Abu Bakar Baasyir (ABB) Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila dalam Lapas

Benci Tapi Rindu, demikian pepatah yang dapat mengilustrasikan bagi seorang Abu Bakar Baasyir (ABB) dalam lembaga pemasyarakatan Pasir Putih Nusa Kambangan Cilacap. ABB menolak Pancasila lahir dan batin, namun ia mengamalkan secara diam-diam dalam lapas tempat ia mendekam secara tidak sadar, dalam lapas ABB memiliki gaya berpikir dan mind set yang Pancasilais, ia merespon keragaman beragama antara warga binaan yang berada dalam Lapas Pasir Putih, itulah salah satu nilai yang terkandung dalam Falasaf Negara Kesatuan Republik Indonesia.

ABB kini menjalani sangsi hukum yang dijatuhkan kepadanya selama 15 tahun penjara. Ia tinggal dalam lapas Pasir Putih bersama 9 orang warga binaan teroris lainnya. Namun perlahan dan pasti 4 orang warga binaan dari 10 orang yang ditempatkan dalam lapas Pasir Putih sudah siap mengamalkan Pancasila secara sadar dan siap mengikuti program Deradikalisasi jangka pendek untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam pasal 34 A point (1) c ; Pemberian remisi bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme … dst., telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar; 1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana warga negara Indonesia, atau 2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana warga negara Asing.

Lambat laun semua kelompok radikal dan tahanan teroris lainnya akhirnya akan menerima nilai-nilai Pancasila dan akan kembali ke jalan yang lurus dan tunduk pada aturan bernegara yang disusun berdasarkan nilai-nilai dasar ajaran agama serta merujuk pada hakekat dan tujuan Allah swt., menurunkan syari’at Islam yaitu menciptakan kemaslahatan hidup umat manusia (dar’ul Mafasid muqaddamun ‘ala Jalbil Masalih). Bukan sebaliknya pada satu sisi menyuarakan syari’at Islam, namun pada sisi lain menciptakan kegaduhan, kerusakan, kehancuran dan kebinasaan yang semua itu jauh bertentangan nilai-nilai syari’at Islam.

Abu Bakar Baasyir dalam banyak media dan pengajaran selalu menegaskan bahwa Pancasila itu syirik. Faham itulah yang selalu dikembangkan oleh ABB termasuk murid-murid dan pengikutnya ikut menolak Pancasila tanpa mempelajari, menghayati hingga enggan untuk mengamalkannya. Alasan penolakan terhadap Pancasila selalu menggunakan alasan klasik dari zaman orde lama, orde baru hingga orde reformasi. Pancasila sebagai produk manusiawi menjadi ideologi dan dasar bernegara dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia selalu dibandingkan dengan agama Islam sebagai produk samawi, jelas bukan bandingannya. Justru Pancasila mencakup nilai-nilai dari berbagai ajaran agama yang diakui secara konstitusional dalam UUD 1945.

Berbincang dan memperbincangkan antara agama dan Pancasila selalu menarik untuk disimak dan dianalisa, namun perlu dicatat bahwa antara agama dan Pancasila bukan dua faham yang seimbang, agama berlaku universal tanpa batas wilayah dan zaman, namun Pancasila menjadi pedoman bernegara berlaku khusus bagi bangsa Indonesia. Jadi bila ingin menjadi warga negara Indonesia yang benar dan baik tentunya harus taat dan patuh kepada Pancasila sebagai pedoman dan dasar bernegara dan bukan pedoman dalam beragama. Bukan sebaliknya bersikap menolak Pancasila hanya karena melihat oknum warga negara dan atau aparat pemerintah yang bersikap bertolak belakang dengan nilai-nilai Pancasila, lantas mencaci maki Pancasila.

Sebuah pengalaman menarik penulis alami, pada tahun 2011 di Jakarta salah seorang polisi kontra terorisme Inggeris datang ke kantor pamitan kembali ke London karena masa tugas selesai, pada akhir perbincangannya ia menyatakan bahwa ia sangat tertarik dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila antara lain; Bangsa Indonesia sangat menghargai pluralitas beragama, ia berniat membawa Pancasila ke negaranya. Penulis tidak heran karena kedalaman makna dan keluhuran nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah negara Pancasila sudah diakui banyak bangsa di dunia. Hal yang membuat penulis terheran-heran dan bertanya dalam pikiran mengapa orang asing dapat menerima dan mengakui kedalaman makna yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila ? sementara sebahagian kelompok kecil rakyat Indonesia enggan menerima bahkan menolak Pancasila sebagai dasar bernegara dan sekaligus mengaflikasikannya dalam hidup bernegara. Penolakan tersebut diiringi dengan sikap mengada-ada dalam bentuk aksi yang anarkis dan merusak  namun selalu berlindung di balik bahasa agama dan sekaligus mengatasnamakan agama.

Kelompok kecil tersebut diistilahkan (small group big plan). Komunitas yang tidak signifikan dari jumlah namun membawa virus mematikan bagi keutuhan NKRI. Berhadapan dengan kelompok mayoritas masyarakat Indonesia dan civil society namun seolah tidak bersikap tegas (silent majority) dalam menumpas secara hukum kelompok yang menolak aflikasi nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bernegara.

Pengamalan nilai-nilai falsafah Pancasila oleh ABB dalam lapas Pasir Putih dibuktikan dengan perilaku dan kegiatan sehari-hari dalam lapas, ABB berinteraksi dengan banyak tahanan yang berbeda agama dengan dirinya, ABB  saling menghargai dan saling menghormati warga binaan lainnya yang menganut agama yang berbeda dengan agamanya, ABB – dalam penuturan Tejo Herwanto, S. Ip., M. Si. Ka. Lapas Pasir Putih – rajin berolah raga menjaga kesehatan, tentu yang tidak terlupakan ia juga rajin beribadah.

Selain dakwah bi al-Lisan (ceramah dan diskusi) dalam lapas, ABB juga aktif berdakwah bi al-Hal (memberikan keteladanan) kepada semua warga binaan tanpa terkecuali. Hal yang patut diwaspadai oleh kita semua yang sadar akan perjuangan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia terutama petugas lapas dan aparat keamanan lainnya adalah bila ABB memberikan tausiah kepada warga binaan lain, tausiah yang menanamkan kebencian kepada pemerintah dan menyebarkan permusuhan kepada orang atau pihak lain yang berbeda dengan faham yang diyakininya atau ia menganjurkan orang lain bunuh diri atas nama jihad, sementara ia sendiri tidak berani melakukan.

Keteladanan yang dicontohkan ABB dengan warga binaan lainnya adalah saling menghormati antar sesama warga binaan yang berbeda agama dengannya, saling menghargai dengan sesama manusia yang ada dalam lapas termasuk kepada para petugas lapas yang dalam buku Tazkirah II ABB menganggap pemerintah dan seluruh jajarannya sebagai togut.

Menuding orang lain yang berbeda faham dengan kita sebagai togut sungguh merupakan prilaku togut dan bertentangan dengan nilai-nilai syariat Islam yang notabene selalu menyuarakan penerapan syariat Islam.

Bila prilaku ABB dalam lapas seperti di atas yakni saling menghormatiantar sesama warga binaan yang berbeda agama dengannya, sangat Pancasilais dan sangat syari’ patut diteladani dan dicontoh oleh semua warga binaan terutama warga binaan teroris terlebih lagi pengikut dan simpatisan ABB dan yang menjadikan ABB sebagai Guru, Muallim atau Mursyid.

Namun sangat-sangat patut diwaspadai bila ceramah-ceramah dan diskusi ABB kepada warga binaan yang  selalu menanamkan kebencian serta menyebarkan permusuhan, semoga beliau terbuka pintu hatinya bertaubat kepada Allah swt., sama halnya harapan beliau  dalam Tazkirah II (buku peringatan yang tidak menyejukkan)  peringatan dan nasehat ABB kepada para pengemban jabatan dan kekuasaan di NKRI agar mau meninggalkan hukum kufur buatan manusia yang dapat menjerumuskan mereka kepada kekafiran dan ancaman siksa pedih di akhirat agar segera bertaubat. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *