Masifnya aksi terorisme yang dilakukan oleh mereka yang mengatasnamakan kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) baik berafiliasi secara langsung maupun serigala tunggal (lone wolf) yang terjadi beberapa bulan terakhir di dalam negeri membuat masyarakat semakin khawatir terhadap kemungkinan design aksi teror berikutnya. Kekhawatiran cukup berasalan. Betapa tidak, beberapa waktu lalau seorang mantan narapidana teroris yang baru keluar dari penjara melempar bom ke halaman gereja di Samarinda yang sedang melaksanakan ibadah. Akibat ulahnya 4 orang anak terluka bakar serius dan seorang anak balita tanpa dosa harus menghembuskan nafas terakhirnya.
Kejadian tersebut seakan menjadi rentetan dari kejadian sebelumnya. Kita lihat misalnya betapa polisi-polisi yang tidak berdosa yang sedang melaksanakan tugas mengatur lalu lintas dan memberikan pelayanan, tiba-tiba ditikam membabi buta oleh seorang anak muda yang sudah ber bai’at dengan kelompok teroris global, ISIS. Atau kita masih ingat dengan remaja nekat yang sudah berbaiat terhadap ISIS yang mengambil tindakan sendiri untuk membuat teror di tengah kekhusukan jemaat gereja di Medan.
Rangkaian peristiwa teror yang meresahkan masyarakat tersebut merupakan PR besar bagi negara ini. Terorisme adalah persoalan serius yang di mana pun dan kapan pun akan selalu menjadi ancaman baik bagi keamanan masyarakat maupun bagi kedaulatan bangsa. Fenomena terorisme seakan menjadi api dalam sekam sejarah bangsa. Ia selalu menjadi bagian dari setiap lipatan sejarah bangsa dalam bentuk, modus, skala, dan teknik yang berbeda-beda.
Apabila kita ukur potensi ISIS sebagai ancaman, dalam skala global secara teknis lapangan sebenarnya ISIS mengalami banyak kekalahan-kekalahan. Setelah setahun lebih mereka mendeklarasikan IS pada Juni 2014, pada anggal 26 Januari 2015 ISIS menderita kekalahan di .Kobane, yang dalam Bahasa Arab dikenal sebagai Ain ainal-arab, yaitu kota Kuedi yang berbatasan dengan Turki. Begitu pun Tanggal 31 Maret 2015, ISIS dipaksa angkat kaki dari kota Tikrit, tempat lahirnya Sadam Hussein. Di Suriah pun ISIS juga telah mengalami kekalahan serupa. Bulan Mei 2015 kata Plmyra telah lepas dari gengaman mereka. Tanggal 13 November 2015 kota Sinjar sebelah barat laut Bagdad diambil alih oleh pemerintah. Dan menutup akhir tahun 2015, pada tanggal 8 Desember kota Ramadi yang pernah dikuasai ISIS telah diambil alih.
Berlanjut pada tahun 2016, ISIS masih mengalami rentetan kekalahan serupa misalnya tanggal 24 Maret 2016 di kota selatan Mosul. Tanggal 7 April 2016, route pasokan utama ISIS dari Al-Rai menuju Turkey. Bulan Juni 2016, ISIS juga mengalami kekalahan di Tal-Abyad. Begitupun pada 22 September 2016 kota Sharqat juga ditaklukan oleh koalisi.
Terkait semakin melemahnya kekuatan ISIS secara global, sebuah kajian dari lembaga kajian internasional IHS 2015 dipimpin oleh Columb melakukan survey bahwa sebenarnya ISIS telah kehilangan 45% wilayah di Iraq dan 20% di Suria. Mosul menjadi kota terahir yang masih diduduki ISIS yang saat ini pun sedang mengalami keterdesakan. Semakin mengecilnya teritori kekuasaan ISIS berbanding lurus dengan semakin menipisnya pasokan dana yang menunjang gerakannnya. Bisnis minyak ISIS yang diperdagangkan di pasar gelap juga mengalami keterancaman akibat banyaknya jumlah wilayah yang lepas dari genggaman kekuasaan mereka. Dalam kondisi terdesak tersebut, ISIS telah kehabisan akal sehatnya dalam menyokong pendanaan mereka. Tersiar kabar mereka juga menjual artefak, peninggalan kuno hingga organ tubuh manusia. Pada bulan November 2016, misalnya, pasukan koalisi menemukan kota kuno peradaban Iraq Namrud ditemukan hancur.
