kesalahan terbesar. Ia mengaku telah dicuci otaknya oleh ISIS. Hoda merasa salah paham tentang ajaran iman. Dia dan teman-temannya mengira sudah menjalankan ajaran Islam ketika menyelaraskan diri dengan ISIS.

Baca juga : Ditolak Pulang ke Inggris, Remaja ISIS “Mengemis” Mau ke Belanda

“Pada dasarnya, kami berada dalam masa ketidaktahuan. Saya mengira sudah menjalankan perbuatan yang benar di jalan Tuhan,” ujar Hoda seperti dilansir Guardian, Selasa (19/2/2019).

Selama empat tahun di Suriah, Hoda melahirkan seorang putra yang kini berusia 18 bulan. Dia merupakan satu-satunya warga AS di kamp yang berisi 1.500 perempuan dan anak-anak anggota ISIS.

Hoda meninggalkan rumahnya untuk bergabung dengan ISIS tanpa sepengetahuan keluarganya. Dia melarikan diri diam-diam ke Turki pada November 2014. Hoda menetap di Kota Raqqa, Suriah, yang saat itu merupakan salah satu dari dua pusat utama basis ISIS, disamping Mosul di Irak. Di sana, ia menikah dengan seorang anggota ISIS asal Australia, Suhan Rahman.

Rahman kemudian terbunuh di Kota Kobani sehingga memicu amarah Hoda. Dia pun menuliskan di Twitter untuk menumpahkan darah orang Amerika sebab menyebabkan kematian suaminya.

“Orang Amerika bangun! Pria dan wanita bangun!. Banyak yang harus Anda lakukan saat Anda hidup di bawah musuh terbesar kami, sudah cukup tidur kalian!! Pergilah berkendara, dan tumpahkan semua darah mereka, kendalikan mereka. Veteran, Patriot, Memorial, dll. Bunuh mereka!” cuit Hoda kala itu.

Selama berbulan-bulan pada 2015, cicitan di Twitter-nya penuh dengan hasutan mengerikan, dan dia menegaskan akan tetap bersemangat sampai tahun-tahun berikutnya. Namun, dia mengaku akun Twiter-nya diambil alih oleh orang lain.

Setelah kematian suaminya, dia menikahi suami keduanya, seseorang asal Tunisia yang dirahasiakan identitasnya. Dari pernikahannya mereka dikaruniai putra bernama Adam.

Suami keduanya kemudian terbunuh di Mosul. Hoda mundur bersama belasan wanita lainnya ke tanah ISIS yang semakin menyusut, tempat dia menikahi suami ketiganya, seorang asal Suriah tahun lalu.

Hoda mengakui keluarganya di Alabama sangat konservatif dan membatasi pergerakan dan interaksinya. Hal itu yang menurutnya menjadi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap radikalisasi dirinya.

“Kamu ingin keluar dengan teman-temanmu dan aku tidak mendapatkan itu semua. Saya beralih ke agama dan masuk terlalu keras. Saya belajar apapun yang saya anggap benar,” kata Hoda.

“Saya melihat ke masa lalu sekarang dan saya pikir saya sangat sombong. Sekarang saya khawatir tentang masa depan anak saya,” ujarnya.

Menururnya, pada akhirnya ia tidak memiliki banyak teman yang tersisa, sebab semakin dia berbicara tentang penindasan ISIS, ia kian kehilangan teman.

“Saya dicuci otak sekali saja dan teman-teman saya masih dicuci otak,” katanya.

Enam pekan lalu, Hoda melarikan diri dari desa Susa, tidak jauh dari garis depan saat ini di Baghouz. Hoda mengatakan, sempat tidur di padang pasir selama dua malam dengan sekelompok orang buangan ISIS. Kemudian akhirnya dia ditangkap oleh pasukan Kurdi yang memindahkannya ke al-Hawl, tempat dia sekarang bermukim dengan istri dan janda pejuang ISIS dari seluruh dunia.

Para wanita tidak bisa meninggalkan kamp dan dikawal oleh penjaga bersenjata. Meski mereka memiliki akses ke makanan dan bantuan. Di al-Hawl, dendam dari selama empat tahun terakhir telah muncul.

Hoda kini menggambarkan pengalamannya dengan ISIS sebagai pengalaman hidup yang sangat mengejutkan. “Hidup saya seperti film. Anda membaca satu buku dan berpikir Anda tahu segalanya. Saya benar-benar trauma dengan pengalaman saya. Kami kelaparan dan benar-benar kami terpaksa makan rumput,” kata Hoda.

Hoda mengatakan, dia tidak melakukan kontak dengan para pejabat AS sejak penangkapannya. Ia meminta pemerintah AS memaafkannnya karena telah bertindak bodoh.

“Saya akan memberi tahu mereka tolong maafkan saya karena begitu bodoh, dan saya benar-benar muda dan bodoh. Waktu itu saya berusia 19 tahun ketika saya memutuskan untuk pergi. Saya percaya bahwa Amerika memberi peluang kedua,” ujar Hoda.