REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjelaskan sulitnya pemecahan kasus terorisme karena sistem demokrasi yang dianut Indonesia.
Kepala BNPT, Ansyaad Mbai mengatakan, ada sebuah pergeseran paradigma pemberantasan teroris dari zaman mantan presiden Soeharto dan sekarang. ”Ada bedanya dulu dengan sekarang,” katanya di sela-sela kunjungannya di Kantor Republika, Senin (22/7).
Ansyaad mengatakan, zaman Soeharto, teroris atau aktifitas makar akan langsung dibasmi dengan sebuah gerakan. Ansyaad memisalkan, satu orang dicurigai lantas satu kampung bisa ‘digaruk’.
Namun, sekarang teroris bisa berkembang karena mereka berlindung dengan sistem demokrasi Indonesia dan gembar-gembor Hak Asasi Manusia (HAM).
”Kan sekarang kalau dikatakan bersalah harus ada bukti,” kata Ansyaad.
Para teroris seakan berlindung di bawah HAM. Aparat keamanan tidak bisa langsung mengeksekusi atau main hakim sendiri, bahkan tembak langsung. Harus ada sebuah bukti dan melewati proses hukum sampai nanti diputuskan di pengadilan.
Menurut Arsyaad, sistem Demokrasi Indonesia semakin sering dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Teroris yang memiliki misi tertentu, merasa bebas dengan adanya lindungan HAM yang selalu ada dalam sistem demokrasi.
sumber: republika online