Bangsa ini masih menghadapi tantangan mendasar di usianya yang menginjak 68 tahun, sebuah usia dimana seharusnya sudah mapan. Pesan pendiri bangsa Ir. Soekarno mengenai perjuangan kita yang semakin berat karena melawan bangsa sendiri, menjadi kenyataan. Salah satu musuh nyata yang menjadi ancaman bagi keberlangsungan masa depan bangsa adalah terorisme.
Menilik ke belakang sebagai refleksi, tidak kurang dari 558 aksi teror terjadi di Indonesia sejak 1970 – 2011 (Global Terorism Database, 2012). Tahun 2012 saja telah terjadi 14 kasus terorisme dengan penangkapan tersangka sebanyak 78 orang (Polri 2012). Tahun ini, masih segar dalam ingatan kita, terjadinya pencurian 250 dinamit, ledakan bom di Vihara Ekayana serta penembakan sipir LP Wirogunan, penembakan (Alm) Aiptu Dwiyatna dan Aipda Patah Saktiyono di Ciputat. Rangkaian aksi teror tersebut seakan mengusik amanah kemerdekaan yang dititipkan oleh Tuhan YME.
Berbagai kejadian bernuansa teror diatas, mengindikasikan bahwa masih ada sebagian kecil saudara sebangsa kita yang belum dapat memaknai tugas mulia tersebut dalam bingkai NKRI. Aksi teroris yang lebih menyesatkan adalah mereka memperbolehkan penggunaan cara kekerasan bagi pihak yang mereka anggap berbeda dengan pemahaman mereka. Pelaku teror jelas tidak dapat memaknai kedamaian sebagai suatu hal yang penting bagi dirinya. Meminjam istilah Hendropriyono, pelaku teror mengalami suatu kegalatan kategori sehingga tidak mampu membedakan sesuatu terhadap yang lain (Hendropriyono, 2012).
Tendensi untuk menebarkan permusuhan dan tidak segan menggunakan cara kekerasan dalam mencapai tujuannya adalah paham sesat radikal terorisme. Paham ini telah membawa keresahan dan ketakutan yang meluas ditengah masyarakat. Paham ini bertentangan dengan hak asasi manusia yang membutuhkan rasa aman, damai dan bebas dari rasa takut untuk melanjutkan kehidupannya.
Melawan terorisme tentunya tidak dapat dilakukan hanya dengan menindak pelaku teror. Akar permasalahan terorisme adalah menyebarnya ideologi radikal terorisme di tengah masyarakat. Oleh karenanya, mencegah ideologi sesat ini menyebar ditengah masyarakat adalah tanggungjawab dan kewajiban dari seluruh elemen bangsa. Pemuka agama, tokoh masyarakat, akademisi, dan media massa adalah garda terdepan yang dapat mengambil peran strategis sebagai menara air yang senantiasa menyebarkan nilai-nilai kedamaian untuk hidup rukun dan toleran antarsuku dan umat beragama.
Nilai ini harus diperkuat dan tanamkan sejak dini ditengah masyarakat. Masyarakat pun dapat menjalin kemitraan dengan pemerintah daerah, BNPT, Polri, dan TNI untuk berperan aktif dalam pencegahan terorisme, antara lain melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang hingga saat ini telah terbentuk di 21 Propinsi.
Kemerdekaan yang diamanatkan oleh Tuhan YME pada bangsa ini sudah seharusnya dijaga dan dilaksanakan secara bertanggungjawab. Hal ini penting agar kemerdekaan dapat menghadirkan kedamaian di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Menyerah dan pesimis sama sekali bukan pilihan untuk bangsa sebesar Indonesia. Hanya ada satu pilihan, yaitu untuk terus berjuang mencegah terorisme guna mengubah keadaan menjadi lebih baik. Dirgahayu RI Ke 68, Bersama Cegah Terorisme ! ****