Ada fenomena menarik terkait ribut-ribut soal pemblokiran situs radikal. Fenomena menarik itu adalah inkonsistensi isu antara media massa dan media sosial. Kenapa menarik? Karena ini agak jarang terjadi di Indonesia. Selain itu ada hal-hal menarik lainnya yang patut dicermati sebagaimana berikut:
Pertama, isu penolakan pemblokiran situs radikal yang marak di media sosial dengan hastag #KembalikanMediaIslam memang menempati trending topic Indonesia. Namun, jika diperhatikan lebih jeli banyaknya akun ‘kepo’ yang mendukung gerakan hastag ini. Akun ‘kepo’ yang dimaksud merupakan kerja otomatis sistem ‘bot’ yang dikenal di dunia maya. Hastag ini disodorkan kepada tweps meski tweet awal mereka tidak terkait.
Misalnya, ketika mereka men-tweet “makan apa ya yang enak?,” mesin ‘bot’ lalu bekerja menjawab pertanyaan itu dengan men-tweet, “#KembalikanMediaIslam”. Dengan demikian, trafik ‘seolah pembicaraan’ mengenai #KembalikanMediaIslam melonjak akibat kerja mesin yang mendompleng pembicaraan warga dunia maya. Karenanya tidak aneh, jika anda melihat akun-akun ‘hedon’ yang paginya masih membicarakan trend dan boyband di sore hari bicara dengan hastag ini.
Kedua, terjadinya pengkaburan opini terkait pemblokiran tersebut. Pengkaburan opini dengan cara mengaburkan duduk persoalan radikallisme dan fitnah adanya islamophobia. Cara ini bertujuan untuk mendegradasi niat baik negara dalam membendung radikalisme dan mencari kawan untuk secara tegas mengambil sikap bermusuhan dengan negara. Upaya ini adalah mencoba untuk memutus informasi langkap soal pemblokiran agar masyarakat tersulut emosi.
Upaya menyulut emosi publik dan umat Islam juga dilakukan dengan cara mengkait-kaitkan dengan ideologi Islam yang sering dianggap sesat. Mereka mencoba menggalang dukungan dengan menuduh aksi pemblokiran situs radikal adalah angin segar buat penyebaran paham-paham sesat, seperti liberalisme agama, Syiah, Ahmadiyah, Sepilis (sekuler, pluralis, dan liberalis), thogut, dan sebagainya. Yang lebih konyol mereka tuduh pendukung pemblokiran sebagai antek PKI (komunis). Sebuah logika yang sangat jelas dipaksakan dan berupa ‘utak-atik gatuk’.
Ketiga, sikap media massa, baik cetak atau online, yang cenderung kritis mendukung pemblokiran situs radikal. Selama berhari-hari media massa benyak mewawancarai sejumlah tokoh dari sejumlah organisasi massa, profesi, dan keagamaan. Hasilnya, jika diperhatikan secara seksama akan terlihat bahwa dukungan tokoh-tokoh masyarakat termasuk ulama adalah mendukung pemblokiran situs radikal.
Dukungan pemblokiran situs radikal ini tak bisa dibendung dan jauh lebih konkret dibanding dukungan trending topic yang tidak begitu jelas. Karena tokoh-tokoh yang mendukung pemblokiran ini berasal dari keorganisasian yang jelas dan dikenal sebagai tokoh yang dikenal memiliki pandangan konstruktif terhadap kemajuan bangsa.
Dukungan yang mereka sampaikan juga tidak main-main. Karena dukungan itu dilandasi oleh fakta-fakta konkret yang menguatkan pemblokiran itu. Mereka yang memiliki pengikut besar, seperti ulama dan kyai, juga mensosialisasikan dukungan itu kepada khalayak umat. Maka tak heran, jika trending topic twitter kali ini tak berhasil menjadi opini umum media massa.
Kalau anda tidak percaya silahkan ketik nama-nama tokoh Islam yang memiliki basis massa konkret seperti ulama NU atau imam besar masjid istiqlal di ‘mbah google’ terkait komentar mereka soal pemblokiran situs ini. Demikian pula dengan akademisi Muslim seperti Azyumardi Azra. Atau silahkan mencari komentar tokoh-tokoh pers terkait hal ini seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Dewan Pers. Dari sana anda bisa sangat paham bahwa tidak lagi ada alasan bagi negara menunda rencana pemblokiran!