Agus Surya Bakti
Telah hadir di lokasi, Deputi 1 BNPT Mayjen TNI Agus Surya Bhakti, KH. Muhyidin, dan Wasekjen PBNU, KH. Abdul Mun'im,

BNPT dan Pesantren: Sebuah Relasi Harmonis

Pesantren merupakan unsur utama dalam pendidikan Islam di Indonesia. Entah kapan dan dimana ia pertama kali didirikan, yang jelas lembaga pendidikan satu ini dalam sejarah perjuangan bangsa, baik sebelum dan sesudah kemerdekaan, menjadi garda depan membela kepentingan tanah air.

Potensi besar yang dimiliki pesantren inilah yang membuat lembaga pendidikan ini tak bisa ditinggal begitu saja dalam berbagai pergulatan persoalan kebangsaan. Pesantren juga memiliki posisi khusus tersendiri di hati umat Islam yang membuatnya tidak semata an sich sebagai lembaga pendidikan. Lembaga ini bisa menjadi jembatan moral sekaligus komunikasi antara kepentingan negara dengan kepentingan masyarakat.

Di posisinya yang demikian, umat Islam dibimbing –tidak hanya spiritual- dalam berbagai mengahdapi persoalan kebangsaan. Dalam sejarah pula, pesantren mampu menggerakan jutaan massa dalam melawan kolonialisme. Persoalan problematik masyarakat pun seringkali diselesaikan lewat petuah-petuah tokoh pesantren.

Dalam hal kasus terorisme yang mengatasnamakan agama (Islam), pesantren berulang kali menjadi ‘agen’ pencegahan yang efektif. Meski misalnya tidak ada relasi formal struktural antara pesantren dan negara, lembaga pendidikan ini mampu meluruskan pemahaman umat terhadap agama agar tidak terjerumus aksi radikallisme terorisme.

Atas dasar posisi strategis dan komitmen melaksanakan ajaran agama yang benar itulah pesantren tidak bisa dinafikan dalam pemberantasan radikal terorisme di Indonesia. Negara pun –yang dalam persoalan penanggulangan terorisme diwakili BNPT- sadar atas posisi tersebut. Dengan demikian pilihan menjadikan pesantren sebagai mitra strategis BNPT adalah sebuah keharusan.

BNPT dengan keterbatasannya tentu tidak mudah –dan memang bukan tupoksinya- untuk membicarakan persoalan agama, terutama dalam isu penanggulangan terorisme. Namun, keterbatasan itu bisa ditutup oleh peran serta ulama, santri, dan pondok-pondok pesantren. Dengan cara itu argumentasi menolak radikal terorisme dapat dijelaskan kepada masyarakat secara baik.

Sebagaimana diketahui, kelompok radikal teroris sering menggunakan penggalan ayat-ayat suci dan hadits Nabi yang dimaknai secara serampangan, seperti kebolehan membunuh orang yang tak bersalah. Jika dibiarkan tentu saja akan membahayakan dan mempengaruhi pola pikir masyarakat dan umat Islam. Karena itu, penjelasan yang kaffah dari kalangan pesantren tentu diperlukan untuk meluruskan cara pandang dan kesalahan memaknai ayat sebagaimana kelompok radikal teroris lakukan.

Situasi dan kondisi seperti itulah yang mau tidak mau mengharuskan semua elemen masyarakat bahu membahu menanggulangi penyebaran paham radikal terorisme, termasuk kalangan pesantren. BNPT sebagai wakil negara dan pesantren sebagai wakil masyarakat dalam hal ini tidak lagi berhubungan sekedar sebagai mitra kerja, karena lebih dari itu. BNPT dan Pesantren harus menjadi soulmate untuk menjaga kedaulatan negara dari tangan-tangan jahil kelompok radikal terorisme. Karena sesungguhnya semua komponen bangsa ini –yang telah disatukan oleh Pancasila- punya tanggung jawab yang sama yang hanya dipisahkan oleh posisi dan fungsi masing-masing. Bersama Cegah Terorisme!!!