Masihkah ISIS Menjadi Ancaman?
Melihat peta kekuatan ISIS secara global tersebut, hampir dengan nada optimis semua kalangan berpendapat ISIS di ambang kehancuran. Dengan rentetan kekalahan yang diderita, diprediksi ISIS hanya akan menjadi sejarah dari bagian sejarah terorisme global. ISIS akan mengikuti jejak al-Qaeda yang tidak lagi sebagai gerakan teror berteritori, tetapi hanya gerakan bawah tanah yang hanya mengejutkan dunia dengan serangan terornya.
Namun, kita melihat tidak ada korelasi antara rentetan kekalahan ISIS di Irak-Suriah dengan intensitas serangan teror di berbagai negara yang diklaim dilakukan oleh simpatisan ISIS. ISIS memang menderita berbagai kekalahan, tetapi masifitas aksi yang dilakukan oleh simpatisannya tidak mereda. Artinya, harus dikatakan tidak ada korelasi positif antara kekuatan ISIS global dengan potensi ancaman ISIS di beberapa negara. Sekalipun ISIS lambat laun telah mengecil sebagai sebuah kelompok teroris yang memiliki teritori di Irak-Suriah, tetapi pengaruhnya sebagai kelompok penebar ideologi kekerasan masih dan justru semakin menguat.
Inilah sebenarnya yang patut kita baca dari kekuatan ISIS. Peta kekuatan ISIS tidak hanya dapat dilihat dari aspek tunggal peta penguasan territorial di Irak-Suriah, tetapi justru pada peta penyebaran simpatisan di berbagai negara. Peta penyebaran simpatisan ISIS sangat dipengaruhi oleh gerakan ideologisasi kekerasan ISIS yang disebar dan mempengaruhi masyarakat.
Ada beberapa hal penting membuat ISIS semakin kuat dan berpengaruh termasuk di Indoneaia. Pertama, penyebaran propaganda, paham, proses radikalisasi dan rekrutmen menggunakan sosial media. ISIS menjadi contoh dari terorisme global yang efektif menggunakan pola baru dalam merekrut keanggotaannya melalui internet. Kedua, selain ruang terbuka dunia maya melalui internet, ISIS juga paling banyak memanfaatkan ruang ini dengan strategi tertutup. Pergerakan bisnis selain menggunakan internet juga menggunakan dark net dan dark web yang terenkripsi. Ketiga, ada design sistematis ISIS untuk melakukan radikalisasi masyarakat secara terstruktur melalui dunia pendidikan. Pada tanggal 17 Juli 2016 ditemukan dokumen bahwa ISIS ingin merubah kurikulum sekolah dari kurikulum pelajaran umum dengan mata pelajaran jihad, pelajaran membunuh, membuat bom dan cara eksekusi.
Fakta-fakta terakhir menyebutkan bahwa ISIS memberikan pelajaran kekerasan umum melalui propaganda. ISIS seakan ingin melakukan proses radikalisasi tidak hanya pada individu tetapi radikalisasi massal. Pada 18 November 2016 masyarakat dan tentara Iraq menggorok anggota ISIS seperti ISIS mengeksikusi warga kurdi. ISIS memberikan hadiah pada anggotanya yang bisa menembak jet tempur, menembak helikopter, menembak jatuh drone, serta bagi yang berhasil menembak dan menggorok musuh.
Fakta lain juga cukup menguatkan bahwa potensi ancaman ISIS akan terus berlanjut. Kalau semula di Irak-Suriah ada kekuatan yang selalu berseberangan dengan ISIS yaitu Jabat an-Nusra (JN) sebagai pecahan al-Qaeda, kini JN telah menyatakan bergabung dengan ISIS dengan nama baru Jabat fath asy syam yang dipimpin oleh Abu Muhamad al-Julani (mantan perancang milisi ISIS).
