Jakarta – Perdamaian dunia harus terus diperjuangkan oleh seluruh umat manusia. Koordinasi dan sinergi antar umat dan antar negara sangat penting untuk mewujudkan dunia yang damai di tengah kecamuk konflik di beberapa bagian muka bumi.
Untuk itulah Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menggelar Konferensi Internasional digelar pada hari Minggu -Selasa (21-23/5) di Hotel Sultan, Jakarta. Konferensi ini digelar untuk menyemaikan pesan perdamaian akan dihadiri dari 25 negara.
Total nara sumber dan peserta 44 orang asing, 344 orang Indonesia. Mewakili 25 negara Amerika Serikat, Australia, Prancis, Pakistan, Rusia, Lebanon, Yaman, Mesir, India, Malaysia, Filipina, Saudi Arabia, Yaman, Timor Leste, Yordania, dan lain-lain.
“Konferensi Internasional digelar karena terjadi dinamika di dunia setelah pandemi belakangan ini. ia merinci masalah-masalah yang terjadi di dunia, antara lain eskalasi konflik di tingkat global dan fenomena perubahan iklim yang berpotensi memicu chaos,” kata Wakil Ketua Umum MUI Marsudi Syuhud dalam keterangan di Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Kiai Marsudi menambahkan, acara akan menggandeng Rabithah Alam Islami atau Liga Muslim Dunia. Dia beralasan, pihak internasional harus turut dilibatkan karena konflik di negara-negara muslim terus bertambah, baik di Afrika maupun di Timur Tengah. Oleh sebab itu, keterlibatan Liga Muslim Dunia diharapkan dapat menjadi solusi dari konflik melalui ajaran agama.
Hal-hal tersebut, imbuh Kiai Marsudi, menjadi perhatian yang serius dari MUI. Menurutnya, MUI merupakan wadah berkumpulnya para ulama, cendekiawan muslim, hingga zuama dari 63 perwakilan organisasi muslim dari berbagai kelompok komunitas Islam di Indonesia.
MUI, lanjut Marsudi, turut berpartisipasi aktif dalam memperjuangkan perdamaian dan ketertiban dunia sesuai dengan ajaran Islam. “Oleh karenanya terpanggil untuk mengadakan Konferensi Internasional dengan tema Agama, Perdamaian dan Peradaban,” ucapnya.
“Tujuan dari konferensi ini adalah menyemaikan pesan perdamaian beserta solusinya kepada masyarakat yang berbeda etnis, budaya, agama serta kesiapan masyarakat dan antisipasinya terhadap perubahan tata budaya dunia, terutama teknologi, industri, dan ekonomi,” kata Marsudi.