Jakarta – Keresahan, kegelisahan, dan perasaan ketidakadilan merupakan faktor terkuat yang mendorong seseorang untuk menjadi radikal. Hal itu dikatakan Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid.
“Bukan faktor agama, namun karena kegelisahannya,” kata Yenny Wahid pada seminar daring bertema Masa Depan Kebangsaan dan Demokrasi Indonesia yang diadakan oleh lembaga think-tank, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Senin (26/7/2021),dikutip dari Antara.
Yenny menjelaskan bahwa seseorang yang merasa gelisah akan dengan mudah mengalami pencucian otak oleh “oknum-oknum kharismatik” yang dinilai dapat memberi jawaban bagi kegelisahan mereka.
“Oknum-oknum kharismatik” ini, kata Yenny merekrut “orang-orang gelisah” untuk bergabung dalam kelompok-kelompok radikal yang sesuai dengan kepentingan oknum tersebut.
Yenny Wahid juga memaparkan terdapat banyak penyebab kegelisahan yang dihadapi oleh masyarakat. Adapun contoh dari kegelisahan tersebut dapat disebabkan oleh agama, politik, bahkan perekonomian.
Ia mengacu pada demonstrasi pro-Donald Trump di Capitol Hill sebagai contoh radikalisme yang disebabkan oleh kegelisahan politik. Di mana orang-orang kulit putih yang merasa terpinggirkan dan semakin terasing ketika era Presiden Obama, memutuskan untuk menjadi pendukung radikal Donald Trump karena merasa Donald Trump memberi ketenangan atas kegelisahan mereka.
Adapun aksi demonstrasi tersebut diakibatkan oleh kekalahan Donald Trump dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat ketika melawan Joe Biden.
“Jadi keliru kalau melihat radikalisme hanya berbasis agama,” tutur Yenny Wahid.
Ia juga menambahkan apa saja yang bisa menyentuh sisi emosional manusia dapat menjadi penyebab munculnya radikalisme.
Yenny Wahid menyebut kaum-kaum radikal akan menjadi salah satu alat yang digunakan oleh oknum tertentu untuk menggerakkan propaganda terorisme.
“Semua pelaku terorisme merupakan seseorang yang rentan sekali. (Seperti) orang yang putus asa, orang yang rendah diri, dan orang yang gelisah,” ucap Yenny.
Radikalisme merupakan salah satu tantangan pada demokrasi Indonesia saat ini. Kemunculan kelompok-kelompok teroris, baik yang berlandaskan keinginan untuk memisahkan diri maupun memperjuangkan ideologi agama, tengah mengancam proses demokrasi dan tatanan kebangsaan di Indonesia.