JL SUMATERA—Kasus penembakan terhadap polisi dewasa ini diduga dilakukan oleh jaringan teroris. Mengapa lantas mengarah kepada polisi?
“Penembakan terhadap polisi akhir-akhir ini perlu dijelaskan, bukan hanya polisi yang menjadi target mereka. Namun karena polisi menjadi yang paling dekat dengan mereka (teroris, Red) maka polisi yang lebih dulu dijadikan target,” papar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansy’ad Mbai acara diskusi bersama jurnalis di Jalan Sumatera, kemarin (20/8).
DISKUSI: Ansyaad M’bai (tengah) berkompromi dengan Agus (batik hijau) saat menjawab pertanyaan wartawan dalam acara diskusi bersama jurnalis memberantas teroris di Jalan Sumatera nomor 5, kemarin (20/8).
DISKUSI: Ansyaad M’bai (tengah) berkompromi dengan Agus (batik hijau) saat menjawab pertanyaan wartawan dalam acara diskusi bersama jurnalis memberantas teroris di Jalan Sumatera nomor 5, kemarin (20/8).
Ansy’ad menerangkan alasan mengapa polisi menjadi batu karang hambatan teroris. Makanya, kata dia, teroris menganggap polisi sebagai musuh besarnya. Lantaran polisi kerap kali menggagalkan rencana mereka untuk melakukan aksi terorisme, seperti peledakan bom. Ia juga menanbahkan, jika kejadian ini merupakan fenomena transaksional.
“Ini bukan hanya di Indonesia, di beberapa negara pun demikian. Ini strategi baru setelah Bin Laden Aiman Jawahiri. Untuk mentarget dalam negeri pemerintah sendiri. Polisi itu simbol negara. Karenanya, polisi harus meningkatkan kewaspadaan, kalau tidak masyarakat akan jadi korbannya,” imbuhnya.
Sementara itu, Ansy’ad menerangkan teroris sebetulnya musuh bangsa. Aksinya yang seringkali mengatasnamakan agama, bukanlah jihad. Mereka justru telah menodai agama Islam yang selama ini dikenal sebagai asal-muasal teroris. Padahal menurutnya bukan tidak mungkin ada oknum teroris yang berasal dari agama lain (tidak menyebutkan agama manapun).
Saat ini kata Ansy’ad teroris masih menjadi musuh bersama, perlu kebersamaan untuk melawannya. Ansy’ad meminta kepada masyarakat suapaya tidak menganggap remeh keberadaan teroris. Kendati Ansy’ad tak memungkiri cukup sulit mengenali teroris, mengingat gaya hidup mereka yang tidak ada bedanya dengan masyarakat lain.
“Kita harus bahu membahu, mereka tidak bisa dianggap remeh, teroris terlihat sederhana. Lalu, dalam penangkapan yang dilakukan polisi sulit diselesaikan, mereka tumbuh lagi dan lagi. Akibatnya menimbulkan pemahaman yang salah, yang jahat itu polisi atau terorisnya,” ujarnya.
Sementara itu, mantan tokoh aktivis Jamaah Islamiyah (JI) Abdul Rahman Ayub menceritakan pengalamannya semasa menikuti JI. Ia memaparkan tujuan teroris yang sebenarnya adalah membentuk negara muslim, dengan catatan muslim menurut paham mereka. Karenanya mereka memiliki penafsiran-penafsiran tersendiri.
“Mereka (teroris) punya tagline lebih baik mati karena mulia, sementara kalau ditangkap hidup polisi mereka merasa hina. Lebih dari itu, bagaimana mau ditangkap kalau bajunya dilengkapi bom. Benda apapun yang ada di sekitarnya bisa jadi senjata,” ungkap mantan anak buah Osama bin Laden ini. (mg13)
sumber: Bandung Express