Victoria – Tiga pria asal Melbourne ditangkap hari Selasa (20/11), karena diduga berencana melakukan penembakan massal di Melbourne. Pihak kepolisian di negara bagian Victoria mengatakan jika paspor ketiganya pernah dibatalkan sebelumnya.
Sebelumnya, diketahui juga jika paspor milik Hassan Khalif Shire Ali, pelaku insiden di pusat kota Melbourne dua pekan lalu, telah dibatalkan di tahun 2015.
Menjadi pertanyaan bagi banyak kalangan, mengapa Australia bisa membatalkan paspor seseorang yang mengancam keamanan. Mengapa tidak menangkap mereka saja, atau biarkan mereka pergi ke negara-negara konflik atau biarkan tewas dalam konflik di luar Australia?
Alasan pertama dan paling sederhana adalah Australia memiliki kewajiban hukum untuk melakukannya.
“Jika kita tahu seseorang akan pergi dan melakukan tindak kriminal, terutama kekerasan, terorisme di wilayah hukum lain, maka kita tidak bisa mengatakan itu bukan masalah lain dan membiarkan masalahnya pergi ke tempat lain,” ujar pakar keamanan dan terorisme, Greg Barton dari Deakin University kepada ABC News, Rabu (21/11).
“Hal ini telah diformalkan dalam hukum internasional, jadi bukan sesuatu yang bisa kita abaikan.”
Alasan utama lainnya adalah untuk mencegah calon teroris pergi ke luar negeri, membiarkan mereka menjadi sangat terlatih dan lebih radikal, kemudian kembali sebagai ancaman yang lebih besar.
“Kita ada pengalaman dengan Afghanistan (pada akhir 1980-an, awal 1990-an) dengan 30 warga Australia pergi dan sekitar 24 dari mereka saat kembali malah menjadi lebih ekstrem. Jadi ini dari pengalaman radikalisasi,” ujar Profesor Barton.
Bahkan saat mereka tidak kembali, ada kasus-kasus, seperti pria asal Melbourne, Neil Prakash, yang pergi ke luar negeri dan menggunakan pengaruh dan keahlian mereka untuk menggalang dan meradikalisasi orang-orang di Australia.
Neil telah terlibat dalam menggagalkan plot teror Anzac Day di tahun 2015 dan 2016, meskipun berangkat ke Suriah sebelumnya.
Baca juga : Dua Serangan Udara AS Tewaskan 37 Teroris al-Shabaab
“Prakash dimanfaatkan secara efektif oleh kelompok Islamic State (ISIS) untuk menelpon orang-orang yang dikenalnya di sini, tapi juga orang-orang yang bisa mereka kenalkan,” kata Profesor Barton.
“Mereka membangun karismanya dan profilnya, sehingga membuatnya menjadi alat yang efektif.”
“Dia tidak akan terlalu merepotkan kami jika tetap berada Melbourne dan di bawah pengawasan, sementara dari Raqqa pengaruhnya cukup luas.”
Profesor Barton mengatakan dalam beberapa kasus, terutama yang terkait anak-anak muda, pembatalan paspor bisa cukup untuk mencegah aktivitas mereka dan dapat mencegah radikalisasi lebih lanjut.
Siapa yang dapat batalkan paspor? Kekuasaan terletak pada Menteri Luar Negeri Marise Payne, bukan Menteri Dalam Negeri Peter Dutton. Namun tetap berdasarkan saran dari “pihak otoritas yang kompeten”, seperti ASIO (badan intelijen Australia) atau Polisi Federal Australia.
Paspor yang dibatalkan karena alasan terorisme sering dilakukan atas permintaan agen mata-mata Australia ASIO, setelah melalui penilaian keamanan oleh direktur jenderalnya.
Dari perkiraan Senat terakhir pada bulan Oktober 2018, Direktur Jenderal ASIO Duncan Lewis mengatakan lebih dari 240 paspor telah dibatalkan atau ditolak sejak tahun 2012 terkait konflik di Suriah dan Irak.
“Sebagai perbandingan, dan untuk menunjukkan ukuran ancaman, antara tahun 2001 dan 2014 hanya ada sekitar 40 paspor yang dibatalkan karena alasan terorisme,” kata Jacinta