Prediksi Ancaman di Indonesia
Setelah membaca peta kekuatan dan potensi kekuatan ISIS secara global rasanya perlu juga melihat kemungkinan persemaiannya di Indonesia. Di Asia Tenggara, Indonesia merupakan salah satu daerah potensial dari gerakan terorisme. Fakta ini bukan prediksi mengingat terorisme telah menjadi bagian penting dari sejarah bangsa.
Apabila kita perhatikan, pada masa awal kemerdekaan bangsa Indonesia dihadapkan pada situasi pemberontakan oleh tokoh-tokoh negara. Sebut saja RM Kartosuwiryo, Ibnu Hajar, Kahar Muzakar dan lainnya. Beberapa gerakan yang merongrong kedaulatan negara tersebut masih bersifat lokal dan domestik. Bentuk perang pun lebih pada dukungan simpati masyarakat kepada kelompok pemberontak karena minimnya informasi yang diterima masyarakat. Sehingga walaupun mereka disebut kelompok pemberontak namun perjuangannya berbentuk ” perang grilya”.
Pada perkembangan berikutnya, gerakan bawah tanah tersebut pada masa Orde Baru berafiliasi dengan terorisme global bermana al-Qaeda. Abu Bakar Basy’asir dan Abdullah Sungkar adalah duo tokoh yang membawa gerakan lokal menuju terorisme trans-nasional. Indonesia pada masa Orde Baru mengalami keterkejutan dengan ragam aksi yang terhubung secara global.
Bagaimana dengan ISIS? Masihkah ISIS akan bersemai di Indonesia dengan peta kekuatan yang mereka miliki saat ini?
Di sinilah kita mendengar kabar yang tidak mengenakkan. Al-Baddadi setelah serangan bertubi-tubi di Mosul mulai terdesak. Konon, ia bersembunyi di terowongan dengan sikap yang mulai tempramental. Dia mulai merubah penampilan. Dia sudah menunjuk wakilnya yang belum dipublikasikan untuk menghindari perpecahan internal.
Ada scenario yang mulai dikembangkan. Apabila bila ISIS mengalami kekalahan di Irak-Suriah, gerakan ini akan berpindah ke Afganistan, yaitu sepanjang perbatasan Tajikistan, Uzbekistan dan Turkinistan. Jika hal itu tidak memungkinkan, kawasan Asia Tenggara akan menjadi pilihan. Filipina akan menjadi target potensial pertama mengingat di sana ada gerakan separatisme lokal yang telah menjadi basis perjuangan teroris global. Kalaupun langkah ini tidak bisa dilakukan, Indonesia menjadi incaran terakhir dari gerakan ISIS.
Pertanyaannya kenapa Indonesia layak diperhitungkan? Ada beberapa fakta yang menjadikan Indonesia masuk dalam alternatif perencanaan basis ISIS. Pertama, di Indonesia sudah banyak jaringan yang sudah berafiliasi dan terekrut dengan ISIS. Kedua, di ISIS Indonesia memiliki perwakilan penting bernama Bahrun Naim dan Salim mubarok yang aktif mengendalikan sel Indonesia. Ketiga, berbagai kejadian teror akhir-akhir ini menjadi bukti militansi ISIS Indoensia dalam komitmen melakukan amaliah. Keempat ada sejarah terorisme JI yang cukup panjang yang bermula dari Indonesia yang cukup menggetarkan dunia.
Itulah, fakta-fakta dan prediksi yang patut menjadi perhatian kita bersama. Bukan tidak mungkin Indonesia dengan kerawanan sosial dan situasi politik yang tidak stabil menjadi pintu masuk bagi infiltrasi jaringan terorisme global. Rumusnya ISIS di Timur Tengah berkembang subur di tengah negara yang secara sosial-politik rapuh dan tidak ada nasionalisme kebangsaan yang mengikat warganya. Mungkinkah dengan Indonesia?