Jakarta – Zakat Fitrah yang merupakan rukun Islam ke-3 setelah shalat dan puasa yamg diperintahkan kepada umat Islam agar sebagai pribadi dan sebagai individu yang diciptakan oleh Allah untuk memiliki tanggung jawab yang besar terhadap sesama umat manusia. Zakat fitrahyang merupakan zakat badan ini diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, seluruh umat muslim yang ada di dunia, yang tugasnya adalah untuk membersihkan diri termasuk dari perbuatan jahat..
“Dengan bersih di depan Allah SWT kita akan semakin meningkatkan keimanan kita dan semakin peka terhadap sesama umat Islam, sesama manusia sebangsa dan setanah air,” ujar Tokoh Muda Nahdatul Ulama (NU), Dr. Adnan Anwar di Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Lebih lanjut Adnan mengatakan, dengan zakat fitrah ini maka umat Islam juga memiliki kepedulian sosial yang sama, karena zakat fitrah ini diperuntukkan bagi masyarakat yang tidak mampu. Sehingga umat islam juga memiliki solidaritas terhadap sesama umat manusia khususnya umat Islam yang tidak mampu.
“Karena di islam sendiri banyak orang yang kebetulan masih tidak beruntung, misalnya kaum fakir dan miskin. Ini agar supaya tidak terjadi kesenjangan dan ketidakadilan sosial, sehingga orang yang kaya dan orang yang menerima zakat (mustahiq) ini tidak berbenturan secara sosial. Tidak berhadap-hadapan secara sosial, sehingga yang kaya itu punya tanggung jawab sosial, yamg mana orang miskin itu harus tetap dilindungi,” ujar pria yang juga mantan Wakil Sekjen Pengurus Besar NU ini.
Karena di Islam sendiri menurutnya tidak ada namanya teori benturan antara yang kaya dengan yang miskin karena Islam tidak mengenal benturan kelas, tapi bagaimana yang kaya ini memberikan kepada yang miskin dan yang miskin ini dilindungi, salah satunya oleh orang-orang kaya yang memiliki harta yang nisabnya sudah ditentukan oleh Allah SWT. Meski zakat ini diperuntukkan untuk umat Islam tetapi jika umat Islam ingin memberikan bantuan kepada umat yang lain itu bukan termasuk dalam kategori zakat fitrah tapi ini untuk kepentingan yang lain yakni sebagai solidaritas biasa.
“Tetapi dalam Islam juga diwajibkan kalau ada tetangga kita yang tidak mampu walaupun mereka itu bukan umat Islam maka wajib juga. Karena memang Islam mengajarkan seperti itu, mengajarkan untuk berbuat kebaikan terhadap sesama umat manusia termasuk umat yang berbeda-beda ini, termasuk perbedaan agama, suku maupun golongan,” ujar alumni Fisip Universitas Airlangga Surabaya ini.
Pria yang juga Instruktur Pendidikan Kader Penggerak NU ini menjelaskan, implementasi keadilan sosial itu sendiri yang pertama menurut Islam yang namanya Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan dalam Islam) itu juga harus diperkuat dengan unsur Ukhuwah Basyariyah (solidaritas antar sesama warga negara). Karena Solidaritas sesama Islam itu juga dalam rangka memperkuat solidaritas antar sesama warga negara.
“Tujuannya supaya di lingkungan masyarakat kita itu terjadi kohesivitas sosial yang kuat antara masyarakat yang berbeda, baik itu berbeda agama, maupun beda kelompoknya sehingga mereka akan saling membantu sebagai warga negara yakni sebagai sesama bangsa Indonesia,” ujar Adnan.
