Moskow – Sebanyak 30 anak Rusia dari orangtua yang merupakan anggota militan ISIS dilaporkan telah kembali ke negaranya.
Diwartakan Russian Today Minggu (30/12/2018), pesawat yang mengangkut 14 anak laki-laki dan 16 bocah perempuan mendarat di Bandara Zhukovsky, Moskwa, dari ibu kota Irak, Baghdad.
Pemimpin Chechen Ramzan Kadyrov melalui akun Telegram mengonfirmasi, 24 di antaranya berasal dari Dagestan, dan sisanya berasal dari Chechnya.
Dikutip dari AFP, Kadyrov menyatakan kepulangan 30 anak itu merupakan pemenuhan janji yang dilontarkan Presiden Vladimir Putin. “Jika anak-anak itu tidak segera diselamatkan, mereka bakal menjadi target pasukan khusus dari negara lain,” tutur Kadyrov.
Sumber dari diplomat Rusia mengungkapkan, ayah dari anak-anak berusia 3-10 tahun itu tewas dalam perang antara ISIS dan Irak sejak 2015.
Baca juga : Terkait Pembunuhan 2 Turis Skandinavia Oleh Teroris, Maroko Tangkap WN Swiss
Kantor berita Rusia Interfax melaporkan, anak-anak itu akan segera menjalani pemeriksaan khusus di Pusat Kesehatan Anak Moskwa.
Dinas keamanan Rusia menyebut, ada ribuan orang Negeri “Beruang Merah” memilih bergabung dengan ISIS sambil membawa keluarganya.
Lebih dari 120 anak ditahan bersama ibu mereka di penjara Irak, dan mengeluarkan mereka membutuhkan kerja sama dari beberapa kementerian Rusia.
Termasuk Ombudsman Hak Anak yang diketuai Anna Kuznetsova yang terbang langsung ke Baghdad untuk mengurus kepulangan mereka.
Dia membawa peralatan medis serta psikolog dan bertemu dengan kloter pertama anak-anak itu. Kuznetsova membawakan makanan dan mendampingi mereka saat pulang.
Sebelumnya, dia menggelar pertemuan dengan Perdana Menteri Irak Adel Abdul-Mahdi, dan mengucapkan terima kasih karena sudah membantunya mengurus kepulangan anak-anak itu.
Selama pertemuan, Mahdi menekankan sekat tegas harus dibuat untuk membedakan maka isu kemanusiaan dan mana organisasi teroris.
“Mereka (anak-anak) juga merupakan korban,” tutur perdana menteri 76 tahun yang menjabat sejak 25 Oktober lalu tersebut.
Lebih dari 300 orang, termasuk di antaranya 100 orang asing, mendapat hukuman mati maupun penjara seumur hidup karena bergabung dengan ISIS.
Irak mendeklarasikan kemenangan melawan ISIS ketika mantan PM Haider al-Abadi mengumumkannya pada Desember 2017 lalu.
Namun anggota mereka diyakini masih bersembunyi dan sewaktu-waktu bisa saja melaksanakan serangan hit-and-run.