Nasir Abbas: Memberantas Terorisme Tidak Semudah Membalik Tangan

Jakarta – Pengamat terorisme yang juga mantan teroris Nassir Abbas menilai langkah pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam memberantas terorisme di tanah air, sudah berjalan sesuai relnya. Penilaian itu disampaikan Nasir Abbas dalam acara Bincang Damai di Jakarta, Kamis (19/03/2015).

Beberapa program yang telah dijalankan BNPT antara lain adalah masuk ke lembaga pemasyarakatan untuk menyadarkan tahanan (teroris). BNPT juga terus membimbing dan membina keluarga teroris.

“Tapi masih ada dari mereka yang bandel. Mereka banyak yang tidak peduli bila diberi penerangan. Mereka maunya langsung ustadz-nya yang membimbing dan juga menggunakan kitab mereka sendiri. Memang orang-orang seperti ini tidak banyak, tapi mereka bisa membuat berita besar. Butuh kerja keras dan waktu untuk BNPT untuk menjalankan program-program itu,” imbuh Nasir.

Terkait ISIS, Nasir menilai, fenomena dan propaganda mereka memang membuat kaget banyak orang. Ia menilai sebenarnya di Indonesia tidak membicarakan terorisme lagi sejak peristiwa 2009.

“Memang ada letupan-letupan kecil seperti penembakan polisi dan aksi Santoso di Poso, tapi itu tidak terlalu mengkhawatirkan. Hanya saja adanya orang-orang yang berangkat ke Suriah ini membuat kita kembali terganggu dengan propaganda ISIS ini. Apalagi mereka tidak hanya sekadar berangkat, tapi ada usaha untuk mengajak dan meyakinkan orang lain. Bahkan mereka juga pamer tentang kesuksesan dan kondisi mereka di Suriah. Ini bisa menjadi ancaman besar bagi kita,” paparnya.

Menurut Nasir, kondisi itu bisa menjadi motivasi buat para pengikutnya di sini untuk mengikuti jejak mereka yang sudah berada di Suriah. Apalagi ada iming-iming dari ISIS terkait kesejahteraan hidup di dunia dan juga berjihad membela agama.

“Kita tahu baru rombongan 16 orang pertama, kemudian disusul 16 orang kedua. Mungkin saja sebelumnya sudah ada yang sudah berangkat lebih dulu. Seperti konflik Ambon dulu, banyak orang berbondong-bondong berangkat karena isu SARA, muslim dan non-muslim. Kini mereka mengatakan Suriah itu adalah pemerintah kafir, sehingga mereka menggunakan segala macam cara untuk bisa sampai di sana, baik itu haji, umroh, studi dan lain-lain. Awalnya memang yang berangkat laki-laki, tapi dengan adanya jaminan finansial buat keluarga, mereka bisa berangkat lengkap dengan anak dan istrinya,” terang Nasir.

Lebih berbahaya lagi, tegas Nasir, bila suatu saat mereka-mereka itu ingat kampung halamannya di Indonesia. “Karena merasa punya tanggungjawab untuk menyelamatkan kampungnya dari apa yang dinilai kafir, mereka lantas kembali dan melakukan kegiatan di sini. Itu jelas harus diantispasi, terutama oleh pemerintah melalui BNPT,” tandas Nasir. (Tim Media BNPT)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *