72 Guru Agama di Banyumas Terindikasi Terpapar Paham Radikalisme

Purwokerto – Guru agama dibawah naungan Kemenag Banyumas sudah ada yang terindikasi terpapar radikalisme agama. Bahkan, jumlahnya mencapai lima persen dari 1.455 orang atau mencapai 72 orang.

“Persentase guru agama yang terindikasi paham keagamaan radikalisme masih belum banyak, yaitu sekitar lima persen,” kata Kepala Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Banyumas Drs. H Imam Hidayat saat ditemui di sela acara Dialog Tokoh Lintas Agama Kabupaten Banyumas, Selasa (19/3), dikutip dari Radar Pekalongan.

Lebih parah lagi, kebanyakan yang terindikasi adalah guru di sekolah negeri, dan guru pegawai negeri di bawah Kemenag.

“Ini yang kita sayangkan,” kata Imam. Karena itu, sebut Imam, Kemenag bersinergi dengan Intel Polres Banyumas untuk mengetahui jumlah guru agama yang terindikasi paham radikalisme agama.

Baca juga : Jelang Pemilu, Polresta Denpasar Ajak Masyarakat Antisipasi Masuknya Radikalisme

Dalam kegiatan dialog yang dilaksanakan di D’Garden Hall And Resto itu, Imam menambahkan orang yang terindikasi paham radikalisme agama menganggap tidak akan tercipta keadilan di Indonesia selagi masih berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasar Pancasila.

Menurutnya, orang radikal menganggap rakyat Indonesia akan adil dan makmur dengan sistem khilafah. Karenanya, Kemenag pun terus memantau dan memberikan bimbingan, pembinaan, dan menetralisir paham radikalisme agama. “Jangan malah justru terbawa,” tuturnya.

Sementara Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Banyumas M Rokib mengatakan, indikasi radikalisme agama yang dipahami siswa SMA dan mahasiswa sudah menjadi rahasia umum.

“Bahkan guru yang menyampaikan ide gagasan kaitannya paham keagamaan radikal disampaikan secara terang-terangan. Karena menganggap inilah kebenaran yang harus disampaikan apapun resikonya,” jelas Rokib.

Dilihat dari perentase, kata dia, ada sekitar 26 hingga 30 persen siswa di Banyumas yang terindikasi paham keagamaan radikalisme. Meski demikian jumlah tersebut bisa naik dan turun sewaktu-waktu.

Bahkan di lingkungan sekolah tertentu, lanjut dia, pemahaman dan gerakan radikal sampai pada kesediaan untuk melakukan aksi konkret. Yaitu dengan memperjuangkan dalam kesempatan politik untuk merubah NKRI menjadi negara khilafah. Kasat intelkam Polres Banyumas Sulistiyo Dwi Cahyono mengungkapkan, berdasarkan survei di Indonesia 23,4 persen mahasiswa dan 23,3 persen siswa SMA setuju dengan jihad tegaknya negara Islam atau Khilafah.

“Tapi masih lebih banyak yang setuju NKRI berdasar pada Pancasila dan UUD, yaitu 79,3 persen. 11,5 persen menjawab tidak tahu. Sisanya setuju diganti negara Islam,” paparnya.

Di Banyumas pihaknya mencatat beberapa orang dari berbagai kalangan terindikasi paham keagamaan radikalisme. “Ada anggota TNI Polri juga yang terindikasi. Bukan hanya guru,” ungkapnya.