MEDAN – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meyakini masih adanya kelompok-kelompok teroris di Sumatera Utara (Sumut). Kelompok tersebut merupakan selsel dari pelaku perampokan Bank CIMB Niaga di Jalan Aksara Medan, dan penyerangan Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Hamparan Perak, 18 Agus – tus 2010.
Kepala BNPT Inspektur Jenderal (Irjen) Pol (Purn) Ansyaad Mbai mengatakan, kelompok teroris tersebut merupakan kelompok kecil yang terbentuk dari jaringan terorisme di Pegunungan Jalin, Jantho, Aceh. Ke lompok inilah merupakan jaringan dari Jamaah Islamiyah (JI) sebagai pelaku peledakan Bom Bali I dan II.
“Ini rangkaian terorisme dari 2010 sampai 2012 yang awalnya kelompok JI yang ditangkap dari Bom Bali I dan II sampai bom di Hotel JW Marriott pada 2009. Me reka membentuk sel kecil, se pakat buat kelompok pelatihan di Aceh, dan di sana disergap, ditangkap, hingga (mereka) ber ceraiberai. Mereka membentuk kelompok lagi, termasuk di Medan, dan gagal lagi,” ujarnya saat menjadi narasumber Diskusi Bersama BNPT dan Jurnalis di Hotel Emerald Garden Medan, kemarin.
Dari kegagalan tersebut, kelompok ini pun membentuk sel baru dan mencari daerah un tuk dilakukan pelatihan dan sasaran teror. Kini, Sulawesi Selatan dan Poso diduga kuat menjadi basis kekuatan terorisme. “Di sana mereka sudah melakukan pelatihan lebih dari ratusan orang. Pada 2012 sampai 2013, baru ditangkap seratusan lebih, ke mana yang lainnya. Saya tidak menakuti mereka, tapi kita harus waspada,” tutur mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumut pada 2002 tersebut.
Diakui dia pula, meski te ror is me di berbagai daerah mulai di bongkar, seperti lima orang ditangkap di Bali, 13 hackeryang mendanai kegiatan terorisme di sergap di Solo, Jakarta, Ban dung, Ambon, Bima, Makassar, na mun kekuatan terorisme masih kuat dan berkembang. Penangkapan kelompok teroris yang disergap di Medan me mi liki rekening Rp8 miliar dan aset Rp4 miliar hasil hacker jaringan multilevel marketing (MLM).
Jumlah itu menurutnya lebih be sar dari aksi perampokan Bank CIMB Niaga Medan. “Pelaku Bank CIMB Niaga di Medan saja berasal dari Jawa, Bima, Poso, dan sebaliknya be gitu. Satu kasus teror tidak ber diri sendiri, tapi berdiri dengan kasus lainnya,” tandasnya. Berbagai aksi terorisme di Tanah Air tidak sedikit jatuhnya korban jiwa, terutama ma sya ra kat.
Aksi terorisme itu sendiri sa ngat bertentangan dengan ajar an Islam. Untuk itu, BNPT akan melibatkan berbagai tokoh, se perti tokoh masyarakat, aka de misi, tokoh adat, tokoh ormas, tokoh media, tokoh pemuda, tokoh perempuan, dan unsur pemda untuk meminimalisasi ruang gerak para teroris tersebut.
Guna menekan ber kem bangnya jaringan ini, dia ber harap peran aktif masyarakat terhadap lingkungan. “Kita ti dak pernah me nga ta kan atas nama agama ter ha dap pelaku teroris. Untuk itu, ma syarakat harus turut aktif mengawasi lingkungannya ter utama me nge nali te tang ga nya masingma sing. Ingat, jumlah korban jiwa saja banyak dari masyarakat daripada te roris yang mati ditangkap, apalagi kalau di tam bah de ngan yang mati oleh po lisi,” ungkapnya.
Diskusi ini juga meng ha dir kan narasumber, yakni Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangplinmas) Sumut Eddy Syofian; Deputi I Bidang Pen ce gahan, Perlindungan, dan De ra di kalisasi (BNPT) Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Agus Surya Bakti; dan mantan teroris Fauzi Ali.
Pada kesempatan itu, Fauzi Ali yang menjadi instruktur ma teri field engineering (metode pengeboman) JI mengaku tak sulit menyelundupkan senjata api, bom, dan bahan peledak ke Indonesia, termasuk Sumut. Diakui dia, banyak cara di la ku kan untuk mendapatkan bahan peledak tersebut.
Meski daya ledak tidak bisa seperti bom trinitrat toluena (TNT) yang digunakan pihak keamanan, namun bom yang dirangkai mampu menyerupai daya ledak kuat. “1.001 cara dilakukan untuk dapatkan bahan peledak. Yang dipakai oleh negara adalah TNT, tapi teroris mendatangkan mate rial yang tidak kalah kekuatan nya dari TNT,” ujarnya.
Untuk memasukkan senjata dan bom bukanlah hal yang sulit, yakni melalui jalur laut. Senjata api dan bom didapat dari Filipina Selatan. Di sana ada pasar gelap senjata dan bahan peledak yang diselundupkan melalui jalur laut perbatasan antara Filipina dan Malaysia, yang hanya berjarak sekitar 200300 meter.
Dari Malaysia, tentu banyaknya celah pelabuhanpelabuhan tikus se bagai pintu masuk senjata api dan bahan peledak untuk di rangkai menjadi sebuah bom. “Di Medan masuk dari Kelantan, Malaysia. Sedangkan per ba tasan antara Malaysia dengan Fi lipina itu tidak sulit. Ke mu di an masuk ke wilayah Medan. Kalau peluru mudah didapat atau dibuat di bengkel,” be ber nya.
Dia mengakui pelaku peledakan ada yang berasal dari Medan, namun lokasi teror dilakukan di luar Sumut. “Saya belum dengar ledakan besar terjadi di Medan. Memang ada pelaku peledakan dari Medan, tapi lokasinya di Riau,” tandasnya.
Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Agus Sur ya Bakti mengatakan, pe nye baran terorisme yang sudah me rata di tiap wilayah, menjadikan target bukan hanya ke pen ting an asing semata, tetapi juga ke pentingan nasional. Munculnya kelompokkelompok kecil bah kan individu, yang tidak terkait dengan jaringan besar, men ja di kan tindakan dilakukan tanpa komando dari pimpinan.
Sasaran tersebut seperti pe merintahan dan tokohtokoh yang di ang gap berseberangan dengan ke yakinan terorisme dari segi motif, ideologis, hingga balas dendam. “Fenomena ini tentu patut diwaspadai dengan cermat oleh masyarakat di daerah. Mereka juga bergerak secara klandestin di tengahtengah masyarakat se hingga sangat mem ba ha ya kan masyarakat sipil,” ung kap nya.
sumber: koransindo