CIREBON – Paham radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) diduga sudah menyebar ke kalangan remaja, khususnya tingkat pelajar SMA. Bahkan, Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Cirebon mendata ada sedikitnya 2 sekolah di wilayah Kabupaten Cirebon yang sudah terindikasi paham radikal ISIS.
Tak tanggung-tanggung, di sekolah tersebut terdapat sekitar 10 siswa yang sudah menolak untuk mengikuti pelajaran IPS dan enggan mengikuti upacara bendera. Bahkan simbol negara Indonesia berupa bendera merah putih pun sudah tidak diakuinya.
“Di data kami ada beberapa sekolah yang sudah kemasukan paham radikal. Sekolah itu di Cirebon barat dan tengah. Bahkan beberapa siswanya menolak NKRI termasuk bendera merah putih,” ujar Ketua PC GP Ansor Kabupaten Cirebon, KH Faris elt Haq Fuad Hasyim usai melakukan audiensi dengan Kapolres Cirebon di Mapolres Cirebon, Kamis (7/5). Ditanya detail mengenai penanaman paham radikal pada siswa tersebut, Faris mengaku tidak begitu mengetahuinya.
Namun yang jelas, kata Faris, anak-anak tersebut dirangkul untuk masuk organisasi yang mengklaim Islam yang dalam setiap kegiatannya dilakukan penanaman doktrin kekerasan. Sebagian besar memang tidak terpengaruh, namun beberapa di antaranya menganggap doktrin yang ditanamkan benar adanya. “Siswa tersebut menolak pelajaran sejarah. Setiap pelajaran sejarah, dia keluar. Dan ini yang menjadi masalah,” tuturnya.
Selain itu, GP Ansor juga mencatat sudah terdapat satu stasiun radio yang tidak mau lagi mengumandangkan lagu Indonesia Raya. Entah apa penyebabnya, namun itu mengindikasikan adanya radikalisme yang sudah mulai masuk ke Kabupaten Cirebon.
Fakta tersebut, kata Faris, jelas menjadi PR bersama bagi Ansor, Pemerintah Kabupaten Cirebon dan masyarakat umum. Sehingga pada bulan Ramadan pihaknya berencana menggelar pesantren kilat di berbagai sekolah. Termasuk di dua sekolah yang terindikasi kuat terpengaruh radikalisme yang ekstem. “Ini sudah sangat berbahaya dan kita termasuk kecolongan,” tukasnya.
Karena itu pihaknya melakukan audiensi dengan Polres Cirebon. Tujuannya meminta dukungan, agar tindakan pencegahan radikalisme yang ekstrem ini mendapat dukungan dari aparat keamanan.
Sementara itu, Kapolres Cirebon AKBP Chiko Ardwiatto mengatakan, untuk dua sekolah yang dikabarkan terindikasi radikalisme yang ekstrem baru sebatas informasi. Namun ke depan, pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan akan mendalami informasi tersebut. Pihaknya pun akan melakukan monitoring sekolah tersebut dan berkoordinasi dengan instansi terkait. “Itu baru sebatas informasi, tapi kami dari Polres akan memonitoring sekolah tersebut dan koordinasi dengan Pemda serta MUI,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon Asdullah Anwar mengaku belum mendapatkan laporan mengenai dua sekolah yang terindikasi radikalisme ini. Namun dirinya mengaku akan segera menerjunkan tim untuk segera menginvestigasi masalah ini. Karena, hal tersebut menjadi masalah yang serius. “Akan kita coba dalami. Nanti kita coba turunkan tim untuk mencari tahu kebenarannya,” tukasnya. (kmg/jpnn)