Sinergi Polri-Masyarakat Sangat Penting Guna Cegah Paham Radikalisme & Intoleran

Yogyakarta – Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan menekankan
pentingnya kolaborasi antara kepolisian dan masyarakat dalam mencegah
penyebaran radikalisme dan intoleransi.

Hal tersebut disampaikan saat membuka kegiatan sosialisasi
penanggulangan dan pencegahan radikalisme serta intoleransi bagi
personel Polda DIY di Sleman, Selasa (17/9/2024). Acara ini bertujuan
memperkuat pemahaman dan komitmen anggota Polri dalam menangkal paham
radikal yang berpotensi mengancam stabilitas keamanan.

“Pedoman hidup bagi anggota Polri adalah Pancasila, Tribrata, dan
Catur Prasetya, yang harus dijadikan dasar utama dalam menjalankan
tugas berbangsa dan bernegara. Jadi bukan yang lain, pegangan kita
(Polri) itu,” sebut Kapolda.

Dirinya menegaskan bahwa dengan berpedoman pada Pancasila, Tribrata,
dan Catur Prasetya, anggota Polri tidak boleh  memandang perbedaan
suku, agama, atau keyakinan sebagai hambatan dalam menciptakan rasa
kemanusiaan dan toleransi di tengah masyarakat.

“Tujuan kita adalah menciptakan lingkungan yang aman dan damai, di
mana masyarakat dapat hidup berdampingan tanpa terpengaruh paham-paham
radikal maupun intoleran,” tandasnya.

Menurut dia, masyarakat memiliki peran penting sebagai kunci deteksi
dini terhadap ancaman-ancaman yang dapat mengganggu stabilitas
keamanan.

“Oleh karena itu, anggota Polri diharapkan aktif mengedukasi
masyarakat tentang bahaya radikalisme dan pentingnya menjaga
kerukunan,” ucapnya.

Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DIY, Prof Drs M
Mukhtasar Syamsuddin MHum PhD yang hadir sebagai narasumber,
memaparkan hasil penelitiannya pada tahun 2018 yang menunjukkan bahwa
kearifan lokal mampu menjadi benteng efektif dalam menangkal paham
radikalisme di masyarakat.

Dijelaskan, bahwa teknologi globalisasi saat ini mempermudah
penyebaran paham radikal tanpa batas geografis, yang menjadi tantangan
bagi pemerintah dalam meredam penyebaran paham yang dapat merusak
persatuan bangsa.

“Pencegahan radikalisme dan terorisme berbasis kearifan lokal sangat
penting karena pendekatan ini mudah diterima masyarakat dan efektif,”
jelas Guru Besar Fakultas Filsafat UGM ini.

Ia menambahkan, nilai-nilai kearifan lokal seperti toleransi, gotong
royong, dan saling menghormati dapat memperkuat kohesi sosial dan
meredakan ketegangan di masyarakat. Program berbasis kearifan lokal
ini, lanjutnya, melibatkan pendidikan dan pembinaan masyarakat, dengan
menanamkan nilai-nilai damai serta cara penyelesaian konflik secara
konstruktif.

“Masyarakat yang terhubung dengan nilai-nilai lokal cenderung lebih
resisten terhadap propaganda ekstremis dari luar,” tambahnya.

Dalam penutupannya, dirinya mengutip teori “Tabula Rasa” dari filsuf
John Locke yang menggambarkan bahwa pikiran manusia ibarat kertas
kosong yang diwarnai oleh pengalaman.

Ia menyebut, program deradikalisasi yang dijalankan oleh Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bertujuan untuk “menetralkan”
pengaruh negatif yang telah merasuk dalam benak individu, dengan
harapan mereka kembali mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia