230 Anggota JI Sepakat Cabut Baiat dan Bubarkan Diri, Seluruh Senjata Diserahkan ke Densus 88

Semarang – Sebanyak 230 anggota Jamaah Islamiyah (JI) khususnya dari
bidang intelijen, hubungan internasional hingga sasana sepakat
mencabut baiat dari kelompok lamanya dan kembali ke pangkuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dilakukan di sebuah tempat
di Kabupaten Semarang, Kamis (12/9/2024).

Mereka berangkat dari berbagai tempat di Indonesia, di antaranya; dari
Provinsi Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Surabaya,
Jawa Timur.

“Ini sudah ke 33 kali, kami menyelenggarakan acara seperti ini,
prinsipnya kami ingin membangun kesamaan mindset, sikap mental dan
moral, kemudian berharap ke depan tidak ada lagi perbedaan di antara
bekas anggota Al Jamaah Al Islamiyah,” ujar Abdullah Ansori atau Abu
Farih, tokoh senior JI yang hadir pada kegiatan itu.

Abu Fatih mengatakan, kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan pada
30 Juni 2024 di mana para tokoh senior JI sepakat membubarkan JI dan
kembali ke NKRI, saat di Bogor, Jawa Barat.

Abu Fatih yang merupakan mantan Ketua Mantiqi 2 JI, mengemukakan
kegiatan pembubaran dan rangkaiannya merupakan hasil konsolidasi yang
dilakukan amir JI terakhir yakni Para Wijayanto. Para Wijayanto yang
merupakan lulusan Undip dan sempat bekerja sebagai petinggi di
perusahaan pelat merah itu kini masih ditahan menjalani pidana atas
kasus terorismenya.

“Beliau sampaikan (anggota) ada 6.000 orang, kalau ini deklarasi
dukungan pembubaran mungkin sudah 5.400 atau 5.500 orang mendukung
(anggota JI lepas baiat dan membubarkan diri) secara nasional. Sampai
kapan? Kami belum tahu persis, kami ikuti arahan Kadensus khususnya,
beliau ingin lebih tahu kesolidan kami,” sambungnya.

Kegiatan itu, kata Abu Fatih, diawali dari 2 perwira menengah Densus
88 berpangkat Kombes pada tahun 2021 mengajaknya berdialog. Dimulai
dari permintaah agar Abu Fatih membuat pernyataan keluar dari JI.

“Saya bertanya apakah ini saya harus murtad dari Islam, itu yang
bertanya 2 Kombes. Satu di Gorontalo sekarang, satu di Jogja sekarang.
Beliau jawab tegas tidak,” kisah pria asli Kudus itu.

Mantan tokoh senior JI lainnya, Siswanto alias Arif Siswanto alias Abu
Mahmudah menyebut kegiatan itu dilakukan untuk memastikan kalangan
grass root alias akar rumput benar-benar sudah kembali ke pangkuan
NKRI, sama seperti para seniornya.

“Kami pastikan itu setelah membubarkan diri kembali ke NKRI, karena
kalau hanya membubarkan jamaah tanpa kembali ke pangkuan NKRi, maka
masih mungkin akan membentuk jamaah yang baru yang boleh jadi secara
ideologis masih melanjutkan pemikiran-pemikiran yang sebelumnya,”
ungkap Siswanto yang merupakan eks tim Lajnah JI di lokasi.

Untuk memastikan tidak ada bahaya dalam waktu dekat dalam konteks
amaliyah atau menyerang yang mereka anggap musuh, Siswanto mengatakan
senjata-senjata yang dimiliki JI sudah diserahkan ke Densus.

“Mungkin sudah 100 persen, itu long term. Kalau ditemukan lagi senjata
yang tersisa, kami komitmen kita serahkan. Saya sudah ketemu temen
yang ngurusi itu, yang organik total semuanya sudah diserahkan. Paling
yang rakitan-rakitan, kalau ketemu sudah nggak bisa dipakai, bahaya
dekatnya sudah kita amankan,” ungkap Siswanto.

“Termasuk DPO Densus, kami minta daftarnya, kami coba komunikasikan
dan coba kami pertemukan dengan aparat,” lanjutnya.

Dia dan tokoh-tokoh senior eks JI itu juga menyatakan siap
mengevaluasi kurikulum, termasuk berkoordinasi dengan Kementerian
Agama, pada konteks pondok pesantren (ponpes) yang terafiliasi dengan
JI.

“Kami secara tegas dan tulus menyampaikan permintaan maaf kepada
masyarakat, pertama bahwa betapapun juga kalau itu tidak bisa
diatasnamakan organisasi, tapi publik tahunya itu orang JI. Kami tidak
bisa memberikan eksplanasi sebelumnya. Kami minta maaf kepada
masyarakat dan negara, yang sudah disibukkan sepanjang waktu 20 sampai
30 tahunlah, tanpa pernah ada penjelasan, dan kami justru dari situlah
kalau ada yang skeptif, wajar, tapi jangan ada bullying, malah justru
nanti didekati kelompok yang masih keras, di luar JI, terus terbawa,
bahaya itu, bullying agar dihindarkan,” harapnya.

Dalam kegiatan itu, ada 3 tokoh eks JI yang hadir selain para tokoh
sepuhnya itu. Mereka sesuai bidangnya masing-masing, yakni Budi Tri
Karyanto alias Haidar mantan Deputi Umum alias Wakil Amir JI Para
Wijayanto, Agus Suparnoto alias Kresna mantan Kepala Bidang ALWI alias
Intelijen JI, dan Wiji Joko alias Patria mantan Kepala Divisi Hubungan
Internasional (HI) JI.

“Perubahan pemikiran, keinginan kembali ke pangkuan NKRI sebenarnya
sudah cukup lama, memang kami akui ada pemahaman kesalahan.
Alhamdulillah Densus 88 menyambut, harapan kami bisa diterima
masyarakat, diterima negara agar kami bisa berpartisipasi membangun
negara,” kata Haidar.

Dia memastikan kembalinya eks JI ke pangkuan NKRI bukanlah taqiyyah
alias kamuflase.

“Bukan hanya di tataran para senior, sekarang merambah di titik-titik,
grassrot. 230 hadir, dari Lampung sampai Surabaya, DKI, apa yang
disampaikan para senior kita sambut positif, bukan paksaan. Kami
terimakasih sekali pada Densus 88 yang telah memberikan kesempatan,
dan tentunya harapan kami kembali ke negara, mengisi kemerdekaan.
Memang masih ada yang menolak, tapi saya kira tidak terlalu signifikan
jumlahnya,” jelasnya.

Agus Suparnoto alias Kresna menyebut upaya mengumpulkan kawan-kawan
lamanya ini jadi dinamika tersendiri di lapangan.

“Karena memang saya putus kontak dengan teman-teman sudah lama. Bisa
ketemu semua, kalau menolak bukan, proses saja. Kami ini homogen.
(yang hadir) dari pojok barat sampai timur, kami kan seluruh wilayah,”
kata Kresna yang menyebut rata-rata mereka yang hadir bekerja seperti
biasa di masyarakat, terutama pengobatan herbal.

“Kalau ada program dari negara (ke depan), kami ikut, deklarasi ini
berlaku bagi seluruh anasir atau elemen-elemen JI yang ada,”
lanjutnya.