Yenny Wahid: Penting Jaga Toleransi dan Rawat Semangat Kebersamaan Antarumat Beragama

Malang – Pendiri Wahid Foundation, Yenny Wahid, menegaskan pentingnya menjaga toleransi dan merawat semangat kebersamaan antarumat beragama di Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam Simposium Moderasi Beragama bertajuk Harmony in Diversity yang digelar Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Malang Raya, Senin lalu.

Menurut Yenny, forum tersebut tidak hanya sekadar menjadi ajang diskusi intelektual, tetapi juga momentum strategis untuk menerjemahkan gagasan moderasi beragama menjadi tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pandangannya, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) adalah dua pilar besar yang menguatkan wajah Islam moderat di Indonesia. 

“Islam berkemajuan yang digaungkan Muhammadiyah mendorong umat agar selaras dengan perkembangan zaman. Sementara Islam Nusantara yang dipraktikkan NU menekankan pada penghargaan terhadap budaya lokal. Keduanya berangkat dari semangat kemanusiaan dan kebangsaan,” ujarnya.

Yenny juga mengisahkan contoh toleransi yang ditunjukkan Sunan Kudus lewat tradisi Soto Kerbau. Kala itu, umat Hindu di Kudus menghormati sapi sebagai hewan suci. Demi menjaga kerukunan, Sunan Kudus melarang pengikutnya menyembelih sapi dan menggantinya dengan kerbau. 

“Itu bentuk penghormatan konkret terhadap keyakinan umat lain. Semangat inilah yang menjadi wajah Islam Nusantara,” jelasnya.

Ia menambahkan, keberhasilan dakwah Islam di Indonesia tidak lepas dari pendekatan budaya dan seni. 

“Kalau seni tidak dipakai sebagai medium dakwah, mungkin Islam tidak akan sebesar sekarang. Seni membuat ajaran Islam mudah diterima masyarakat,” katanya.

Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid ini juga menekankan pentingnya penguatan identitas budaya di tengah arus globalisasi. 

“Kalau kita tidak mengakar pada budaya sendiri, kita bisa kehilangan jati diri dan mudah terseret oleh budaya luar. Dengan memahami akar budaya, kita akan lebih percaya diri sekaligus bangga menjadi Muslim Indonesia,” tegasnya.

Menutup pesannya, Yenny mengingatkan bahwa toleransi bukan sekadar slogan, melainkan harus tercermin dalam laku sehari-hari. 

“Orang non-Muslim tidak membaca Al-Qur’an atau hadis. Yang mereka lihat adalah perilaku kita sebagai umat Islam,” pungkasnya.