Manurutnya, kalau Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Basyariyah itu bisa dijalankan secara bersamaan maka akan bisa menciptakan keadilan sosial di lingkungan masyarakat. “Dan inilah yang disebut keadilan sosial secara culture yakni bagaimana kita ini memiliki kesadaran bahwa yang tidak mampu itu harus dibantu dan yang lemah ini harus kita angkat derajatnya agar mereka tidak merasa sendiri ketika hidup di masyarakat maupun hidup di negara,” ujarnya
Lalu yang kedua impementasi keadilan secara struktural bahwa harus ada kebijakan dari pemerintah yamg mana pmerintah berkewajiban untuk selalu melindungi umat Islam maupun umat yang lain yang tidak memiliki kemampuan harta dan tidak memiliki kemampuan akses yang lain untuk selalu diberi perlindungannya baik itu berupa bantuan pendidikan, sosial atau bantuan yang lain sehingga derajat orang-orang yang selama ini tertinggal lama-lama akan mendapatkan kesempatan yang sama.
“Karena suatu saat mereka akan menjadi Muzakki di lingkungannya masing-masing. Jadi taraf hidupnya makin lama akan naik. Itu yang kita sebut keadilan sosial dari aspek kebijakan pemerintahan kita,” ujar pria yang ditugaskan menjadi pengembang organisasi NU di kawasan Timur Tengah dengan mendirikan NU di Afganistan ini
Selain itu menurutnya, pandangan kelompok radikal bahwa masalah keadilan sosial di negara ini hanya untuk kelompok muslim saja itu juga tidak benar. Hal tersebut dikarenakan sejak negara Indonesia ini merdeka, kesepakatan adalah negara merdeka ini bukan semata-mata milik umat Islam, tapi negara ini didirikan oleh banyak kelompok dan banyak golongan.
“Salah satunya adalah kelompok yang agamanya bukan umat Islam. ini adalah kesepakatan bersama, negara ini juga diinisiasi dan didorong oleh peran aktif para ulama kita dengan menyatakan bahwa NKRI berdasarkan Pancasila ini sudah final. Karena NKRI sudah final maka seluruh pemerintahan yang ada ini harus melindungi semua kelompok yang ada di negara kita. yang memiliki kedudukan dan hak yang sama untuk sama-sama dilindungi dan sama-sama harkat dan martabatnya dinaikkan,” ujarnya.
Oleh sebab itu menurutnya tidak ada kebijakan di negara ini diprioritaskan semata-mata hanya untuk umat Islam saja, melainkan harus untuk semua golongan. Umat Islam di Indonesia tidak dikenal istilah mayoritas dan minoritas, tetapi adalah kebijakan yang adil untuk semua kelompok termasuk orang yang berbeda agama, berbeda golongan, sehingga kedudukannya sama sebagai warga negara.
“Keadilan yang didapatkan hanya untuk kaum mayoritas ini juga tidak dibenarkan, karena setelah kita dinyatakan oleh para ulama sebagai negara merdeka, kita sudah menjadi negara yang Darussalam di negara ini yang mana prinsip-prinsip kedamaian, kebersamaan sebagai satu tubuh bangsa Indonesia itu harus saling dihargai,” kata Peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) ini.
Untuk itu dirimya meminta kepada umat muslim di Indonesia untuk selalu bersyukur bahwa keindahan, kebersamaan yang ada di indonesia ini sebetulnya sedang dilihat oleh negara-negara lain, bahwa hidup di Indonesia ini adalah contoh dari perilaku toleransi yang sesungguhnya karena orang Indonesia lebih memiliki peradaban untuk membangun bangsa dan membangun umat manusia dengan cara hidup saling tolong-menolong, meskipun ada dalam banyak perbedaan-perbedaan agama ataupun perbedaan golongan.
“Dengan contoh Indonesia yang lebih baik di tingkat kerukunannya ini maka negara lain akan mendapatkan satu pedoman bagaimana negara Indonesia yang plural ini justru dapat menciptakan kedamaian, menciptakan solidaritas antar sesama warga negaranya demi mewujudkan keadilan sosial,” ujar peraih pasca sarjana bidang Hubungan Internasional di Jerman ini mengakhiri